Imam Baqir as berkata: “Pada zaman Nabi Uzair as (nama beliau terdapat dalam al-Qur’an, dalam surat al-Baqarah dan at-Taubah ayat 30) terdapat seorang Hakim Agung yang memiliki hubungan sangat erat dengan raja. Sayangnya, ia sangat mata keranjang. Ia telah mendengar dari istrinya bahwa istri salah satu saudaranya sangat cantik (makanya kenapa agama melarang kepada seorang istri untuk tidak menceritakan keadaan -yang berhubungan dengan penampilan fisik- kepada suaminya, karena mungkin saja hal tersebut dapat menjerumuskan suami berbuat dosa). Sewaktu mendengar bahwa istri salah satu saudaranya sangat cantik, tersirat rasa penasaran untuk melihatnya.
Ketika istri saudaranya mendengar bahwa Hakim Agung mata keranjang, maka ia berusaha sedapat mungkin untuk selalu menjauhinya. Sampai akhirnya pada suatu hari raja mengutarakan kepada Hakim Agung bahwa ia memerlukan seorang duta untuk ditugaskan di sebuah kota atau negeri, seraya berkata: “Wahai Hakim Agung, apakah engkau dapat memperkenalkan kepadaku seseorang untuk menjadi duta?”. Hakim menjawab: “Ya, ia adalah saudaraku, tidak ada yang lebih baik darinya”. Saudaranya telah mengetahui bahwa Hakim Agung mata keranjang, tetapi karena diiming-imingi bayaran yang berjumlah banyak akhirnya iapun menerima tawaran tersebut untuk menjadi duta.
Hari kedua dari kepergian saudaranya, Hakim Agung mendatangi rumah saudaranya, sesampai di rumahnya lalu ia mengetok pintu. Dan dari dalam rumah terdengar suara seorang perempuan bertanya: “Siapa?”. “Saya Hakim Agung”, jawabnya. Perempuan kembali bertanya: “Ada perlu apa?”. “Saya datang untuk menengok istri saudaraku”, jawab Hakim Agung. Perempuan kembali berkata: “Silahkan anda datang kemari ketika suamiku telah datang. Saya perempuan bukan mahram-mu sehingga tidak diizinkan untuk memasukkan anda ke dalam rumah. Dan Anda sebagai seorang Hakim Agung pasti tidak suka berbuat dosa”. Sewaktu Hakim Agung menyaksikan istri saudaranya sangat tegas, akhirnya ia pergi meninggalkan rumah tersebut.
Empat hari setelahnya, Hakim Agung kembali mendatangi rumah saudaranya dan berkata: “Saya datang untuk menengok istri saudaraku”. Perempuan berkata: “Istri saudaramu?, memangnya ada urusan apa dengan istri saudaramu? Saya tidak mengerti, apakah Anda suamiku?”. Hakim kembali bertanya: “Apakah engkau tidak ada perlu?”. Perempuan menjawab: “Apabila saya ada perlu, terdapat orang yang dapat menolongku. Saya tidak ingin merepotkan Anda”. Perempuan tersebut tidak membuka pintu dan berkata dari balik pintu.
Sewaktu Hakim tidak berhasil melakukan niat jahatnya, akhirnya ia mencari tipu muslihat lain dan kembali mendatangi rumah saudaranya sambil tergopoh-gopoh, kemudian ia mengetuk pintu dan berkata: “Tolong bukakan pintu, tolong bukakan pintu…!?”. Perempuan bertanya: “Ada apa?”. “Cepat, tolong bukakan pintu, cepat tolong bukakan pintu, saya ingin pergi ke WC…!?”, kata Hakim Agung. Kemudian perempuan membuka pintu dan mempersilahkannya masuk. Hakim pergi ke WC dan kembali seraya berkata: “Sebenarnya ada satu hal yang ingin saya utarakan kepadamu”. “Saya menginginkan Anda tidak mengatakan apa-apa. Anda telah kembali dari wc, pintupun terbuka, silahkan keluar!”, sahut perempuan muda itu dengan tegas. Hakim Agung kembali bertanya: “Tahukan Anda siapakah saya? Saya adalah Hakim Agung ”. “Siapapun diri Anda, apakah Anda datang kemari untuk menyalahgunakan kedudukan anda? Saya bukan orang yang bersalah sehingga harus takut pada Anda. Dan sayapun tidak mempunyai masalah, sehinggga Anda kujadikan perantara untuk menyelesaikan masalahku (nepotisme)”, ujar perempuan.
