Gibah dan Macamnya
  • Judul: Gibah dan Macamnya
  • sang penulis: H. A. Shahab
  • Sumber: ikmalonlain.com
  • Tanggal Rilis: 16:7:40 2-10-1403

Definisi Gibah
Menurut ulama Akhlak dan ahli Fiqih, gibah yaitu menyebutkan kekurangan atau membukakan aib seseorang yang tidak hadir, yakni tidak berada di tempat, kepada orang lain. Dengan kata lain, gibah adalah mengungkapkan keadaan seseorang yang sedang absen, dan peng-ungkapan itu akan membuatnya tidak senang. Fayidh Kasyani menulis, “Ketahuilah bahwa pengertian menggibah yaitu kamu menyebutkan saudaramu di hadapan orang lain dengan sesuatu yang tidak dia sukai seandainya dia mendengar hal itu”[1].
 
 
Antara Menggibah, Memfitnah, Menuduh
Memfitnah (al-buhtân) berarti menyandangkan kekurangan dan aib yang palsu dan diada-ada kepada seseorang, entah penyandangan itu dilakukan pada saat orang kedua (korban) hadir ataukah tidak ada di tempat. Maka, jika mengungkapkan aib yang memang ada pada diri seseorang dan itu dilakukan pada saat ia absen—tidak ada di tempat, maka pengungkap aib telah menggunjing dan berbuat gibah ter-hadapnya. Namun, jika mengungkapkan aib dan kekurangan yang memang tidak ada pada diri orang tersebut, maka pengungkap aib telah memfitnah dan berbuat al-buhtân terhadapnya. Sudah barang tentu, pengungkap aib itu dapat dipastikan telah melakukan gibah sekaligus melancarkan fitnah jika mengungkapkan aib yang memang tidak ada pada diri seseorang di saat ia absen dan tidak berada di tempat, maka dia menanggung resiko dua perbuatan dosa itu, yakni harus memohon ampunan kepada Allah SWT. dan meminta maaf kepada orang yang digunjing dan difitnahnya.
 
Abu Dzar Al-Ghifari pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apa gibah itu?” Beliau menjawab, “Engkau menyebutkan keadaan saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai.” Aku bertanya lagi, “Wahai Utusan Allah! Meskipun apa yang kami sebutkan itu me–mang ada pada dirinya?! Beliau menjawab, “Ketahuilah! Jika kamu menyebutkan aib yang ada padanya, maka kamu telah menggunjing-nya (gibah), dan jika kamu menyebutkan aib yang tidak ada padanya, maka kamu telah memfitnahnya (buhtan)[2].
 
Berkenaan dengan ini, Imam Ja‘far Shadiq ra. berkata, “Menggibah yaitu mengatakan tentang saudaramu apa yang ditutupi Allah atasnya, sedangkan memfitnah adalah mengatakan tentang saudaramu apa yang tidak ada pada dirinya[3].
 
Akan halnya menuduh (al-tuhmah) yaitu menisbahkan perilaku dan sifat yang tak patut kepada orang lain hanya atas dasar dugaan dan prasangka buruk, sementara gibah adalah membuka aib nyata seseorang di bela-kangnya—tidak berada di tempat.
 
 
Macam-macam Gibah
Menggibah atau menggunjing dapat ditinjau dari berbagai pembagian yang masing-masing menghasilkan beragam pola dan macamnya. Dari sisi cara, praktek menggibah dapat dilakukan dengan satu dari lima macam berikut:
 
Pertama, gibah lisan. Ini macam gibah yang paling populer, yaitu mengatakan kekurangan seseorang kepada orang lain.
 
Kedua, gibah tulisan. Bagi sebagian orang, gibah dengan pola ini justru lebih populer dan lazim dilakukan dalam kesendirian di ruang terbatas, yakni tatkala menggunakan medsos dan alat-alat komunikasi. Gibah tulisan yaitu, alih-alih mengatakan, seseorang menuliskan aib orang lain. Maka, orang ketiga (penyimak gibah) di sini ialah pembaca sebagai ganti dari pendengar.
 
Ketiga, gibah perbuatan, yitu menerangkan aib seseorang dengan cara memperagakan sesua-tu kepada orang yang lain.
 
Keempat, gibah sindiran, yaitu dengan menggunakan kata-kata kiasan, seseorang membuka aib orang lain di saat dia absen kepada orang ketiga (penyimak). Kata-kata seperti “Puji syukur ke hadirat Allah yang tidak memberi kita kepemimpinan”, atau “Aku berlindung kepada Allah dari orang yang tidak tahu malu itu!” merupakan ungkapan kiasan yang meng-gunjing ketaklayakan dan ketaktahumaluan orang yang disindir.
 
Kelima, gibah isyarat, yaitu menyebutkan aib orang lain dengan isyarat tangan atau anggota badan yang lain. Ini bisa berupa kata-kata, bisa juga berupa perbuatan. Diriwayatkan bahwa seorang wanita berkunjung ke rumah Rasulullah SAW untuk bertamu kepada Aisyah. Ketika perempuan itu beranjak pergi, Aisyah dengan memberi isyarat tangannya hendak mengatakan bahwa perempuan itu berpostur pendek. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kamu telah menggunjingnya.”[4].
 
 
Sumber:
 
[1]               (Al-Mahajjat Al-Baydhô’, jld. 5, hlm. 255).
[2]               (Hurr Amili, Wasâ’il Al-Syî‘ah, jld. 12, hlm. 280, hadis no. 16308)
[3]               (Ibid., jld. 12, hlm. 282 hadis no. 16313.)
[4]               (Warram bin Abi Faras,Majmu‘eh-e Warrrom, jld. 1, hlm.118)