Hasad
  • Judul: Hasad
  • sang penulis:
  • Sumber: syiahahlilbait.com
  • Tanggal Rilis: 15:32:56 2-10-1403

Hasad (Bahasa Arab: الحسد ) artinya keinginan untuk menghilangkan nikmat-nikmat yang dimiliki orang lain, dan merupakan salah satu akhlak yang buruk. Hasad dengan semua varian katanya terdapat dalam empat ayat Al-Qur’an dan banyak hadis yang menjelaskannya baik berupa tanda-tanda maupun akibat buruknya.

Defenisi secara Etimologi dan Terminologi
Hasad artinya keinginan untuk menghilangkan nikmat-nikmat yang dimiliki orang lain. Sebagian Mufassir menyebutkan arti asli dari hasad adalah sesuatu yang hancur disebabkan.[1] Sebagian ahli bahasa menyebut kata ini berakar dari حسدل (hasdal) bermakna kutu Sebagaimana kutu dapat melukai kulit badan seseorang serta mengisap darahnya, hasad pun melakukan hal serupa pada ruh dan jiwa orang yang hasud. [2]


Hasad merupakan batas ekstrim perilaku seseorang yang merasa tersiksa dengan kebahagiaan orang lain. [3] berdasarkan suatu definisi, hasad adalah mendambakan hilangnya nikmat-nikmat orang lain dan hanya menghendaki nikmat-nikmat tersebut bagi dirinya sendiri,[4] namun dalam definisi lebih akurat, mendambakan sirnanya nikmat-nikmat orang lain bahkan disertai dengan upaya-upaya untuk menhancurkannya. [5]Mengingat para pakar ilmu akhlak telah menyebutkan tingkatan-tingkatan bagi hasad [6]sepertinya definisi-defenisi mengisyaratkan tentang tingkatan-tingkatan hasad. Konsep gibhtah (cemburu) masih berkaitan dengan hasad, tetapi perbedaan mereka ada dalam hal ini bahwa pada gibtah seseorang tidak mendambakan hilangnya nikmat pada orang lain, melainkan Ia hanya menginginkan pula nikmat tersebut; olehnya itu gibtah termasuk sebagai sifat yang terpuji.


Dalam Al-Qur’an
Kata hasad dan derivasinya telah digunakan dalam empat ayat Al-Qur’an: [7] pada ayat 109 dikatakan Ahlul kitab [8]lantaran hasad dalam hati mereka, mereka senang mengembalikan kaum mukmin pada kekafiran. Di dalam surah al Nisa ayat 54 pun diceritakan tentang hasad. Konten ayat ini, berdasarkan konteks ayat serta penegasakan para Mufassir, [9] adalah tentang sebagian kaum Yahudi yang semasa dengan Nabi Muhammad Saw yang hasad dengan kejayaan Islam dan semakin bertambahnya para pengikut. Sebagian ayat-ayat juga menjelaskan tentang hasad tanpa menggunakan kata hasad dan derivasinya. [10] Sebagai contoh, pada ayat 32 surah al Nisa kaum mukmin telah diperintahkan agar mereka ridho dengan apa yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka serta tidak meminta apa yang diberikan Tuhan kepada yang lain. Kesimpulan ayat ini ialah bahwa barang siapa yang tidak seperti ini akan jatuh pada kedengkian (hasud). [11]Sedih dengan kesenangan orang lain dan gembira dengan kesengsaraan mereka sebagaimana dihikayatkan pada ayat 120 surah Ali Imran adalah seiring dengan konsep hasad. [12] Kedengkian saudara-saudara Yusuf serta kebencian kuat mereka kepadanya, sebagai reaksi kecintaan berlebihan Ya’qub kepada Yusuf serta penekanan Al-Qur’an bahwa perilaku ini adalah perilaku syaitani dapat pula ditemukan dalam ayat 8 surah Yusuf. [13]


Kata Bagy ( بغی ) dalam sebagian penerapannya dalam Al-Qur’an, memiliki bentuk makna hasad [14] dan menurut Suyuti [15] Bagy ( بغی ) dalam dialek Tamimi bermakna hasad. Fahr al Razi [16] menyebutkan sebagian dari penerapan-penerapan Al-Qur’an ini, olehnya kasus-kasus ini sepertinya termasuk kategori ayat-ayat yang di dalamnya telah dibicarakan tentang hasad.

