Perselisihan
  • Judul: Perselisihan
  • sang penulis: Psikologi Islam, Mujtaba Musavi Lari
  • Sumber: hauzah maya
  • Tanggal Rilis: 10:25:35 2-10-1403

Cinta Diri yang Berlebihan

Iri hati terhadap harta benda merupakan fitrah dasar manusia. la adalah naluri yang tertanam dalam diri manusia sejak pertama dilahirkan. Ia adalah motif yang mengizinkan manusia untuk berjuang secara terus menerus dan melindungi dirinya. Sebagai akibat dari naluri ini. kita melihat bahwa manusia menghindari apa yang merugikannya dan tertarik dengan hal-hal yang menguntungkan. Oleh karena itu, ketika bergerak maju ia menjadi sandera fenomena psikologis. Fenomena ini memainkan suatu peranan dalam memajukan tingkat peradaban.

Namun, kebahagiaan manusia hanya dapat dicapai jika pada saat berjuang terhadapnya ia melindungi diri mereka dari ketidakwajaran dan kelalaian: dan pada saat yang sama menjauhkan diri dari perbudakan berbagai keinginan. Oleh sebab itu, jika manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan nalurinya dengan suatu cara yang baik, di mana sifat-sifat terpuji dan akhlak-akhlak yang mulia dapat berkembang, ia harus menggunakan akalnya dalam setiap segi kehidupan. Sebab hanya akal yang mampu membimbing manusia dan bukan naluri. Akallah yang mencegah naluri dari kemubaziran dan kejumudan. la adalah unsur yang membuat kita dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Kekuatan akal, yang memiliki tugas penting dalam mengembangkan kepribadian manusia, adalah kemampuan untuk melindungi kita dari kesesatan dan memberi kita ketelitian dalam berbagai urusan.

Jika naluri cinta diri melanggar batas-batas kewajaran dan berspekulasi memasuki wilayah kemubaziran, ia secara merugikan mempengaruhi cara berpikir manusia; dengan demikian akan mencegah dia untuk menyadari kenyataan-kenyataan hidup. Orang-orang yang menjadi korban kekacauan semacam ini pada akhirnya akan ditarik ke dalam rawa kesesatan dan kerusakan. Namun, naluri tersebut dapat dianggap berbahaya hanya ketika ia berada dalam keadaan yang melampaui batas. Oleh karena itu, satu-satunya tujuan mengecam cinta diri adalah untuk menunjukkan mudarat-mudarat yang muncul karena mengikutinya dalam melanggar batas-batas akal.

Keberhasilan dan kegagalan seseorang berhubungan dengan keadaan rohani dan moralnya. Kekacauan akhlak, yang berkembang lewat berbagai tingkat kehidupan, seringkali berangkat dari problema yang timbul karena keinginan-keinginan yang tidak benar dan tidak dapat dibenarkan.

Manusia telah dianugerahi bakat-bakat dan kemampuan yang besar. Setiap orang memiliki daya untuk mengikuti kemurnian dan keutuhan kasih sayang. Bagaimanapun juga, tampaknya tidak ada yang lebih berat bagi manusia daripada menundukkan nalurinya atau keinginan-keinginannya, termasuk cinta diri, sombong dan angkuh.

Oleh karena itu, kita dipaksa untuk lebih berusaha menundukkan naluri ini atau kita tidak akan mampu meraih akhlak yang mulia. Tanpa sikap mawas diri, kita tidak dapat membina suatu kehidupan yang baik dan terpuji.

Apa yang Kita Peroleh dari Perselisihan

Keberhasilan dalam perilaku sosial secara langsung berhubungan dengan aturan-aturan tertentu yang harus kita pelajari dan di atasnya kita bangun akhlak kita. Hal ini disebabkan peranan manusia dalam hubungannya dengan orang lain, dan pengetahuannya rentang batas-batas kewajibannya berada di antara persoalan-persoalan yang merupakan takdir bagi kesengsaraan atau kebahagiaannya.

