ABU THALIB
Tahun gajah
Pada tahun 570 M,tentara Abisinia di bawah kepemimpinan Abrahah menyerang kota suci Makkah utuk meghancurkan Ka'bah.
Abdul Muththalib,kakek nabi kita Nabi Muhammad saw. Dan pemimpin Mekkah saat itu,segera melakukan tawaf (berkeliling) di Ka'bah,berdo'a kepada Allah SWT agar mencegah para penyerbu yang akan menghancurkan rumah suci tersebut,yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim as. dan anaknya,Nabi Ismail as.,untuk umat manusia agar menyembah Allah semata.
Allah swt mengabulkan doa Abdul Muththalib.Maka ketika pasukan penunggang gajah itu maju untuk menghancurkan ka'bah,burung Ababil yang membawa batu pada paruhnya muncul dari kejauhan.Mereka mulai menjatuhkan batu tersebut.Sehingga,para penyerbu yang ada disekitar ka'bah kocar-kacir.Oleh sebab itu,tahun itu disebut tahun gajah.
Nabi Muhammad Saw lahir pada tahun itu pula.Pada saat itu,Abu Thalib telah berumur tiga puluh tahun.
Abdul Muththalib
Abdul Muththalib, orang yang telah menggali sumur zamzam,memiliki sepuluh anak. Abdullah,ayah Nabi Saw.,adalah salah satunya.Abu Thalib,paman Nabi,adalah salah satu dari mereka.
Nabi Muhammad saw.adalah seorang yatim.Ayahnya,Abdullah,meninggal saat beliau saw.masih bayi.Ketika ibunya.Aminah,meninggal ,beliau saw.masih berumur enam tahun.
Abdul Muththalib kemudian merawat Nabi saw.Abdul Muththalib sangat sayang pada Nabi.Ia tahu bahwa cucunya itu akan menjadi seorang nabi.
Abdul Muththalib adalah seorang yang berbudi luhur.Ia mengikuti agama Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as.Ia selalu menasehati anak-anaknya untuk mengikuti jalan yang benar.
Diatas pembaringannya,saat ajalnya akan menjemput,Abdul Muththalib berpesan pada anak-anaknya,"cucuku akan menjadi seorang nabi,sehingga siapapun yang ada pada masanya harus beriman kepadanya."
Kemudian ia berpaling pada anaknya ,Abu Thalib ,dam berbisik di telinganya, "Abu Thalib,Muhammad akan menjadi orang besar.Maka dukunglah ia dengan tangan dan lidahmu.
Sang Penjaga
Nabi Muhammad saw. Berusia delapan tahun ketika kakeknya meninggal.Sehingga pamannya,Abu Thalib,yang kemudian merawat beliau.
Nama Abu Thalib sebenarnya adalah Abdul Manaf. Ibunyabernama Fathimah Ibnu Amru, dan berasal dari bani makhzum.Abu Thalib sering dipanggil dengah syekh al bat-ha.
Nabi Muhammad saw.tinggal bersama pamannya itu.Ia memperlakukan beliau saw.dengan baik.Fathimah binti Asad,istri pamannya,juga memperlakukan Nabi dengan amat baik.Ia memperhatikan beliau melebihi perhatiannya terhadap anak-anaknya sendiri. Sehingga,Nabi saw.tumbuh dalam lingkungan keluarga yang baik.
Cinta Abu Thalib dari hari kehari semakin bertambah terhadap keponakannya itu,karena beliau saw. Berlaku baik dan sopan.
Misalnya,pada saat makanan tersaji,Anak yatim itu mengambilnya dengan sopan.Lalu beliau mengucap,"Bismillaah." Ketika selesai,beliau mengucap,"Alhamdulillah."
Suatu hari,Abu Thalib tidak melihat keponakannya,Muhammad saw.sehingga ia menunda makannya dan berkata,"Tunggu sampai anakku datang!"
