Cita-cita peradaban manusia yang sejati
  • Judul: Cita-cita peradaban manusia yang sejati
  • sang penulis:
  • Sumber: islammenjawab.com
  • Tanggal Rilis: 1:50:5 2-9-1403

“As a cultural movement, Islam rejects the old static view of the universe, and reaches a dynamic view” (sebagai sebuah gerakan kebudayaan, Islam menolak cara pandang yang lama yang bersifat statis atas alam semesta, dan mengarahkan sebuah cara pandang yang dinamis)- Iqbal

Prinsip logika al-Qur’an untuk menilai kebenaran jalan hidup suatu kaum sungguh benderang. Islam adalah jalan hidup dan cara bereksistensi, bukan sekadar pendapat atau keyakinan yang berhenti pada taraf keyakinan, apalagi sekadar serangkaian peribadatan di ruang-ruang masjid atau pada waktu salat.
Cara bereksistensi yang benar itu adalah cara bereksistensi yang satu kesatuan dengan proses kebaikan alam semesta, menjadi bagian yang turut serta dalam gerak perkembangan alam semesta menuju kesempurnaannya. Apa yang disebut sebagai “berbuat kerusakan di muka bumi” sesungguhnya tak lain dari tindakan penggagalan atau penghancuran gerak perkembangan alam semesta menuju kesempurnaannya. Air jernih menjadi air keruh dan tanah subur menjadi tanah tandus. Lembaga negara dan pemerintah yang seharusnya memajukan kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat berubah menjadi sarang perilaku buruk dan culas elite bangsa.

Ali syariati pernah menulis:
Sebagaimana halnya suatu bangsa dan masyarakat itu memiliki sumber-sumber daya ekonomi, yang kaya dalam energi, namun tak bernilai ketika masih mentah, demikian pula suatu bangsa dan masyarakat memiliki sumber-sumber kultural dan spiritual yang berlimpah sebagai hasil akumulasi sepanjang sejarahnya.
Sebuah bangsa yang bodoh dan tak cakap bisa saja tinggal diatas harta kekayaan yang begitu berlimpah sehingga bisa menjadikan rakyatnya hidup dalam kenyamanan, namun karena kebodohan dan ketakcakapannya, rakyatnya akan tetap bodoh, mandeg dan terbelakang.

Pada masa sekarang, kita bisa saksikan ada begitu banyak bangsa di Asia dan Afrika yang memiliki sumber-sumber daya kultural yang berlimpah dan kaya-raya, namun di mata bangsa-bangsa lain, mereka tetap tampak sebagai terbelakang, bodoh dan runtuh secara spiritual dan moral. Jadi ada hubungan antara sumber-sumber daya kultural dan ekonomi sebuah bangsa.

Pada dasarnya, sebuah generasi yang ingin menemukan cara untuk memecahkan problem-problem ekonomi dan spritualnya dan ingin mengubah masyarakatnya menjadi suatu masyarakat yang maju dan kreatif haruslah memiliki suatu kesadaran historis dan kultural selain juga menguasai pengetahuan teknis-saintifik yang bersifat praktis. Ini tak berarti bahwa bangsa itu harus meniru begitu saja masyarakat maju lainnya. Alih-alih, bangsa itu harus memiliki kemandirian, dan prinsip-prinsip dan etika-etikanya sendiri, serta memegang suatu misi baru untuk bergerak melangkah maju menuju cita-cita tujuannya.

Apa hikmah yang bisa kita tarik dari kata-kata Ali syariati di atas? Yaitu nasib suatu kaum bergantung pada seberapa hebat kaum tersebut mengembangkan kesempurnaan potensi-potensi terbaik dalam dirinya. Inilah salah satu sunatullah yang harus dipatuhi oleh manusia; siapa pun yang ingin mencapai tujuannya itu. Tak peduli orang itu beriman atau tidak, sepanjang dia bekerja dengan rajin dan cerdas, maka dia akan lebih berhasil ketimbang individu yang bekerja dengan malas-malasan dan bodoh. Inilah keadilan Tuhan.

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S 13:11)
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna da mereka di dunia itu tidak akan dirugikan (Q.S 11;15)


Gerak perkembangan ke arah kesempurnaan merupakan proses dinamis yang bisa kita saksikan perwujudannya di alam raya. Benih padi dengan rajin dan pandainya mengembangkan diri menjadi wujud yang lebih hebat. Binatang kupu-kupu, pada awalnya hanyalah ulat yang rakus. Namun, setelah bertapa dalam rumah kepompongnya, menjadi kupu-kupu yang tak lagi melata, bisa terbang kesana kemari membantu bunga-bunga untuk berkembang biak. Dengan kata lain, ketika tumbuhan dan binatang berkembang ke arah kesempurnaannya, mereka pun tumbuh berkembang selaras dengan hukum penciptaan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta selaras dengan sunnatullah.