Muhammad bin Muhammad bin Nu'man atau lebih dikenal dengan Syeikh Mufid adalah seorang ulama besar Syiah, yang paling populer pada pertengahan abad ke-4 dan permulaan abad ke-5 Hijriyah.
Syeikh Mufid – karena kontribusinya yang luar biasa dalam pengembangan fiqih dan ilmu kalam Syiah – dianggap sebagai pelopor di bidang pemikiran Syiah. Lebih tepatnya, ia adalah peletak dasar-dasar ilmu kalam Syiah dan pembentuk model baru fiqih Syiah.
Setelah 10 abad berlalu, pemikiran-pemikiran konstruktif Syeikh Mufid masih menjadi perhatian para cendekiawan dan pemikir Islam. Ini adalah indikasi dari kedudukannya yang istimewa di ranah pemikiran Islam.
Syeikh Mufid lahir pada 11 Dzulkaidah pada tahun 336 H di daerah al-Akbari, sebuah kota di tepi timur Sungai Tigris di Baghdad, Irak. Ayahnya adalah seorang guru dan karenanya, anaknya juga terkenal dengan "Ibnu Mu'allim." Al-akbari dan al-Baghdadi adalah dua gelar lain Syeikh Mufid yang diambil dari tempat kelahirannya.
Sejak masa kecil, Syeikh Mufid bersama ayahnya pergi ke kota Baghdad untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam dari para ulama besar ilmu kalam seperti, Syeikh Shaduq, Ibnu Junaid Askafi Baghdadi, Hussain Bin Ali Basri, Ali Bin Isa Ramani, Jakfar bin Muhammad bin Qulawaih, Muhammad bin Imran Marzbani, Ibnu Hamzah Thabari, dan Ibu Dawud Qummi.
Iman yang kuat, kecerdasan, dan ketekunan membuat Syeikh Mufid menguasai semua cabang ilmu yang berkembang pada masa itu. Ia sangat manguasai ilmu kalam dan seni perdebatan ilmiah. Di masa Syeikh Mufid, Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Berbagai aliran pemikiran berkembang di Baghdad dan masing-masing berusaha untuk membuktikan kebenaran akidahnya.
Dalam situasi seperti itu, Syeikh Mufid mampu membuktikan kebenaran akidah Syiah atas mazhab-mazhab lain dan ia diberi tempat khusus sebagai guru besar oleh penguasa Sunni kala itu.
Di masa mudanya, Syeikh Mufid memiliki kedudukan terhormat di kalangan ulama, bukan hanya ulama Syiah, tetapi para ulama dari mazhab-mazhab lain juga menghormati dan memuliakannya. Bukan hanya ulama dan masyarakat umum, para panguasa Dinasti Dailami juga berkunjung ke kediaman Syeikh Mufid untuk memberikan penghormatan, pada saat itu ia hanya berusia 34 tahun.
Syeik Mufid meninggal dunia pada tanggal 2 atau 3 Ramadhan tahun 413 di Baghdad. Sekitar 80 ribu orang ikut mengantarkan jenazahnya dan mayoritas mereka berasal dari para ulama mazhab-mazhab lain.
Ia memiliki pengaruh besar dalam pengembangan metode ijtihad Syiah. Ulama besar ini melakukan kerja keras untuk membersihkan ajaran Syiah dari pemikiran-pemikiran yang keliru. Sama seperti upayanya dalam membela akidah Islam dan makrifat Syiah dari serangan faham-faham pemikiran lain.
Syeikh Mufid bahkan memerangi pemikiran ekstrem dan tidak rasional yang berkembang di tengah pengikut Syiah dan ia mencatat banyak keberhasilan di bidang ini. Salah satu keyakinan keliru yang dipraktekkan di kalangan Syiah dan khususnya di kalangan Sunni pada masa itu adalah mengesampingkan akal dalam memahami agama.
Di masa keghaiban panjang Imam Mahdi as, para ulama bekerja keras untuk mengumpulkan hadis serta memilahnya antara hadis shahih dan cacat. Syeikh Shaduq juga menghabiskan usianya untuk menjaga khazanah ilmu pengetahuan ini. Sebagian besar ulama menaruh perhatiannya di bidang ini, namun setelah periode hadis berakhir, Syeikh Mufid berusaha memperkuat pondasi ijtihad Syiah dengan memanfaatkan akal secara proporsional.
Pada masa itu, para ulama menentang keras segala bentuk campur tangan akal untuk memahami agama. Metode ini menyebabkan tumpulnya pandangan dan munculnya pendekatan ekstrem dalam keyakinan masyarakat. Salah satu kontribusi penting Syeikh Mufid adalah memerangi pemikiran-pemikiran batil ini.
Ia memperkenalkan akal sebagai salah satu instrumen yang efektif untuk mengenal al-Quran dan hadis. Ia kemudian menyusun sebuah metode tentang prinsip-prinsip tepat penggunaan akal untuk memahami agama.
Oleh karena itu, Syeikh Mufid memainkan peran mendasar dalam merumuskan prinsip-prinsip fiqih Syiah secara baku. Metode ijtihad ini adalah jalan tengah antara metode hadis Syeikh Shaduq dan metode induktif Ibnu Junaid di bidang fikih. Pedoman-pedoman istinbath (inferensi) hukum dituangkan dalam sebuah kitab berjudul al-Tadzkirah bi Ushul Fiqh. Kitab ini dikenal sebagai buku pertama yurisprudensi dalam sejarah disiplin ilmu ini.
Kita cukup menela’ah kitab Jawabat Ahl-il Musil fil ‘Adad war Ru'yah untuk memahami peran Syeikh Mufid dalam menawarkan sebuah metode yang komprehensif di bidang ijtihad dan inferensi hukum. Metode yang dipakai para ulama sekarang dalam menyimpulkan hukum dari ayat dan riwayat, benar-benar sama persis dengan metode Syeikh Mufid dalam kitabnya tersebut.
Metode istinbath Syeikh Mufid bisa ditemukan di buku-buku fiqih yang ditulis oleh para ulama kontemporer. Ini membuktikan kekuatan landasan usuh fiqh Syeikh Mufid dalam ijtihad Syiah sehingga diterima oleh semua pihak.
Jika kita ingin mengenal sepenuhnya tentang kiprah Syeikh Mufid dalam pengembangan pemikiran Syiah, maka dibutuhkan sebuah tim riset yang menguasai ilmu-ilmu Islam dan sejarah untuk menyingkap semua sisi intelektual ulama besar ini.
Kiprah lain Syeikh Mufid di bidang ilmu dan pemikiran akan kami hadirkan dalam edisi berikutnya.