Ketika Nabi Muhammad saw. datang,Abu Thalib memberinya secangkir yoghurt(susu asam).Nabi Muhammad saw. meminum yoghurt di cangkir itu.Baru setelah itu,anak-anak Abu Thalib minum pula satu per satu, hingga semuanya kebagian.
Sang paman pun begitu mengagumi Nabi.sehingga ia berkata pada keponakannya itu,"Muhammad,engkau adalah seorang yang diberkati."
Kabar Gembira
Abu Thalib mendengar berita gembira dari para ahlulkitab(Yahudi dan Nasrani).Berita gembira itu adalah seorang Nabi akan datang dalam waktu dekat.Oleh karena itu ia lebih memperhatikan keponakannya.Abu Thalib tau bahwa keponakannya itu akan menjadi nabi. Sehingga,ia tidak pernah meniggalkan Muhammad sendirian.
Ketika Abu Thalib akan pergi ke Syam untuk perjalanan dagang,ia membawa Nabi Muhammad bersamanya.Saat itu Nabi Muhammad berumur sembilan tahun.
Di Basrah,sebuah kota dimana situasi jalannya penuh dengan kafilah-kafilah dagang,terdapat sebuah biara.Seorang pendeta tinggal di biara tersebut.Pendeta itu bernama Buhaira.Ia selalu mencari tahu tentang kemunculan nabi yang waktunya telah dekat.
Ketika pendeta itu melihat Muhammad saw. ,ia sadar bahwa Muhammad saw akan menjadi nabi yang dijanjikan, karena Muhammad saw. memiliki kepribadian dan tanda -tanda seorang nabi.
Pendeta itu mulai memperhatikan wajah Muhammad saw. Dengan seksama.Sementara itu,kabar gembira dari Nabi Isa as. terngiang dibenaknya. Pendeta itu bertanya pada Abu Thalib,"siapa nama anak ini ?" Abu Thalib menjawab,"namanya Muhammad."
Pendeta itu menjadi begitu merendah setelah mendengar nama tersebut. Lalu ia berkata pada Abu Thalib, "Kembalilah ke Makkah. Lindungi keponakanmu dari orang-orang Yahudi, karena ia akan menjadi orang besar!"
Abu Thalib kembali ke Makkah. Ia mencintai Nabi Muhammad. Ia pun sangat berhati-hati pada keselamatan Nabi Muhammad.
Anak Laki-laki yang Diberkati
Beberapa tahun kemudian, Makkah dan desa-desa sekitarnya kekeringan karena tidak turun Hujan .
Orang-orang datang pada syekh al Bat-ha. Mereka memintanya untuk berdoa pada Allah,memohon turunnya hujan. Mereka berkata, "Abu Thalib,lembah-lembah menjadi kering. Keluarga kami kelaparan. Jadi, berdoalah pada Allah memohon hujan."
Abu Thalib pergi.Ia mempunyai kepercayaan besar terhadap Allah. Ia menjemput keponakannya, Nabi Muhammad,bersamanya.
Abu Thalib dan Nabi Muhammad berdiri disamping ka'bah. Hati Nabi Muhammad tersentuh melihat orang-orang itu. Abu Thalib memohon pada Allah untuk menurunkan hujan deras. Muhammad saw. Melihat kelangit.
Selang beberapa waktu setelah itu, langit dipenuhi awan tebal. Kilat menyambar. Guntur bergemuruh. Dan hujan pun turun dengan derasnya.
Air hujan mengalir ke desa-desa. Orang-orang kembali kerumah masing-masing dengan bersyukur kepada Allah atas turunnya hujan. Abu Thalib pun kembali kerumahnya. Cintanya pada keponakannya bertambah besar.
Beberapa tahun telah lewat. Muhammad saw. Begitu santun. Sehingga,orang-orang menjulukinya Al Amin (orang yang dapat dipercaya).
Pendukung Mereka yang Teraniaya
Abu Thalib sangat membenci penganiayaan. Pada saat yang sama,ia juga mencintai yang teraniaya. Karenanya,Nabi Muhammad saw.sangat mencintai Abu Thalib.
