Antara Perempuan, Tangisan dan Jihad Hawa Nafsu
  • Judul: Antara Perempuan, Tangisan dan Jihad Hawa Nafsu
  • sang penulis:
  • Sumber: islaminesia
  • Tanggal Rilis: 17:45:10 1-9-1403

Setiap manusia di dunia pasti punya pengalaman menangis, baik itu laki-laki maupun perempuan. Faktor yang menyebabkan manusia menangis juga bervariatif tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Menangis adalah respons alami terhadap perasaan (emosi jiwa) manusia baik dalam keadaan menderita, merasakan kasih sayang, dan merasakan empati. Profesor Trimble, seorang ahli saraf dari University College London Institute of Neorology mengemukakan bahwa menangis dengan melibatkan emosi ini muncul pada manusia sebagai titik balik terhadap evolusi. Ia percaya bahwa munculnya tangisan emosional terhubung dengan kesadaran diri dan pengembangan teori pikir.
Menangis pada manusia lebih kompleks dibanding pada hewan. Pada hewan, tampaknya air mata sebagai fungsi biologis. Sedangkan pada manusia saat menangis ada banyak emosi yang terlibat. Sehingga selain mengambil fungsi biologis juga ada fungsi nonbiologis yaitu sebagai bentuk ibadah. Dalam hal ini, perempuan memiliki potensi yang lebih besar untuk mengerluarkan air mata baik secara fungsi biologis maupun nonbiologis dibandingkan dengan laki-laki.
Seperti apa menangis jika dikaitkan dengan ibadah? Apakah ada perbedaan potensi antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini?
Secara biologis, air mata dibutuhkan untuk menjaga bola mata agar tetap lembab dan mengandung protein serta zat lain. Ini digunakan supaya bola mata tetap sehat dan melawan infeksi. Erlina mengemukakan bahwa perempuan lebih banyak menangis dari pria sebab wanita memiliki kadar prolaktin lebih tinggi dari pria. Prolaktin adalah hormon yang berhubungan dengan produksi air mata dan ASI, hormon tersebut membantu mengatur produksi air mata dan berpengaruh terhadap frekuensi menangis wanita. Kondisi ini berlaku setelah sampai pada masa pubertas, sekitar usia 12-18 tahun, perempuan akan memproduksi prolaktin 60% lebih banyak dari laki-laki sehingga perempuan menangis 4 atau 5 kali lebih banyak dari laki-laki (kolomsehat.com). Hal ini diperkuat dengan penelitian ilmiah tentang fenomena menangis oleh German Society of Ophathalmology yang hasilnya bahwa, wanita menangis kurang lebih sebanyak 30 hingga 64 kali per tahun. Sementara pria menangis hanya enam hingga 17 kali selama setahun.
Jika ditinjau dari fungsi nonbiologisnya, menangis erat kaitannya dengan mendekatkan diri kepada sang Pencipta sebagai kunci meraih derajat ketaqwaan. Menangis kemudian menjadi sarana setiap hamba untuk mendekatkan diri, juga sebagai “senjata” dalam latihan spiritual. Dikatakan senjata, sebab untuk dekat kepada-Nya harus dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganNya. Sementara hal tersebut tidak akan mampu dilakukan jika kekuatan yang mendominasi dalam diri adalah kekuatan hawa nafsu. Sehingga untuk melawan musuh internal (perang melawan hawa nafsu) dibutuhkan “tangisan/rintihan” bukan dengan senjata-senjata yang terbuat dari besi.  Olehnya itu, yang dapat memerangi hawa nafsunya hanyalah orang yang jiwanya senantiasa hidup bersama doa dan munajat yang bersenjatakan tangisan. Sebagaimana digambarkan oleh Ali Bin Abi Thalib dalam sebuah doa “ Dan senjatanya adalah tangisan”. Dalam al-Quran surah Al Israa: 109, juga dijelaskan tentang menangis sebagai senjata ampuh untuk mendidik jiwa dan membersihkan hati.
“Dan mereka bersujud sambil menangis dan maka bertambahlah atas mereka perasaan khusyu’”
Selanjutnya, dalam Surat Maryam: 58
“…apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”
Adanya perbedaan fungsi biologis yang dimiliki laki-laki dan perempuan  juga sejalan dengan menangis dalam pandangan Islam. Menurut Sayyid Jawudi Amuli, perempuan diberi Allah potensi tangisan/rintihan lebih besar dari pria dalam upaya mendekatkan diri kepadaNya. Beliau mengilustrasikan potensi tersebut sebagai berikut.
