Kemurahan Hati Menurut Al-Qur’an
  • Judul: Kemurahan Hati Menurut Al-Qur’an
  • sang penulis: Ust. Muhamad bin Alwi
  • Sumber: khazanahalquran.com
  • Tanggal Rilis: 10:20:49 2-10-1403

Suatu hari Sayyidina Ali bin Abi tholib

sedang berjalan melewati para sahabatnya yang

sedang membicarakan tentang muru’ah

(kemurahan hati). Kemudian beliau berkata

kepada mereka, “Kemana saja kalian (yang

mencari kesana kemari tentang makna dari

sesuatu) yang telah disebutkan dengan jelas

didalam Al-Qur’an?”

Mereka bertanya, “Wahai Ali, dimanakah letak

ayatnya?”

Beliau menjawab, “Allah swt Berfirman,

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ

“Sesungguhnya Allah Menyuruh (kamu) berlaku

adil dan berbuat kebajikan.” (QS.an-Nahl:90)

Adil adalah menempatkan sesuatu pada

tempatnya. Sementara ihsan adalah memberi

kelebihan (kebaikan).”

Dari kisah ini, kita dapat menemukan hal yang

sangat menarik dalam Islam. Bahwa ternyata

adil saja tidak cukup. Allah Memerintahkan

kita untuk berbuat adil dan juga ihsan.

Ihsan adalah memberi kebaikan yang lebih.

Karena hidup di dunia tak bisa dengan prinsip

hitam putih. Terkadang kita harus flexibel

dan bisa menyesuaikan.

Contohnya, ada seorang pegawai yang telah

lama setia bekerja dan membantu kita selama

bertahun-tahun. Dan kita selalu memberinya

gaji yang sesuai. Sampai disini kita telah

berlaku adil dan memberikan haknya. Namun

ketika kita memberi lebih dari gaji yang

telah ditentukan, maka itulah yang disebut

muru’ah (kemurahan hati).

Islam ingin mengajak kita menjadi seorang

yang memiliki hati yang pemurah. Tidak saklek

dalam menghadapi segala hal.

Contoh yang paling realistis adalah dalam

urusan hak suami istri. Membangun rumah

tangga yang harmonis tidak cukup dengan

prinsip melaksanakan hak dan kewajiban, “yang

penting aku sudah memberikan haknya!”. Karena

dalam rumah tangga, adil dan memberi hak saja

tidaklah cukup.

Pernikahan tidak hanya bicara tentang hak dan

kewajiban. Tapi keharmonisan itu dapat

dibangun dengan prinsip “aku ingin

membahagiakan pasanganku”. Maka setiap

pasangan harus berkata terhadap dirinya, “Ini

memang bukan kewajibanku, tapi aku ingin

memberikan yang terbaik untuk pasanganku.”

Jika kedua pasangan berlomba untuk saling

memberi yang terbaik dan saling ingin

membahagiakan satu sama lain maka disitulah

letak keharmonisan yang sesungguhnya.

Keduanya tak lagi fokus untuk menuntut hak

masing-masing, tapi fokus untuk menyenangkan

hati pasangannya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang

memiliki hati pemurah dan selalu ingin

menyenangkan hati orang lain. Karena tidak

ada perbuatan yang lebih baik dari

menggembirakan hati saudaranya.