“Apabila engkau tidak melayaniku maka saya akan membuatmu celaka”, ancam Hakim. “Jika sedetik lagi Anda tinggal di sini, maka saya akan berteriak sehingga semua orang tahu siapa dirimu dan akhirnya harga dirimu akan jatuh di hadapan masyarakat”, jawab perempuan kembali mengancamnya. Hakim kembali berkata: “Anda telah mengusirku?”. “Ya, pergilah, pergilah dari sini”, sahut perempuan itu. Kemudian Hakim keluar dari rumah sambil menutup pintu dengan keras. Ia pergi menuju istana raja. Sewaktu raja melihatnya dalam keadaan murung, kemudian ia bertanya: “Apa yang telah terjadi? Kenapa Anda murung?”. “Tidak ada apa-apa, hanya sedikit masalah keluarga”, jawab Sang Hakim. Namun raja terus memaksanya untuk menjelaskan kepadanya. Akhirnya ia berujar: “Istri saudaraku telah menghianati kami. Ia telah menyeleweng dengan seorang laki-laki lain”. “Apa, ia telah berkhianat?”, tanya raja kaget. “Ya”, jawab Sang Hakim. “Harus diberi pelajaran dia”, ujar raja. “Ya, benar”, sahut Hakim bersemangat.
Keesokan harinya, raja memerintahkan untuk menangkap perempuan itu dan dibawa ke hadapannya. Perempuan muda itu bertanya: “Ada apa Tuan raja?”. “Engkau telah mengkhianati dutaku”, jawab raja. Dikala itu, perempuan melihat Hakim dari kejauhan yang sedang memandang kepadanya dengan penuh perasaan puas. Perempuan kembali berkata: “Siksalah diriku tuan!? Namum saya katakan lagi, bahwa saya tidak bersalah. Saya rela menyerahkan jiwa dan raga untuk disiksa. Tetapi saya tidak akan pernah menyerahkan kesucian dan kehormatanku”. Berdasarkan keputusan raja akhirnya perempuan diberi hukuman rajam (diletakan di sebuah lubang dan kemudian ditutup tanah dalam posisi berdiri hingga lehernya, dan orang-orang melemparinya dengan batu .red).
Pada sore hari, ketika kepala perempuan itu telah dipenuhi dengan batu, orang-orang mengira ia telah meninggal. Kemudian mereka meninggalkannya dan berencana akan menguburkannya pada keesokan harinya.
Imam Baqir as berkata: “Perempuan tersebut tidak mati. Pada tengah malam ia berusaha mengeluarkan diri dari lobang dan lari untuk menyelamatkan diri dengan tubuh yang dipenuhi luka. Ia berjalan sampai akhirnya tidak sadarkan diri. Ia telah diselamatkan oleh seorang rahib (orang yang selalu beribadah .red). Ketika sadar, ia sangat kaget seraya bertanya: “Dimanakah saya?”. “Ini tempat ibadah”, jawab rahib. “Engkau telah menyelamatkanku. Apa yang dapat saya lakukan untuk membalas kebaikan tuan?”, tanyanya kembali. “Saya sudah tua dan tidak berniat untuk menikah lagi, Akan tetapi saya memiliki anak-anak kecil sementara ibu mereka telah meninggal dunia. Jadilah engkau ibu bagi mereka. Selain itu aku mmepunyai pembantu yang akan membantumu pekerjaanmu”, kata rahib lanjutnya.
Imam Baqir as berkata: “Namun sayangnya ternyata pembantu laki-laki tersebut pun bermata keranjang. Pada suatu hari, ia mengajak perempuan muda nan cantik jelita itu untuk melakukan perbuatan mesum. Mendengar ajakannya, perempuan itupun tertawa. “Kenapa engkau tertawa?”, tanya sang pembantu. “Nasibku sampai di sini karena saya tidak ingin berbuat mesum”, katanya lirih. “Akan kulempar engkau dengan batu jika tidak mau melayaniku”, ancam pembantu. Perempuan kembali tertawa seraya berkata: “Saya telah dilempari beribu-ribu batu. Apakah saya harus takut hanya dengan satu batu saja”, tegasnya. Ternyata benar, pembantu itu melemparnya dengan batu. Namun batu itu mengenai anak rahib yang akhirnya menyebabkannya meninggal dunia karena lemparan batu tersewbut. Mendengar hal itu Rahib sangat marah sekali. Pembantu melemparkan perbuatannya itu kepada sang perempuan muda. Dan akhirnya rahib pun mengusirnya. Sebelum pergi, perempuan kembali berkata: “Sumpah demi Tuhan, saya tidak melakukannya tuan”. “Enyahlah engkau dari sini! Saya tidak ingin melihatmu lagi! Apakah saya harus mempercayai ucapanmu yang baru tinggal di sini dan tidak mempercayai ucapan pembantuku yang sudah bertahun-tahun tinggal di rumahku?!”, ujar sang rahib.