Suatu hari, pecah perang antara suku Kinana dan suku Qais. Suku Qais adalah kaum penindas.
Seorang laki-laki dari suku Kinana datang pada Abu Thalib dan berkata," Wahai putra pemberi makan burung dan pemberi minum peziarah Ka'bah,jangan tinggalkan kami. Kami akan beroleh kemenangan dengan kehadiranmu."
Abu Thalib menjawab,"Aku tidak akan meninggalkan kalian bila kalian menjauhi penganiayaan,permusuhan,kekasaran dan dusta."
Dan mereka berjanji pada Abu Thalib untuk melakukannya. Sehingga, Nabi Muhammad saw.bersama pamannya membela suku Kinana.
Perserikatan Fudhuul
Beberapa orang Makkah menyerang para peziarah Ka'bah. Seorang lelaki dan anak perempuannya,dari suku Khathaam, termasuk dalam peziarah tersebut.
Seorang pemuda Makkah membawa anak perempuan itu dengan paksa.
Orang Khathaam itu berteriak,"tolong! tolong! tolong! "seorang yang sedang lewat berkata padanya," Pergilah pada perserikatan Fudhuul."
Laki-laki itupun pergi untuk menemui Abu Thalib.
Abu Thalib adalah pendiri Perserikatan Fudhuul, yaitu kesepakatan yang ditandatangani oleh para pemimpin orang-orang Makkah. Menurut kesepakatan tersebut, mereka memutuskan untuk menolong orang yang tertindas dan menghukum para penindas.
Ketika lelaki Khathaam itu datang dan meminta pertolongan,beberapa orang laki-laki mengambil pedang mereka dan pergi ke rumah laki-laki penganiaya itu. Mereka mengancam laki-laki yang membawa anak perempuan orang Khathaam itu,dan membawa anak perempuan itu kembali pada ayahnya.
Nabi Muhammad saw. Juga merupakan anggota perserikatan Fudhuul.
Perkawinan Bahagia
Abu Thalib mempunyai keluarga besar. Ia banyak mengeluarkan uang untuk membantu fakir miskin. Sehingga, ia menjadi miskin pula. Nabi Muhammad saw. Merasa bahwa ia harus membatu pamannya. Maka, Nabi Muhammad memutuskan membawa barang-barang dagangan Khadija untuk dibawa ke Syam.
Tugas itupun berhsil. Ini membuat Khadijah memikirkan Nabi Muhammad. Maka, ia meminta Nabi Muhammad untuk menikahinya.
Abu Thalib sangat bahagia dengan keputusan itu. Sehingga, ia,seluruh bani Hasyim, dan Hamzah bin Abdul Muththalib (paman Nabi Muhammad) pergi melamar Khadijah pada keluarganya. Abu Thalib berkata,"Segala puji bagi Allah yang menjadikan kami putra-putra Ibrahim dan Ismail,yang membuat rumah perlindungan dan tempat suci yang aman (Ka'bah), dan membuat negri kita terberkahi."
Kemudian ia menambahkan,"Keponakanku Muhammad Bin Abdullah adalah orang terbaik dan terbesar dari seluruh kaum Quraisy. Disamping itu, Ia lebih baik dari pada harta,karena harta bisa habis. Muhammad menyukai Khadijah dan Khadijah pun menyukai beliau. Demi Allah,Muhammad akan menjadi orang penting. Mahar Khadijah dari uangku."
Muhammad saw. Dan Khadijah pun melangsungkan pernikahan.
Beberapa tahun telah lewat. Allah memberi Abu Thalib bayi baru. Bayi itu bernama Ali.
Nabi Muhammad saw. Ingin meringankan beban pamannya untuk membawa Ali kerumahnya.
Jibril
Beberapa tahu telah lewat. Abu Thalib telah berumur tujuh puluh tahun. Sementara, Nabi Muhammad saw. berumur empat puluh tahun. Muhammad saw. Pergi ke Gua Hira setiap hari. Pada tahun itu, Malaikat Jibril turun dari langit. Nabi Muhammad saw mendengar suara Jibril,
"Bacalah ! Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, Yang mengajarkan manusia denagn perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."