Kebutuhan akan keharmonisan dan terciptanya hubungan cinta merupakan suatu sifat yang secara mendalam tertanam di dalam fitrah manusia. Setiap orang condong kepada cinta dan keharmonisan; oleh sebab itu ia membenci kesendirian dan pengasingan. Namun, tanpa memperoleh pikiran dan jiwa yang tenteram, seseorang tidak akan mampu hidup secara damai dengan orang lain atau dengan dirinya sendiri.

Kedamaian, keharmonisan dan kerja sama merupakan faktorfaktor penting bagi kesehatan dan kedamaian kehidupan sosial; serta menghormati hak-hak dan perasaan orang lain merupakan langkah awal dalam seni membangun ikatan kasih sayang. Dalam hal ini, hubungan antar individu akan merasakan kekuatan dan keberlangsungan. Orang-orang yang kekurangan akan sifat-sifat tersebut biasanya jauh dari hubungan-hubungan yang seimbang dengan orang lain, dan dasar cinta dan keharmonisan mereka pun lemah. Mereka tidak dapat -dalam keadaan bagaimana pun- memelihara hubungan mereka dengan orang lain pada tingkat yang dapat diterima.

Salah satu sifat jahat, yang secara keji melukai perasaan orang lain dan menghancurkan ikatan cinta di antara manusia, adalah berselisih. Orang-orang yang berselisih harus menyadari bahwa cinta diri yang kelewat batas merupakan salah satu dari faktor-faktor yang menciptakan sifat jahat ini; ia hanya tumbuh ketika diairi oleh aliran naluri terkutuk ini.

Seorang yang suka berselisih (pendapat) -untuk memuaskan rasa kesombongannya- menentang setiap pendapat yang mungkin terjadi dalam setiap perkumpulan, tidak untuk menghadirkan suatu gagasan yang benar atau menghapus konsep yang keliru, tetapi untuk menghancurkan kepribadian lawannya dengan tuduhan-tuduhan yang batil. Dengan berbuat demikian ia mencoba menciptakan rasa keunggulan yang haram bagi dirinya. Orang semacam ini dapat menyembunyikan niat-niatnya di balik kedahsyatan atau keindahan perbendaharaan kata. Dengan cara ini mereka kehilangan keputusan yang adil dan berani melakukan segala macam penindasan dan pelanggaran batas hak-hak orang lain.

Di samping itu, reaksi seseorang tidak semestinya diabaikan ketika kebanggaannya dilanggar, tidak dapat dihindari ia akan bereaksi terhadapnya. Oleh karena itu, ia mungkin mencari kesempatan yang tepat untuk membalas dengan segala daya upayanya. Nah, jika sifat ini berkembang luas dalam suatu bangsa, dapat mengakibatkan perpecahan baik dalam cara berpikir maupun dalam cara berperilaku.

Seorang ulama berkomentar mengenai hal ini dengan mengatakan:

Akal adalah sinar terang yang membimbing manusia dari gelapnya kejahilan dan membebaskannya dari berbagai problema. Kita menyombongkan diri tentang fakta bahwa kita satu-satunya makhluk yang memiliki akal dengan mengatakan bahwa dengan itu kita dapat memahami berbagai masalah, sebab-sebabnya, akibat-akibatnya dan hubungannya dengan makhluk yang lain. Namun, sengsaralah jika kita mencoba untuk membuka selubung kebenaran melalui diskusi dan perselisihan-perselisihan; karena hal itu tidak menghasilkan apa pun kecuali kegelisahan mental. Perselisihan juga menyingkap kejahilan orang-orang yang berselisih dan mengungkap kesalahan-kesalahan mereka dalam bidang