Akhirnya perempuan itu pergi meninggalkan rumah sang rahib dengan dibekali uang sejumlah 120 dinar. Ia berjalan hingga sampai di sebuah kota. Di kota tersebut ia menyaksikan seorang laki-laki yang digantung setengah badan sedang berteriak-teriak meminta tolong. Rasa penasaran membuat perempuan bertanya: “Kenapa ia diperlakukan seperti itu?”. “Pengadilan telah memberikan hukum seperti itu bagi yang tidak dapat membayar hutang, hingga ada orang yang merasa belas kasihan dan membayari hutangnya”, jelas orang-orang. “Berapa jumlah hutangnya?”, tanyanya lagi. “120 Dinar”, jawab orang-orang. Kemudian perempuan mengeluarkan uang yang dimilikinya untuk membayar hutang laki-laki tersebut. Setelah bebas, laki-laki itu berterima kasih kepada perempuan seraya bertanya: “Engkau dari mana?”. “Saya sendirian dan asing di kota ini”, jawab perempuan tersebut. Ketika laki-laki mengetahui perempuan itu asing dan sendirian, akhirnya ia memiliki pikiran jahat. Tanpa sepengetahuan perempuan muda tadi, ia telah menjual perempuan tersebut ke tempat jual-beli para budak.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba pembeli budak mengikat tangannya. “Lepaskan saya”, ujar perempuan itu. “Bukankah engkau seorang budak? Saya telah membelimu dari laki-laki itu”, tanya pembeli budak. Mendengar hal itu, kemudian perempuan menatap ke arah langit dan berguman: “Ya Tuhan, sungguh mengherankan orang-orang ini, diselamatkan malah seperti ini balasannya”.
Imam Baqir as berkata: Kala itu, di pelabuhan terdapat dua kapal. Satu kapal barang dan satunya lagi kapal penumpang. Pembeli budak menempatkan perempuan di kapal barang, karena kecantikannya sehingga ia takut perempuan itu diganggu oleh para penumpang. Perempuan itu menempati kapal barang. Tetapi di tengah perjalanan, kapal itu berhadapan dengan badai dan topan laut. Kapal oleng dan akhirnya perempuan dengan kapalnya terdampar di sebuah pulau, sementara penumpang lainnya tenggelam. Perempuan itu akhirnya tinggal di pulau tersebut. Bertahun-tahun lamanya ia beribadah kepada Kekasih Sejatinya (Allah SWT) di pulau tersebut”.
Imam Baqir as berkata: Tuhan mewahyukan kepada Nabi Uzair as bahwa, Ia akan menurunkan azab bagi kaumnya. Nabi Uzair as menyampaikan kabar tersebut kepada kaumnya. Kaumnya meminta kepadanya untuk memohonkan kepada Tuhan agar menangguhkan azab-Nya tadi. Tuhan mewahyukan kepada Nabi Uzair as bahwa azab itu tidak akan dapat ditangguhkan kecuali jika mereka dimaafkan oleh salah seorang hamba-Nya yang tinggal di sebuah pulau. Kemudian mereka berbondong-bondong pergi ke pulau tersebut hingga akhirnya mereka menemui seorang perempuan yang sangat bercahaya wajahnya dan memiliki kharisma yang terpancar darinya. Satu persatu dari mereka meminta maaf kepada perempuan tersebut. Namun tidak seorangpun mengetahui siapa perempuan tadi. Raja berkata: “Saya dulu telah merajam seorang perempuan muda yang tidak bersalah, karena saya tidak mengira Hakim Agungku seperti itu. Maka mohonkan kepada Tuhan agar Ia sudi memaafkanku”. Perempuan itu berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah dia!?”. Tiba giliran Hakim Agung berkata: “Aku bukanlah orang yang baik. Aku telah menuduh istri saudaraku yang baik dan taat itu. Maka mohonkan kepada Tuhan agar Ia memaafkanku”. “Ya Tuhanku, ampunilah ia”, doanya. Kemudian datanglah seorang rahib sambil berkata: “Aku tidak mengetahui jika pembantuku telah berpikiran busuk. Aku telah mengusir seorang perempuan yang tidak bersalah. Maka mohonkan dari Tuhan agar memaafkanku”. “Ya Tuhanku, ampunilah ia”, doanya. Kini giliran pembantu rahib datang sambil berkata: “Saya telah menuduh perempuan tidak bersalah dengan tuduhan membunuh. Mohonkan kepada Tuhan agar memaafkanku”. “Ya Tuhanku, ampunilah ia”, doanya”.
Akhirnya tiba giliran laki-laki yang telah dibayarkan semua hutangnya tadi. Ia datang seraya berkata: “Saya telah menjual perempuan asing dan sendirian itu, dan telah merusak kehormatannya sebagai seorang yang baik. Maka mohonkan kepada Tuhan agar sudi memaafkanku”. “Ya Tuhan, janganlah Engkau ampuni penjual kehormatan seorang perempuan ini!”, doa sang perempuan. Setelah itu, bumi pun terbelah dan laki-laki tersebut masuk ke dalamnya dan akhirnya binasa. Setelah menyaksikan kejadian itu, mereka yang datang ke pulau itu berkata: “Wahai tuan, silahkan datang ke kota kami, istana tersedia untuk tuan”. “Tidak usah repot-repot. Azab tidak jadi diturunkan kepada kalian. Silahkan pergi dari pulau ini!?”, jawab sang perempuan. Mereka kembali bertanya: “Tuan, siapakah Anda sebenarnya?”. “Aku adalah perempuan yang telah kalian zalimi itu. Aku telah mengatakan bahwa tidak bersalah, namun tipu daya syetan telah menguasai diri dan jiwa kalian. Sekarang pergilah kalian semua dari sini!”.
[ED, sumber: Karamat wa Hikayat Asyiqane- Khuda, Jibrail Haji Zadeh, jil 2, hal 218-228]