Dalam Hadis-Hadis
Begitu banyak hadis-hadis yang dinukil dalam mencela hasad serta penjelasan tentang motivasi dan tanda-tandanya. Dalam sebuah hadis terkenal, efek sikap tidak terpuji ini dalam merusak kebaikan-kebaikan seseorang diserupakan dengan efek api terhadap kayu bakar. [17] menurut hadis Nabi hasad merupakan di antara perilaku-perilaku tidak terpuji di mana tak ada seorang pun yang aman darinya [18] dan dalam suatu hadis dari Imam Shadiq As [19] di katakan hasad adalah salah satu dari tiga perkara di mana tak ada seorang pun Nabi serta orang-orang yang lebih rendah dari itu yang aman darinya, tetapi mukmin tidak akan pernah berbuat (berperilaku) akibat hasad dan kedengkian (hasad) tidak terlibat dalam amal perbuatannya. Dalam suatu hadis lain, hasad merupakan dosa pertama yang dilakukan oleh Iblis di langit dan oleh Qabil di bumi. [20]


Tercabutnya Hukum Hasad dari Kaum Mukminin
Berdasarkan hadis raf’ salah satu di antara anugrah-anugrah (kelembutan) Tuhan kepada kaum mukminin adalah mengabaikan (seakan tidak melihat) dosa hasud mereka. Dalam penjelasan hadis ini, khususnya dengan memperhatikan celaan keras terhadap hasad dalam budaya Islam, dikatakan bahwa yang dimaksud hasad di sini adalah hasad dalam tingkatan qalbu yang tidak tampak keluar dan tidak punya hukuman.


Perbedaan Gibtah (Cemburu) dengan Hasad (Dengki)
Konsep gibtah (Munafisah) berhubungan dengan hasad.[21]Perbedaan mereka ada pada hal ini bahwa seseorang dalam gibtah tidak mendambakan hilangnya nikmat orang lain, melainkan hanya ingin mendapatkan pula nikmat tersebut. [22] Gibtah, berkebalikan hasad, merupakan suatu sifat terpuji, [23] khususnya dalam suatu riwayat disebutkan secara jelas bahwa gibtah adalah di antara sifat-sifat mukmin dan hasad adalah ciri-ciri orang munafik. [24] Imam Gazali menegaskan bahwa terkadang kedua konsep ini digunakan secara terbalik [25] dan Ia menyebutkan salah satu contohnya dari salah satu hadis. [26]


Hubungan Memandang Meremehkan dengan Hasad
Prihal memandang meremehkan terkait erat dengan hasad. Dalam sebagian riwayat, hubungan ini telah diisyaratkan [27]dan para Mufassir menyebut ayat 5 surah al-Falaq yang berbicara tentang kedengkian orang-orang hasud, adalah tentang hal ini.[28]


Hasad Dalam Pandangan Imam al-Gazali
Imam al-Gazali [29] menyebutkan tujuh motivasi hasad: Permusuhan dan rasa dendam, bangga diri, sombong dan takabbur, menampakkan keheranan atas kepunyaan orang lain, takut akan kehilangan miliknya, cinta terhadap kepemimpinan dan popularitas, keburukan diri(watak buruk jiwa). [30]


Beliau memperhatikan pula poin penting lainnya: Hasad pada dasarnya berakar dalam qalbu dan oleh karena itu merupakan sifat qalbu. Sifat qalbu ini terkadang nampak pada lisan dan perilaku ( مظلمه ) di mana dalam kondisi ini manusia telah melakukan dosa dan Ia mesti memohon kehalalan ( یجب الاستحلال منها ); namun terkadang hasad tinggal dalam tingkatan qalbu sendiri, dalam kondisi ini manusia hanya melakukan suatu dosa antara Ia dengan Tuhan. Hal ini dalam kondisi di mana apabila Ia benar-benar menganggap hasud qalbu ini tidak dapat diterima dan mengecam dirinya di dalam hati, maka Ia telah melakukan kewajibannya melawan dan memerangi hasad dan jauh kemungkinan kemampuan manusia bisa lebih dari ini, kecuali Ia menghempaskan dirinya dalam cinta Ilahi sehingga Ia terbebas dari perhatian kepada segala sesuatu selain Dia.