Kemudian Jibril berkata,"Muhammad,engkau adalah utusan Allah dan aku Jibril."
Nabi Muhammad kembali dari Gua Hira dengan mengemban misi dari langit.
Istrinya,Khadija,mengimaninya. Sepupunya,Ali bin Abi Thalib, mengimaninya pula.
Suatu hari,Ketika Nabi Muhammad saw. Sedang menjalankan shalat dan Ali ada disamping beliau, Abu Thalib datang dan berkata dengan penuh rasa sayang," keponakanku, apa yang sedang kau kerjakan?" Nabi Muhammad saw. Menjawab," Kami sedang shalat menyembah Allah yang telah menurunkan agama Islam." Abu Thalib berkata dengan bahagia,"Tak akan ada yang mengganggumu." Kemudian ia berkata pada anaknya, Ali,"Wahai Ali, dukunglah sepupumu. Tak ada yang ia lakukan selain kebaikan."
Dalam Rumah Nabi
Setelah beberapa waktu, Jibril datang dengan membawa perintah Allah: " dan berilah peringatan kepada kerabat- kerabatmu yang terdekat."
Nabi memrintahkan Ali yang saat itu berumur sepuluh tahun untuk mengundan keluarganya, bani Hasyim. Lalu Abu Thalib, Abu Lahab, dan yang lainnya datang kerumah Nabi.
Setelah makan, Nabi Muhammad saw. Berkata,"Tidak ada seorang pemuda Arab yang membawakan kepada kaumnya seperti yang aku bawakan pada kalian. Aku bawakan kebahagiaan dunia dan akhirat untuk kalian."
Kemudian, Nabi meminta mereka untuk memeluk Islam. Abu Lahab berdiri dan berkata dengan keras,"Muhammad telah menyihir kalian ! "Abu Thalib berkata dengan marah, "Diam ! itu bukan urusanmu ! "
Abu Thalib berpaling pada Nabi Muhammad saw. Dan berkata, "Berdirilah dan katakan apa yang akan kau katakan. Sebarkan misi Tuhanmu, karena engkau adalah Al Amin (yang dapat dipercaya)."
Kemudian, Nabi Muhammad saw. Berdiri dan bekata," Tuhanku memerintahkanku untuk meminta kalian agar beriman pada-Nya. Maka, siapa yang akan mendukungku dalam misiku ini ? siapa yang ingin menjadi saudaraku, wasiku (pewarisku), dan Khalifahku sepeninggalku?"
Mereka semua terdiam.
Kemudian, Ali berkata dengan keras," Ya Rasulullah, aku."
Nabi gembira dan memeluk sepupunya yang masih mudah itu sambil mencucurkan air mata.
Seluruh bani Hasyim berdiri. Abu Lahab tertawa dan mengejek Abu Thalib," Muhammad memerintahkanmu untuk mendengarkan dan mematuhi anakmu."
Tetapi Abu Thalib tidak memedulikannya. Bahkan, Abu Thalib memandang Abu Lahab dengan marah.
Abu Thalib berkata dengan rasa sayang pada keponakannya," Laksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah. Demi Allah, aku akan mendukung dan melindungimu."
Nabi Muhammad saw. Memandang pamannya dengan rasa hormat. Nabi Muhammad saw. Merasa kuat sepanjang pemimpin Makkah itu bersamanya.
Sang Pendukung
Meskipun Abu Thalib sudah tua, ia masih kuat berdiri sebagai pendukung misi Nabi Muhammad. Ia selalu melindungi Nabi Muhammad dari kaum kafir Quraisy.
Sebagian besar orang Makkah beriman pada Allah dan tidak lagi menyembah berhala dan tidak menghiraukan ancaman para penguasa kafir Quraisy.
