Sekelompok perempuan muda Muslim Malawi telah meluncurkan sebuah inisiatif baru untuk mempromosikan pentingnya kesopanan di negara Afrika Selatan dan melawan stereotip serta diskriminasi terhadap anak perempuan yang mengenakan jilbab Islam.
"Sejak munculnya demokrasi sekitar dua puluh tahun lalu hingga kini, standar berpakaian kalangan perempuan dan anak perempuan dari keyakinan agama yang beragam telah turun. Ada ketidaksenonohan dalam gaya berpakaian mereka yang bisa mengundang kepada diri mereka sendiri berbagai tantangan termasuk pelecehan seksual," ujar Summayah Lemani, pendiri gerakan Hijab Sisters of Malawi kepada OnIslam.net.
"Oleh karena itu kami telah mengambil inisiatif ini untuk mempromosikan pentingnya kesopanan di kalangan perempuan Muslim dan pada saat yang sama mengurangi tingkat risiko perempuan untuk mengekspos diri, jika mereka tidak berpakaian dengan benar," tambahnya.
Menurut Lemani, peluncuran inisiatif baru itu tidak terbatas pada sekadar untuk mempromosikan jilbab dan kesopanan. Namun, baginya, ada tujuan lain yang tidak kalah penting, yakni untuk mengoreksi kesalahpahaman yang berkaitan dengan jilbab Islam—yang selama ini dianggap sebagai keterbelakangan.
"Selain mempromosikan pentingnya kesopanan antara diri kita sendiri, kami ingin pada saat yang sama menunjukkan kepada seluruh bangsa bahwa jilbab bukanlah simbol keterbelakangan sebagaimana orang-orang dari keyakinan agama lain menganggap itu sebagai keterbelakangan," katanya.
"Jika perempuan muda seperti kita mengawali promosi ini, kita akan dapat mengatasi stereotip yang terkait dengan itu."
Dia menambahkan bahwa sebagian masyarakat di negeri ini, perempuan Muslim yang mengenakan jilbab kini sedang mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan ejekan.
"Hal ini telah membuat perempuan yang mengenakan jilbab merasa kurang dihargai di tempat umum. Melalui inisiatif ini, kami berharap dapat menyadarkan masyarakat Malawi yang lebih besar tentang jilbab, sehingga seluruh bangsa bisa menerima kita tanpa curiga."
Promosi yang dilakukan Lemani antara lain dengan melalui fashion show, di mana para gadis berparade sambil memakai jilbab.
"Selama ini fashion show cenderung mengecilkan perempuan dengan mengenakan pakaian ketat termasuk jilbab, yang bisa menarik laki-laki,” tuturnya.
"Jilbab tidak bisa dipakai dengan pakaian sangat ketat, mengekspos diri yang akan menimbulkan beberapa risiko, ini lah yang akan membuat perempuan atau jilbab itu sendiri kehilangan nilai dan martabat. Melalui fashion show, generasi muda perempuan Muslim diajak untuk menghargai nilai jilbab dan apa artinya seorang perempuan Muslim. "
Menuai pujian
Inisiatif yang digencarkan oleh Hijab Sisters of Malawi ini telah membuahkan hasil dan mendapat berbagai pujian dari seluruh komunitas Muslim di negara itu.
Sheikh Muhammad Idrissa, Ketua Asosiasi Muslim Malawi (MAM) menyebut inisiatif itu sebagai "terobosan" untuk menegakkan penghormatan terhadap nilai-nilai agama dalam masyarakat Muslim.
"Inisiatif ini merupakan terobosan besar untuk membuat orang menghormati nilai-nilai agama. Ini adalah langkah ke arah yang benar dan datang pada waktu yang tepat," kata Sheikh Idrissa.
"Perempuan Muslim merasa dihormati ketika mereka memakai jilbab. Oleh karena itu, inisiatif ini memerlukan berkah dan dukungan dari umat Islam seluruhnya. Sebab promosi ini merupakan perintah agama kita,” tambah Sheikh Idrissa.
"Sebelumnya, perempuan muda Muslim Malawi tidak mendukung jilbab, karena mereka takut dianiaya, tetapi saat ini, melihat gadis-gadis mengenakan jilbab di tempat umum merupakan hal yang umum. Ini jelas menggarisbawahi pentingnya jilbab dalam Islam."
Ulama terkenal itu menegaskan pentingnya inisiatif tersebut untuk menghadapi kenaikan modernisme dan penurunan kesopanan dalam masyarakat Malawi.
"Kadang-kadang kembali sebelum tahun 1994 ketika Malawi menjadi bangsa yang majemuk, perempuan Muslim yang mengenakan jilbab dianggap terbelakang dan tidak berpendidikan. Tapi hari ini, itu (jilbab) telah menjadi simbol dari kesopanan bahwa perempuan kami sedang dikagumi oleh perempuan dari kelompok agama lain untuk berpakaian seperti mereka," tambahnya.
Ketua Organisasi Perempuan Muslim Nasional, Fatima Ndaila, juga memuji inisiatif itu dan meminta dukungan kolektif untuk keberhasilannya.
"Dengan kebebasan berpakaian yang berlaku di negara tersebut, perempuan saling bersaing dalam hal gaya berpakaian. Oleh karena itu, promosi ini harus dirayakan untuk mengapresiasi tindakan mereka yang berupaya untuk mempromosikan jilbab," kata Ndaila.
"Ini adalah manifestasi yang jelas tentang berapa banyak nilai-nilai agama, yang mengubah kehidupan anak-anak kita. Sebagai orang tua, kami mendukung penuh inisiatif ini."
Malawi adalah negara agama sekuler, tapi beragam. Sedangkan Islam merupakan agama terbesar kedua setelah Kristen. Muslim mencapai 36 persen dari 16 juta penduduk negara itu.
Lemani mengatakan kelompoknya tidak akan dikalahkan oleh pengaruh meningkatnya berpakaian modern yang menyusup negara.
"Kami akan tetap fokus dengan misi kami untuk membuat perempuan Muslim menjadi panutan dalam berbusana. Kami berkeinginan untuk meningkatkan status perempuan Muslim melalui inisiatif ini dan mencapai sebuah masyarakat Muslim yang layak contoh." Kata pendiri gerakan Hijab Sisters of Malawi itu.