Sekilas Pandang pada Kata-kata Para Pemimpin

lslam dengan teliti memandang segala aspek kehidupan sosial, dan meneliti dengan cermat unsur cinta dan keharmonisan, oleh sebab itu ia secara tegas mengutuk segala hal yang menciptakan permusuhan di antara kaum Muslimin dan menggoncangkan fondasi persatuan mereka. Para pemimpin agama telah menunjukkan kepada para pengikutnya bagaimana cara mengikuti jalan penyucian dan melindungi hati mereka dari noda segala ketidakjelasan.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Adalah suatu kebajikan bila seseorang mendengarkan saudaranya ketika sedang berbicara kepadanya. ”

(Nahj Al-Fasahah, hal. 633)

Imam AI-Baqir a.s. berkata:

…dan belajarlah menjadi pendengar yang baik sebagaimana kamu belajar menjadi pembicara yang baik, dan janganlah memotong perkataan orang lain.

Para pemimpin agama telah berulang kali mengecam perselisihan dan mengingatkan manusia terhadap dampak-dampak buruknya, serta melarang para pengikutnya dari perselisihan bahkan dalam persoalan-persoalan yang benar.

Imam Ash-Shadiq a.s. berkata:

Seorang ahli ibadah tidak mencapai hakikat keimanan hingga ia meninggalkan semua bualannya bahkan ketika benar…

(Safinah Al-Bihar, jilid II, hal. 522)

Tidak ada yang menjadi pemenang dalam arena perselisihan. Imam Al-Hadi a.s. memberikan nasihat berikut kepada orang-orang yang membela kekalahannya dengan cara perselisihan:

Bualan meruntuhkan hubungan yang sudah lama terjalin; dan mengakhiri hubungan yang erat, dan setidak-tidaknya kejahatannya adalah persaingan (dalam mencoba mengungguli lawannya), dan persaingan adalah (faktor) utama dalam keterasingan.

Dr. Dak Carnegie menulis:

Dalam setiap sepuluh perselisihan, sembilan dari sepuluh kasus keluar dengan lebih percaya kepada pendapat-pendapat mereka sendiri dan mengklaim lawannyalah yang salah. Tidak ada pemenang dalam perselisihan ini di mana yang satu kalah dan menyerah. Ya, anda berpikir tentang keadaan lawan anda! Anda membuatnya merasa bodoh dan melukai perasaannya dengan meninggalkan bekas luka di hatinya. Berselisih adalah suatu hal yang tidak pantas dalam meyakinkan orang lain dan dalam mempengaruhi cara berpikir orang lain. Sebenarnya, tidak ada hubungan antara meyakinkan dan membantah, atau tidak mungkin kesalahpahaman diganti dengan perselisihan. Nasihat dan pendekatan damai merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam hal ini. Adalah kewajiban manusia untuk bersimpati dengan lawannya.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Hindarilah sifat menyombongkan diri karena tidak ada kebaikannya, dan hindarilah sifat menyombongkan diri karena sedikit faedahnya dan ia menghasut permusuhan di antara saudara.”

Suatu ketika seorang doktor terkenal berkata:

Tidak ada faedahnya berselisih. Nafsu besar seseorang dalam berselisih dapat membuka sisi lawannya, karena perasaan dapat meledak selama berselisih. Tidak pandang bagaimana tenangnya pembicaraan itu, akan tetap terasa pengaruh-pengaruh yang merugikan hati lawannya. Maka, setiap kira mencoba mengunggulinya, ia tetap bertahan pada pendapatnya. Satu kata dapat menghancurkan suatu hubungan cinta selamanya. Di samping itu, berselisih tidak pernah menyebabkan orang lain mengakui cara berpikir kita.

(Dar Jostojue Kusbhakhti)

Para pendebat selalu memiliki rasa gelisah di dalam hati mereka. Imam Ash-Shadiq a.s, berkata:

Hindarilah perselisihan karena ia menguasai lalu menimbulkan kemunafikan dan menciptakan perasaan susah.

Oleh karena itu, dengan memperhatikan ajaran-ajaran lslam kita dapat meratakan jalan bagi diri kita untuk menciptakan revolusi rohani dalam watak-watak rohani kita dengan berupaya meraih akhlak yang mulia. Allah Maha Penolong dan kepada-Nya-lah kita bergantung.