Suatu Hari, pemimpin-pemimpin Quraisy datang pada Abu Thalib meskipun ia sedang sakit. Mereka berkata dengan marah," Abu Thalib ! Cegahlah keponakanmu dari kami, karena ia meruntuhkan pemikiran kami dan menghina tuhan-tuhan kami ! "
Abu Thalib menjadi sedih karena kaumnya tidak ingin mendengarkan suara kebenaran. Maka, ia berkata pada mereka,"Beri aku waktu untuk berbicara padanya."
Abu Thalib menyampaikan kata-kata pemimpin-pemimpin Quraisy itu pada Nabi Muhammad saw. Nabi berkata dengan penuh rasa hormat," Paman ! Aku tidak dapat membangkan pada perintah Tuhanku."
Abu Jahal, Seorang pendengki, berkata," Kami akan berikan apapun yang dia mau dari uang kami." Lebih dari itu, kami akan jadikan ia raja diantara kami jika ia menginginkan."
Nabi saw. berkata,"Aku tidak menginginkan sesuatu kecuali satu kalimat." Abu Jahal bertanya,"Kalimat apa itu ? Kami akan berikan padamu sepuluh kali lipat dari itu." Nabi Muhammad saw. berkata," Tiada Tuhan Selain Allah."
Maka, Abu Jahal dengan penuh kemarahan berkata," Mintalah kalimat yang lain !
Rasulullah saw. berkata," Walaupun kalian bawakan aku matahari dan meletakkannya ditanganku, aku tetap tak akan meminta kalimat yang lain."
Suasana memanas. Kaum Musyrik berdiri. Merka mengancam Nabi Muhammad saw.
Abu Thalib berkata pada Nabi Muhammad saw. ,"Selamatkan jiwamu dan jangan membebaniku." Nabi menitikkan air mata lalu menjawab," Paman, demi Allah, Bila mereka letakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku agar aku melepaskan misiku ini, aku tetap tak akan menerimanya sampai Allah menolongku atau aku terbunuh karenanya.
Nabi Muhammad saw. berdiri sambil mengusap air matanya. Lalu, Abu Thalib memanggilnya dan berkata," Keponakanku, kemarilah."
Nabi Muhammad saw. menghampiri.
Pamannya menciumnya dan berkata,"keponakanku, pergi dan katakan apa yang engkau mau. Demi Allah, Aku tak akan meninggalkanmu sendiri."
Kemudian, Abu Thalib melanjutkan Syair:
Demi Allah, mereka semua tak akan menjangkaumu.
Hingga aku terbunuh.
Dan hingga aku terkubur.
Cahaya Islam
Nabi Muhammad saw. pergi menyebarkan agama baru untuk mengelurkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Sekali lagi, kaum kafir Quraisy mengancam Abu Thalib. Mereka menggunakan cara lain: "Abu Thalib, ini Amarah bin Walid (saudara Khalid bin Walid ). Ia adalah pemuda terkuat dan tertampan dari seluruh kaum Quraisy. Maka, ambil ia dan serahkan Muhammad untuk kami bunuh."
Abu Thalib merasa sedih mendengar hal itu. Ia menjawab dengan marah," Apakah kalian memberikan anak kalian untuk aku pelihara, sementara aku berikan anakku untuk kalian bunuh ? Pernahkah kalian melihat unta betina yang mengasihi anak unta lain melebihi kasihnya pada anaknya sendiri?"
Penindasan kaum musyrik semakin meningkat. Mereka mulai menyiksa orang-orang beriman. Abu Thalib khawatir mereka akan mencelakai Nabi Muhammad saw. Maka, ia mengirimkan beliau saw. ke bani Hasyim. Ia meminta mereka untuk melindungi dan menyelamatkan Nabi Muhammad saw. Mereka menerimanya, kecuali Abu Lahab.
Abu Thalib mendengar bahwa Abu Jahal dan beberapa orang kafir berusaha membunuh Nabi Muhammad Saw.
Maka ia dan anaknya, Ja'far, pergi ke lembah-lembah sekitar Makkah untuk mencari Nabi Muhammad saw. kesana kemari.
