Bagaimana Agar Anak Kita tidak Terjerumus
  • Judul: Bagaimana Agar Anak Kita tidak Terjerumus
  • sang penulis:
  • Sumber: LiputanIslam.com
  • Tanggal Rilis: 20:29:6 1-10-1403

Kurangnya kewaspadaan orang tua terhadap perilaku keseharian anak di luar rumah kerap menjadi sebab anak terjerumus ke dalam lingkungan yang salah. Untuk mencegahnya, orang tua perlu menjalin komunikasi yang baik dan membicarakan banyak hal dengan anak, termasuk hal-hal yang dianggap tabu.

 

Hal tersebut diungkapkan oleh pakar psikologi Tika Bisono ketika ditemui dalam acara ‘Don’t Drink & Drive’, di Huize Van Wely, Pacific Place, Jakarta. “Banyak orang tua yang merasa bahwa anaknya bertingkah baik-baik saja di luar rumah. Hal ini disebabkan orang tua merasa enggan mengobrol kepada anak secara personal atas pencegahan dampak negatif budaya globalisasi sekarang ini,” tutur Tika seperti dilansir Detikcom.

 

Menurut Tika, edukasi yang diberikan oleh orang tua adalah hal utama yang dapat menjadi filter bagi sang anak dalam kehidupan sehari-hari. Kengganan orang tua Indonesia membicarakan hal yang tabu kepada anak, justru menjadi kelengahan untuk lingkungan yang buruk masuk ke dalam kehidupan anak.

 

“Jangan mengira bahwa jika anak Anda terlihat taat beribadah menjadi aman dari lingkungan luar rumah yang merusak,” kata Tika.

 

Tika mengaku seringkali berbicara kepada para orang tua, bertanya apakah pernah mereka membayangkan suatu saat didatangi oleh orang tua yang anaknya dihamili oleh anak mereka. Dia menyarankan para orang tua harus mengajak diskusi secara dewasa kepada anak-anak, misal tentang seks sebelum menikah hingga HIV/AIDS.

 

“Saya sering ketika mengajar di universitas, menanyakan kepada para mahasiswa laki-laki apakah mereka sudah membawa kondom. Setidaknya ketika mereka sedang berada tidak dalam keadaan sadar dan melakukan tindakan seksual, mereka aman dari potensi menghamili, penyakit menular seksual, bahkan HIV-AIDS,” ujar dia menjelaskan.

 

Kasus yang melibatkan anak muda sebagai korbannya cukup banyak dan terus bertambah. Misalnya pertambahan kasus seperti HIV/AIDS, Narkoba, kekerasan, pornografi, hingga tindakan kriminal.

 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa untuk Narkoba, 80 persen dari pecandunya adalah remaja dan pemuda pada 2006. Sedangkan untuk HIV/AID, Kementerian Kesehatan RI melaporkan hingga Juni 2011 tercatat 821 penderita AIDS berusia 15-19 tahun, bahkan 212 penderita berusia 5-14 tahun. Sedangkan Yayasan Buah Hati pada tahun 2011 melaporkan bahwa 83,7 persen anak SD kelas IV dan Kelas V yang diteliti telah kecanduan pornografi.