Sombong: Penghalang Terbesar Iman
  • Judul: Sombong: Penghalang Terbesar Iman
  • sang penulis:
  • Sumber: islaminesia
  • Tanggal Rilis: 10:6:24 2-10-1403

Dari kisah Iblis dan penciptaan Adam ada poin yang sangat penting ialah jatuhnya iblis dari kemuliaan karena kesombongan. Iblis bukan dari kalangan malaikat, tetapi ketaatan kepda Allah menaikkan derajatnya di barisan para malaikat. Namun, kedudukan itu lenyap seketika karena kesombongan sesaat. Mereka jadi fanatik dan memuja diri. Bahkan ia terus melangkah di jalan penentangan, mewaswasi anak-anak Adam dalam kejahatan yang merupakan jalan para pendosa dan kaum zalim. Semua ini adalah akibat kesombongan, kefanatikan dan keegoisan.
Keangkuhan dan kesombongan adalah api pembakar yang sangat mengerikan. Seperti manusia yang bekerja keras bertahun-tahun sampai ia mendapatkan rumah, sarana, dan modal hidup, tetapi hasil jerih payah tersebut hilang dan menjadi rata dengan tanah akibat dilahap api. Bisa saja hasil ketaatan selama ribuan tahun tiba-tiba lenyap karena kesombongan sesaat di hadapan Allah.
Ayat al-Quran menganjurkan melawan kesombongan dan melarang orang beriman. Kepada Nabi SAW Allah berfirman, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali tinggimu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Israa: 37).
Kesombongan itu sifat batiniah yang berbahaya. Bagaimanapun sifat kejiwaan manusia menunjukkan jati diri melalui perbuatan, terlihat dari cara berjalan, memandang, berbicara, dan semua sikapnya. Jadi perlu segera diwaspadai dan introspeksi diri bila muncul fenomena kesombongan dari sifat-sifat tersebut dalam perbuatan, bahwa kesombongan adalah sifat buruk yang akan merusak jiwa dan harus dilawan. Surah al-Furqan ayat 63 menyebut sifat utama hamba ar-Rahman (Zat yang Maha Pengasih), pertama sekali mereka itu tidak sombong dan tidak egois yang tampak dari perbuatan, bahkan cara berjalan. Hal-hal yang nampak dari manusia dari aspek moral adalah melalui perbuatan, ucapan dan langkah manusia. Jika seseorang diamati secara cermat dari cara berjalan, dapat terlihat bagian dari akhlaknya. Hamba Allah adalah orang-orang yang rendah hati (tawadhu). Sebagaimana dipahami bahwa tawadhu adalah kunci iman. Sebaliknya kesombongan adalah kunci kekufuran.
Jika memiliki sedikit pengetahuan tentang diri dan alam ciptaan, manusia akan sadar betapa kecilnya ia di hadapan alam semesta ini. Manusia tidak berhak untuk berlaku sombong di kehidupan sekecil apapun itu. Sebab sejatinya tidak ada satupun kepunyaan kita di semesta ini selain karena kemurahan-Nya kepada hamba. Jadi apa yang kita sombongkan? Bukankah kesombongan tiada lain hanyalah menunjukkan kebodohan? Sebuah riwayat dari Imam Ja’far Shadiq menyatakan, “Siapa yang di dalam hatinya terdapat setitik kesombongan, tidak akan masuk surga.”
Terdapat faktor-faktor yang olehnya manusia tidak dapat lepas dari kesombongan dan keangkuhan berakar dalam dirinya. Pertama, sombong karena terperdaya harta benda, manusia tatkala berkedudukan dan memiliki harta benda yang banyak dan merasa lebih baik dari orang lain. Manusia yang memiliki pertahanan iman yang rapuh dan lemah potensi kebanyakan menderita penyakit sombong. Dia suka memamerkan kelebihan miliknya kepada orang lain dan menjadikannya sebagai alat pencari keutamaan. Sombong dan bangga mengantarkan pada pandangan orang bahwa, keutamaan material menunjukkan kedekatan diri dengan Tuhan, bahkan sampai mengaku memiliki kelebihan yang luar biasa. Naudzubillah! Kedua, congkak karena ilmu, sumber pokok penyimpangan dan sebab utama kesengsaraan banyak manusia menurut al-Quran adalah kesombongan. Takabur karena punya banyak harta, banyak pengikut, dll. Contoh nyata di masyarakat sekarang secara material setelah meraih kejayaan ilmu dan berhasil menyingkap pelbagai ilmu. Mereka berpikir tidak ada sesuatu di alam ini selain yang mereka ketahui. Tuhan tidak hadir dalam penelitian-penelitian mereka dan hal itu menarik diri pada pengingkaran. Kita menyaksikan di kehidupan sehari-hari dan dari al-Quran, terdapat kaum yang congkak dan tidak bersedia mendengarkan perkataan para pemuka agama. Adapula yang bangga dengan pengetahuan yang diperoleh dari proses pendidikannya dan berlaku semena-mena terhadap sesama. Mereka memandang dengan angkuh, merasa paling memiliki kebenaran, dan sebagainya.
Al-Quran mengatakan bahwa salah satu faktor mendasar timbulnya takabur, sombong dan bangga diri ialah kebodohan terhadap balasan Tuhan dan tidak beriman pada hari kebangkitan. Untuk memerangi bangga diri dan bermegah-megahan, al-Quran menceritakan berbagai riwayat kaum-kaum terdahulu perihal kesombongannya, dan baiknya kita mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “Dua hal yang membinasakan manusia, adalah takut miskin (yang mendorong nengumpulkan harta dengan segala cara) dan membangga-banggakan diri.” Kesombongan yang ada dalam diri manusia tentunya tidak akan mengantarkan diri pada Tuhan, sebab sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa sifat sombong bukanlah ciri dari seorang mukmin. Orang mukmin itulah merupakan hamba Tuhan dan bukti pertama penghambaan kepada-Nya adalah dengan kerendahan hati. Sifat tawadu mengisi setiap bagian dari eksistensi mereka bahkan tampak pada caranya berjalan. Imam Ja’far Shadiq berkata, “Tawadu adalah akar segala kebaikan dan kebahagiaan, kedudukannya tinggi. Sekiranya tawadu bisa berbicara kepada orang lain, niscaya ia akan menjelaskan rahasia amal perbuatan. Siapa yang tawadu karena Allah niscaya Dia memberi keutamaan di atas hamba-hamba-Nya. Tiada ibadah yang diterima di sisi Allah dan menyebabkan rida-Nya kecuali menggunakan jalan tawadu.” Jalan yang ditempuh dengan penuh kesombongan bukanlah jalan yang akan mengantarkan kita pada kesempurnaan penghambaan kepada-Nya, justru akan menjerumuskan pada lembah kehinaan. Dengan itu semua, untuk apa sombong dan membanggakan diri?