Akhirnya, ia dan Ja'far menemukan Nabi sedang salat. Pada saat yang bersamaan, Ali pun menunaikan salat di samping kanan Nabi.
Mereka sedih melihat tak ada seorang pun disana bersama Nabi Muhammad saw. kecuali Ali. Walaupun demikian, Abu Thalib ingin membesarkan hati keponakannya. Ia berpaling pada anaknya, Ja'far, dan berkata,"lengkapilah sayap sepupumu."yaitu salat disamping kiri Nabi untuk memunculkan keteguhan hati, kekuatan, dan kepercayaan diri. Ja'far berdiri bersama Nabi Muhammad saw. dan saudaranya, Ali, untuk salat menyembah Allah, pencipta langit dan bumi, Tuhan alam semesta.
Kembali, Abu Thalib merindukan Nabi Muhammad saw. Ia menantikan kepulangannya. Tapi Nabi tak kunjung kembali. Maka ia pergi untuk mencari Nabi. Ia datangi tempat yang sering dikunjungi Nabi. Namun, ia tak menemukan beliau.
Maka, Abu Thalib kembali, mengumpulkan bani Hasyim dan berkata,"Setiap dari kalian harus membawa sebatang besi. Sekarang ikuti aku. Saat aku masuk kedalam mesjid, setiap dari kalian harus duduk di samping pemimpin Quraisy. Ia harus membunuhnya bila ternyata Muhammad telah dibunuh."
Para pemuda bani Hasyim mematuhi Abu Thalib. Setiap dari mereka duduk di samping para orang kafir tersebut.
Abu Thalib duduk menunggu kedatangan Nabi Muhammad saw. Tak lama kemudian, Zaid bin Harits datang dan mengatakan bahwa Nabi selamat.
Kemudian, Abu Thalib mengumumkan rencananya untuk menghukum orang yang berusaha menyakiti Nabi Muhammad saw. Kaum musyrik menjadi ciut nyalinya. Abu Jahal pun terdiam. Wajahnya menjadi pucat ketakutan.
Beberapa orang musyrik mendesak anak-anak dan budak- budak mereka untuk menyakiti Nabi Muhammad Saw.
Suatu hari, Nbi sedang menunaikan salat. Lalu datang seorang pemuda, ia melemparkan kotoran pada Nabi Muhammad saw. Pemuda itu mulai tertawa terbahak-bahak. Nabi Muhammad saw. merasa sedih. Maka, ia pergi menemui pamannya dan mengatakan perlakuan buruk pemuda itu.
Abu Thalib menjadi sangat marah. Ia menghunus pedangnya dan mendatangi kaum musyrik itu. Lalu ia memerintahkan anaknya untuk melemparkan kotoran kewajah mereka. Mereka berkata, "Abu Thalib, cukup!"
Boikot
Ketika kaum musyrik tahu bahwa Abu Thalib tidak meninggalkan Nabi Muhammad saw. sendirian dan bahwa ia rela mati untuk Nabi, mereka memutuskan untuk mengumumkan pemboikotan terhadap bani Hasyim, mereka memutuskan semua hubungan dengan bani Hasyim.
Pada bulan Muharram, tujuh tahun setelah kenabian, lima puluh orang pemimpin Quraisy menandatangani surat pemboikotan dan menempelkannya di tembok Ka'bah.
Kaum Quraisy berharap Abu Thalib menyerah. Tetapi, Abu Thalib bersikap sebaliknya.
Abu Thalib membawa seluruh sukunya ke lembah diantara dua bukit, untuk melindungi Nabi Muhammad Saw dari pembunuhan. Ia selalu berkunjung ke lembah itu untuk menutup peluang musuh yang mungkin melewati tempat itu untuk membunuh Nabi Muhammad saw. pada malam hari.
Abu Thalib, seorang tua yang kuat, dan saudaranya Hamzah, serta beberapa laki-laki bani Hasyim selalu bergantian satu per satu menjaga Nabi pada malam hari. Abu Thalib selalu memindahkan tempat tidur Nabi dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menyembunyikan beliau saw.
