Melanjutkan pembahasan sebelumnya, tulisan kali ini akan mengajukan sanggahan lainnya yang dapat menolak konsep keadilan sahabat.
Dalil yang ingin di sampaikan kali ini adalah hadits tsaqalian (dua perkara yang berharga atau agung). Di mana secara tidak lansung hadits ini menolak konsep tersebut dengan memandang serta menenmpatkan para sahabat sama dengan manusia biasa lainnya;iaitu mungkin saja adil dan tidak adil.
Untuk lebih jelas di sini akan disebutkan beberapa redaksi dari hadits tersebut yang tentu saja sebenarnya masih banyak redaksi-redaksi lainnya. Namun untuk memperringkas maka dicukup tiga redaksi saja.
Hakim Naisyaburi di dalam kitabnya al-Mustadrak meriwayatkan tentang hadits tsaqalain:
“… sungguh aku meninggalkan dua perkara yang berharga di antara kalian salah satunya lebih agung dari yang lain kitaballah dan itrahku maka perhatikanlah bagai mana kalian memperlakukan keduanya setelah ku. Sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya datang pada ku di sisi telaga.”[1]
Masih dalam kitab yang sama Pada hadits lainnya Hakim menyebutkan:
“Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara di antara kalian. kalian tidak akan tersesat jika mengikuti keduanya. Keduanya adalah kitabullah dan ahlulbait ku itrah ku.[2]”
Imam Tirmizi juga memuat tentang riwayat ini yang disebutkan dalam kitab Sunan al-Tirmizi:
“dari Jabir bin Abdillah: …… Wahai sekalian manusia sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara di antara kalian dimana jika mengambilnya maka kalian tidak akan tersesat. Keduanya adalah kitabullah dan itrah ku ahlulbait ku[3]”
Dari beberapa hadits di atas ada dua catatan penting yang dapat diambil.
Pertama: di dalam hadits-hadits tersebut dinyatakan bahwa untuk dapat terhindar dari kesesatan, semua orang termasuk sahabat diperintah kan oleh baginda Rasul SAWW untuk mengikuti tsaqalain (al-Quran dan Ahlulbait). hadits-hadits ini secara tidak langsung telah menolak konsep keadilan sahabat, sebab para sahabat juga sebagaimana kaum muslimin lainnya ada kemungkinan tersesat.
Oleh karena itu tidak ada jaminan untuk mengatakan jika semua mereka adil, masuk sorga dan mengikuti mereka pasti mendapat petunjuk. Sebab yang dijamin oleh Nabi dan diwasiatkan untuk mengikutinya hanya dua perkara agung di atas. Adapun selain kedua golongan tersebut kedudukannya sama saja. Dan di dalam hadits-hadit di atas disebutkan sebagai kalian (كم) manusia (الناس).
Yang kedua: dikatakan bahwa selektif dalam memilih panutan, yang di dalam beberapa riwayat di atas diperintahkan mengikuti al-Quran dan ahlulbait, adalah dalam rangka terhindar dari kesesatan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari mengkaji konsep keadilan sahabat, di mana tujuannya juga untuk memperoleh ajaran agama yang benar dari sumber yang autentik, bukan untuk menghina atau untuk mencaci maki pihak dan golongan tertentu.
[1] Hakim Naisaburi, Muhammad bin Abdullah, al-Mustadrak, jil: 3, hal: 119, Dar al-Kutub al-Ilmiah.
[2] Hakim Naisaburi, Muhammad bin Abdullah, al-Mustadrak, jil: 3, hal: 118, Dar al-Kutub al-Ilmiah.
[3] Tirmizi, Abi Isa Muhammad bin Isa, al-Jami al-Shahih, jil: 5 hal: 662, cet: Syirkah Maktabah wa Mathbaah Mushtafa al-babi al-Halabi, Mesir.