“sebuah negara yang belum memiliki persenjataan cukup dalam menghadapi sebuah peperangan, tentunya terlebih dahulu para pemimpin negara tersebut harus melengkapi kekuatan mereka dengan berbagai jenis senjata yang memadai dan menggunakannya pada tempatnya, sedangkan negara lain yang mapan dalam hal ini persenjataan, tugas mereka adalah bagaimana memanfaatkan persenjataan-persenjataan semaksimal mungkin”.
Begitupula dengan kaum perempuan yang telah memiiki potensi yang cukup, dalam hal kemampuan menangis dan merintih untuk menghadapi jihad akbar (melawan hawa nafsu) mesti mengoptimalkan fungsinya. Bagi kaum pria, boleh jadi potensi ini mereka miliki tetapi tidak begitu besar sehingga mereka harus berupaya memaksimalkan potensi ini terlebih dahulu, kemudian berusaha menggunakan dan mengoptimalkannya dengan baik dan benar.
Makanya tidak sedikit orang yang menghadiri majelis belasungkawa mengenang para syuhada, tetapi hati mereka tidak tersentuh, mereka tidak dapat menangis. Mengapa demikian? Karena mereka tidak memiliki kelembutan hati, dan kelembutan hati ini tidak dimiliki setiap orang. Oleh karena itu, modal utama dalam jihad akbar adalah tangisan, dan tangisan lekat dengan seseorang yang hatinya cepat merasa iba dan terharu. Potensi tersebut tentunya diberikan Tuhan kepada semua makhlukNya, namun lebih kuat pada diri perempuan.
Dalam doa Abu Hamzah al-Tsimali yaitu doa yang diajarkan Ali Zainal Abidin kepada sahabatnya Abu Hamzah, terdapat sebuah ungkapan yang berbunyi” Ya Allah anugerahi aku agar aku dapat menangisi diriku”. Artinya tolonglah aku agar dapat memahami yang terbaik dan merintih dengan rintihan yang terbaik. Jika air mataku telah habis maka tolonglah aku agar dapat mengeluarkan kembali air mataku karena rintihan adalah satu-satunya senjata yang dapat digunakan dalam jihad akbar. Dan kemampuan merintih tersebut pada perempuan ditemukan lebih banyak dibanding pria.
Jika potensi tersebut lebih banyak pada perempuan, apakah semuua tangisan dan rintihan perempuan dikategorikan sebagai ibadah?
Modal utama yang dimiliki perempuan adalah potensi ketertarikannya kepada Dzat Yang Maha Indah, dan kemampuan bermunajat kepadaNya melebihi kaum pria. Apabila pengetahuan ini benar-benar disadari oleh kaum perempuan lalu mereka beramal dengannya, maka semua anugerah yang diberikan Tuhan kepada perempuan bisa diaktualkan sebagaimana mestinya. Benar bahwa kecantikan adalah modal bagi perempuan, tetapi harus digunakan pada tempatnya dengan senantiasa menggunakan hijab. Namun, kecantikan perempuan yang hakiki adalah ketertarikannya terhadap keindahan Murni yaitu Allah SWT.
Begitu pula dengan tangisan, rintihan, dan kelembutan hati, dimana potensi ini harus digunakan? Terkadang orang memiliki senjata , tetapi tidak digunakan untuk berperang melawan musuh, melainkan memukul batu. Hal serupa terjadi pada orang yang menangis, terkadang dia menangis tapi tangisannya hanya untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Hatinya lembut dan mudah tersentuh serta memiliki kemampuan merintih dan menangis. Namun, dia merintih bukan pada tempatnya. Sementara Islam menganjurkan agar manusia menggunakan potensi tersebut pada tempatnya. Yang perlu dipahami bahwa, tangisan yang diperintahkan adalah tangisan saat memanjatkan doa dan munajat kepada Allah, bukan menangis terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat. Apalagi untuk menangisi dunia dan perhiasannya. Karena potensi yang digunakan bukan pada tempatnya itu merupakan kezhaliman.
Oleh karena itu, sebagai makhluk yang diberikan potensi lebih besar untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan cara bermunajat, air mata dan rintihan, sudah selayaknya kaum perempuan lebih mengaktualkannya.
Terakhir, tentang menangis Rasulullah SAW pernah bersabda: “Mata yang beku dan tidak mampu menangis adalah karena hati orang itu keras, dan hati yang keras adalah karena menumpuknya dosa yang telah diperbuat. Banyaknya dosa yang dibuat seseorang adalah karena orang tersebut lupa mati, sedangkan lupa mati datang akibat panjangnya angan-angan. Panjang angan-angan muncul karena terlalu cinta pada dunia, sedangkan terlalu mencintai dunia adalah pangkal segala perbuatan dosa.”