Hari-hari dan bulan-bulan telah lewat. Mereka yang diboikot itu berada dalam pengasingan total. Mereka menderita kelaparan. Ketika waktu ziarah Ka'bah datang, mereka pergi keluar dari lembah untuk membeli makanan dan pakaian.
Orang-orang kaya Quraisy yang kejam di Makkah selalu membeli seluruh jenis makanan untuk mencegah orang-orang yang diboikot itu membelinya.
Selama masa duka itu, Abu Thalib semakin kuat laksana gunung. Ia selalu mendampingi Nabi Muhammad Saw Ia tak merasa takut. Ia adalah mukmin sejati.
Abu Thalib mencintai Nabi Muhammad Saw melebihi anaknya sendiri. Terkadang ia memandang Nabi seraya menitikkan air mata dan berkata," Bila aku memandangmu, aku selalu teringat pada saudaraku, Abdullah (ayah Nabi)."
Suatu malam, Abu Thalib datang dan membangunkan Nabi Muhammad saw. Ia berkata pada anaknya, Ali, yang pada saat itu berumur delapan belas tahun, "anakku, tidurlah di tempat tidur Nabi Muhammad." Untuk mengetahui kesetiaan ayahnya pada Nabi Muhammad Saw, Ali berkata," Tetapi, nanti aku akan terbunuh." Ayahnya menjawab," Bersabarlah!" Ali berkata dengan tegas, "Aku tak takut mati. Aku ingin ayah mengetahui dukunganku pada Muhammad."
Abu Thalib menepuk punggung Ali. Ia membawa Nabi Muhammad saw. ke tempat yang aman untuk tidur di sana.
Ketika Nabi Muhammad saw. pergi tidur, Abu Thalib pun tidur.
Berbulan-bulan telah lewat. Kesabaran dan kelaparan mereka yang diboikot itu pun meningkat. Mereka makan apa saja yang masih tertinggal di pohon-pohon. Nabi saw. merasa kasihan pada anak-anak yang kelaparan.
Berita Gembira
Suatu hari, Nabi Muhammad saw. datang pada pamannya. Nabi dipenuhi rasa gembira. Nabi berkata padanya," Paman, Tuhanku memerintahkan rayap memakan surat pemboikotan. Semuanya termakan kecuali nama Allah." Abu Thalib berkata dengan gembira,"Apakah Tuhanmu mengatakan itu padamu?"Nabi saw. menjawab,"Ya."
Hati Abu Thalib dipenuhi dengan keyakinan. Maka, Abu Thalib berdiri dan pergi menuju Darul Nadwa, dekat Ka'bah, dimana para pemimpin Quraisy duduk.
Abu Thalib menyeru mereka, "Wahai kaum Quraisy! "Mereka berdiri untuk menghormati orang tua itu. Mereka mendengarkan kata-katanya. Mereka mengharap ia menyerah kalah karena pemboikotan itu. Tetapi Abu Thalib berkata,"Wahai kaum Quraisy, keponakanku Muhammad mengatakan padaku bahwa Allah memerintahkan rayap memakan surat pemboikotan kalian. Maka habislah semuanya kecuali nama Allah. Jika ia benar, maka berakhirlah pemboikotan ini." Abu Jahal berkata,"Dan bila ia berbohong?" Abu Thalib menjawab," Aku yang akan bertanggungjawab atas ucapan keponakanku." Para pemimpin Quraisy menjawab,"Baiklah."
Mereka membuka pintu Ka'bah. Mereka menemukan rayap melahap habis surat itu kecuali nama Allah.
Pengepungan terhadap bani Hasyim di lembah pun berakhir. Nabi saw. dan semua keluarganya mulai menyebarkan islam pada peziarah yang datang ke rumah suci Allah.
Wafat
Abu Thalib telah berusia lebih dari delapan puluh tahun. Ia menjadi sakit-sakitan. Sehingga ia harus selalu berada di tempat tidur. Tidak ada yang dia pikirkan kecuali Nabi Muhammad saw. Ia tahu, bila ia wafat nanti, orang-orang Quraisy tak akan segan-segan membunuh keponakannya itu.