Cara-Cara Mengobati Hasad
Ulama-ulama akhlak, mengikuti al-Gazali,[31] menyebutkan dua cara praktis dan teoritis guna mengobati penyakit hasad. [32] Ibnu Arabi [33] menyebut hasad sebagai watak alami dan esensial yang tidak mungkin dihilangkan. [34] Sepertinya riwayat dari Imam Shadiq As [35] yang di dalamnya hasad diperkenalkan telah bercampur dengan darah dan daging seseorang adalah mengisyaratkan kealamian dan esensialitas watak ini.


Menurut pandangan mistisisme (Irfan), manusia ketika melewati sepuluh tenda-tenda[pos] perhitungan pada hari kiamat, pada tenda[pos] kedelapan hasad akan diperiksa dan karena Ia tidak hasud, Ia melangkah ke tabir sembilan dan lebih dekat kepada Arsy Ilahi. [36]

Catatan Kaki
1. Lihat Tsa’labi; Abu al Futuh Razi, pada al-Baqarah: 109
2. Lihat Azhari; Ibnu Manzur; Zubaidi, pada kata (Vajeh)
3. Aris Toteles, hlm. 71
4. Jurjani, hlm. 92
5. Yahya Bin Adi, hlm. 19; Raghib Isfahani, di bawah kata (Vajeh)
6. Sebagai contoh lihat Gazali, 1417, jld. 3, hlm. 204; Feidh Kasyani, jld. 5, hlm. 334; Naraqi, jld. 2, hlm. 204-205
7. Lihat Surah al-Baqarah: 109; al Nisa: 54; al Fath: 15; al Falaq: 5
8. Para Mufassir menyebut maksud dari mereka adalah kaum Yahudi, sebagai contoh lihat Abu al Futuh Razi; Fahr Razi, pada ayat yang dimaksud
9. Sebagai contoh lihat Tabari; Thusi; Abu al Futuh Razi; Fahr Razi, pada ayat yang dimaksud
10. Guna mengetahui sebagian ayat-ayat ini lihat Gazali, 1417, jld. 3, hlm. 202; Fahr Razi, pada surah al-Baqarah : 109
11. Fahr Razi, pada ayat yang dimaksud; Lihat pula Zahili, pada ayat yang dimaksud
12. Fahr Razi, pada al-Baqarah: 109
13. Ibid
14. Lihat Damgani, hlm. 166, Taflisi, hlm. 48
15. Suyuti, jld. 2, hlm. 121
16. Ibid
17. Ibnu Majah, jld. 2, hlm. 1408; Abu Dawud, jld. 4, hlm. 276
18. Mawardi, hlm. 266
19. Kulaini, jld. 8, hlm. 108
20. Mawardi, hlm. 261
21. Gazali, 1417, jld. 3, hlm. 202-203
22. Naraqi, jld. 2, hlm. 202-203
23. Lihat Mawardi, hlm. 262
24. Raghib Isfahani, Ibid; Majlisi, jld. 70, hlm. 250
25. Gazali, 1417, jld. 3, hlm. 202
26. Lihat 1364, jld. 1, hlm. 128; lihat juga Fahr Razi, Ibid
27. Sebagai contoh lihat Majlisi, Ibid
28. Sebagai contoh lihat Tabari; Thusi; Fahr Razi, pada ayat yang dimaksud
29. Gazali, 1417, jld. 3, hlm. 204-206
30. Lihat pula Majlisi, jld. 70, hlm. 240; Naraqi, jld. 2, hlm. 205-208; Imam Khomeini, hlm. 107
31. Gazali, 1417, jld. 3, hlm. 208-212
32. Lihat Feidh Kasyani, jld. 5, hlm. 342-348; Naraqi, jld. 2, hlm. 212-215
33. Ibnu Arabi, Sefr 2, hlm. 344
34. Lihat pula Gauharin, jld. 4, hlm. 213
35. Lihat Majlisi, jld. 70, hlm. 253
36. Lihat Ibnu Arabi, Sefr 4, hlm. 439-440