Al hasad oleh para ulama didefinisikan dengan “Menginginkan hilangnya nikmat dari seseorang yang mendapatkannya”.
Hal ini tidak diragukan lagi kejelekannya, sebab ia muncul dari jiwa yang menentang ketetapan Allah swt dan anugerah-Nya yang Dia anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya.
Al-Kulaini dalam kitab al-Kafi meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Ja’far Shadiq yang berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘Allah azza wa jalla berfirman kepada (Nabi) Musa bin Imran, ‘Hai putra Imran! Janganlah kamu menghasud manusia atas anugerahnya yang Aku berikan kepada mereka. Dan janganlah kamu mengulur pandanganmu untuk itu, dan janganlah kamu ikutkan jiwamu karenan sesungguhnya penghasud adalah murka kepada nikmat-Ku, menentang kepada pembagian-Ku di antara hamba-hamba-Ku. Dan barang siapa demikian, maka ia tidak termasuk dari-Ku dan Aku bukan darinya”
Adapun sifat menginginkan untuk mendapat nikmat serupa dengan yang dimiliki oleh orang lain tanpa ada perasaan menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari orang itu, dalam istilah disebut dengan sifat ghibtah, ia adalah sifat terpuji.
Sifat ghibtah itulah yang disebut dalam sabda Nabi saw:
“Tiada (dibolehkan) hasad (iri) kcuali pada dua perkara; seseorang yang diberi Allah harta lalu ia berinfak darinya di waktu siang dan malam hari, dan sseoran yang diberi (kemampuan membaca al-Qur’an) lalu ia berdiri (shalat) denga membacanya di siang dan malam hari. (Maksudnya hasad (iri) tidak dibolehkan kecuali dalam hal kedermawanan dan ibadah, yag demikian itu dinamakan ghibtah).