Para pemimpin Quraisy mendatangi Abu Thalib. Mereka berkata, "Abu Thalib, kau adalah pemuka dan pemimpin kami. Dan kau pun sedang menjelang ajal. Maka, akhiri segala permusuhan antara keponakanmu denagn kami. Katakan padanya untuk berhenti pula menyakiti kami. Maka kami akan berhenti pula menyakitinya. Maka kami akan membiarkan kami dengan agama kami. Maka kami akan membiarkannya dengan agamanya."
Abu Thalib memandang Abu Jahal, Abu Sufyan, dan para pemimpin Quraisy yang lain. Ia berkata pada mereka dengan lirih," Bila kalian mendengarkan kata-kata Muhammad dan mematuhi perintahnya, maka kalian akan bahagia. Oleh karena itu, patuhilah ia dan dapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat."
Kaum kafir itu berdiri. Abu Jahal berkata dengan marah," Apakah kau menginginkan kami menjadikan Tuhan kami satu?"
Abu Thalib sedih melihat mereka. Ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Nabi Muhammad saw. Maka, ia mengundang bani Hasyim dan meminta kesediaan mereka untuk mendukung Nabi Muhammad saw. apa pun resikonya. Mereka semua mematuhinya. Kemudian Abu Thalib menutup mata untuk selama-lamanya.
Syekh al Bat-ha tak bergerak. Ia telah meninggalkan dunia.
Anaknya, Ali, meneteskan air mata duka. Tangisan sedih menyebar ke seluruh Makkah. Namun, kaum kafir justru gembira mendengar kewafatannya.
Abu Jahal berkata dengan marah,"Sudah saatnya aku membalas dendam pada Muhammad."
Nabi Muhammad saw. datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Nabi mencium kening Abu Thalib yang cemerlang dan berbisik dengan sedih," Paman, semoga Allah merahmatimu. Kau mengajarku ketika aku kecil, Menjagaku ketika aku menjadi yatim, dan mendukungku ketika aku dewasa. Semoga Allah memberi ganjaran yang melimpah kepadamu."
Lalu air mata beliau saw. semakin deras mengalir. Nabi mulai teringat kembali masa-masa kecil bersama pamannya yang baik hati itu. Nabi lalu memeluk sepupunya, Ali. Mereka pun menangis bersama.
Tahun Nestapa
Hanya beberapa minggu setelah wafatnya Abu Thalib, Khadijah, istri Nabi Muhammad Saw, meninggal dunia pula. Sehingga, Nabi Muhammad menamakan tahun itu sebagai Tahun Kesedihan atau "Amul Huzn.
Orang-orang quraisy semakin ganas menindas Nabi Muhammad saw. dan para pengikut beliau.
Sementara Fathimah, putri Nabi, membersihkan kepala ayahnya sambil menitikkan air mata. Nabi menepuk kepala Fathimah dan berkata," Anakku jangan menangis. Allah akan menyelamatkan Ayahmu. Dia akan melindungi ayahmu dari musuh-musuh agama dan misi-Nya."
Jibril turun ke bumi membawa perintah Allah. Ia berkata," Muhammad saw. pergilah dari Makkah. Pendukungmu telah meninggal."
Ketika orang-orang Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad saw., Ali bin Abu Thalib menggantikan Nabi saw. untuk tidur di tempat tidur beliau saw. Ia bersedia mati untuk Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw. prgi menuju Yatsrib (Madinah). Dari sanalah cahaya Islam mulai menerangi dunia.
Ketika kaum muslim prgi berkunjung ke rumah suci Allah (Ka'bah) setiap tahunnya, Mereka mengenang sikap Abu Thalib yang selalu membela agama Allah.
Muhammad Rasulullah, dan orang-orang yang bersamanya, bersikap tegas terhadap kaum kafir dan berkasih sayang diantara mereka." (Q.S.al Fath:29).[]