Kewajiban Berhijab
  • Judul: Kewajiban Berhijab
  • sang penulis:
  • Sumber: islammenjawab.com
  • Tanggal Rilis: 19:50:12 2-10-1403

Kata hijab dengan makna penutup perempuan merupakan sebuah istialah yang relatif baru, sedangkan dalam istilah para fukaha penutup biasa diungkapkan dengan kata “satr”.

Al-Qur’an Al-Karim hanya menyebutkan satu kali kata hijab (dengan makna tabir) dalam kaitannya dengan interaksi antara laki-laki dna perempuan, pada ayat ini, Allah berfirman, “Apabila kamu meminta suatu kebutuhan hidup pada mereka (istri-istri nabi) maka mintalah dari belakang tabir).” (Q.S Al-Ahzab :54).
Dalam istilah sejarah islam dan hadis, ayat ini ditafsirkan sebagai ayat hijab. Dari ayat ini terlihat jelas adanya perhatian islam pada keberadaan tabir dan batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang digunakan sebagai sarana untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan, penyimpangan dan percampuran antara dua gender yang berbeda. Akan tetapi dalam tradisi kita kata hijab lebih terbiasa diartikan makna penutup.

Pada salah satu ayat dari surah An-Nur yang terkenal dengan ayat khimar. Al-Qur’an memperkenalkan para perempuan yang mengenakan penutup sebagai perempuan yang beriman, Allah swt berfirman, “Katakanlah kepada kaum perempuan yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada (supaya dada dan leher mereka tertutupi) dan janganlah menampakkan perhiasan mereka…” (Q.S An-Nur:31).

Akan tetapi sangat disayangkan yang terlihat sekarang, pada konteks kekinian yang notabene telah bisa dikatakan sebagai era pornoaksi dan pornografi dengan segala kebebasan seksual yang semakin pekat dan menakutkan, para perempuan malah saling berlomba memperindah dan mempercantik diri untuk menjadi komoditi terlaris yang menjadi serbuan dan target pasar, mereka beradu kecepatan dalam memamerkan kemolekan dan lekuk indah tubuhnya untuk menggetarkan syahwat para konsumennya yang tak lain adalah para lelaki tak bermoral. Dengan kondisi pasar bebas yang seperti ini, sudah jelas kesucian dan kehormatan para perempuan hanya akan dinilai seharga sebuah boneka pajangan, sebuah komoditi tak berharga yang hanya berfungsi sebagai penghias etalase, pemanis interior, dekorasi ruang, basa-basi mereka yang lembut dan mendayu telah mejadikan kepribadian, citra tinggi keinsanan, manifestasi estetika, ilmu dan kecerdasan mereka menjadi terlupakan.

Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Islam, ia lebih menerima masyarakat dan keluarga yang menjunjung nilai-nilai kesucian, keluhuran dan kehormatan. Oleh karena itulah sehingga kemudian Islam memberikan perhatiannya secara khusus kepada lembaga pernikahan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan kecendrungan seksual ini (yang biasa muncul dari aspek-aspek pendengara, penglihatan, ucapan, sentuhan, dan lain sebagainya), bertolak belakang dengan anggapan barat, Islam menganggap beraktifitas secara lebih meluas, bukan tujuan utama sebagai panggung kiprah perempuan.

Sejak semula Islam pun telah mengetahui bahwa polesan-polesan make up dan ketakberhijaban perempuan tidak akan memberikan hasil apapun , kecuali kerusakan moral dimana ketaklanjutannya tak lain adalah meningkatnya data perceraian, renggangnya hubungan antara suami istri, semakin meluasnya penyimpangan moral dan lahirnya anak-anak di luar pernikahan.

Karena itu pulalah sehingga jauh-jauh sebelumnya Islam telah mengantisipasi dengan aturan yang bernama hijab, sebuah solusi yang diandang mampu mencitakan keselamatan psikologis masyarakat, memperkuat hubungan keluarga, mempererat keakraban sempurna diantara suami istri dan meningkatkan citra para perempuan.
Islam menghendaki para perempuan untuk menapakkan kakinya dalam berbagai sektor dan tetap berhijab, tetap mempertahankan rasa malu, menjaga kesuciannya, menampakkan kepribadian tinggi, citra hakiki dan identitas aslinya yang lebih penting dari itu, tetap menempatkan kecenderungan dan insting seksualnya hanya untuk suami di rumah dan tentu saja pada langkah awal, tidak melalaikan tugas besarnya dalam memanajemen keluarga, mendidik anak dan melaksanakan peran besarnya dalam membentuk masyarakat yang kuat dan ideal.

Pada ayat ini dan ayat sebelumnya, sebelum al-Qur’an menyarankan kepada perempuan untuk mengenakan penutupnya yang sesuai, terlebih menyarankan kepada perempuan dan laki-laki untuk menahan pandangan, setelah itu baru memberikan pesan khususnya kepada perempuan supaya mereka tidak menjadikan dirinya sebagai besi berani yang memagnet kalbu-kalbu adam untuk mendatanginya danjangan sekali-kaii menyediakan lahan yang akan membangkitkan syahwat para lelaki lain.

Sebagaimana halnya manusia tidak pernah merasa puas dengan kekayaan dan kedudukan, dalam aspek seksualitaspun manusia tidak pernah merasa terpuaskan. Oleh karena itulah bahaya yang ditimbulkan oleh pengaruh ketidakberhijaban dan tindakan-tindakan memperindah diri ini harus disampaikan kepada para perempuan.

Syahid Muthahari Ra dalam kaitaya dengan masalah ini berkata, “Kecenderungan untuk memperlihatkan diri dan mempercantik diri merupakan karakteristik khas yang dimiliki oleh para perempuan karena pada dasarnya perempuan merupakan manifestasi dari keindahan smeentara laki-laki merupakan penjelmaan dari amor dan cinta, yang senantiasa mencintai keindahan. Dari sisi kepemilikan kalbu, laki-laki adalah pemburu sedangkan perempuan adalah mangsanya. Dalam hukum alam, tabiat perempuan adalah penggoda, oleh karena itu ciri khas dari bentuk refleksi dan penyimpangan yang muncul di kalangan para perempuan adalah tindakan mereka yang senantiasa ingin memperindah diri, mempertontonkan diri dan menelanjangi diri, dari sinilah sehingga kmudian turun perintah bagi kaum perempuan untuk mengenakan hijab dan penutup.”

Syahid Muthahari Ra juga menuliskan pendapat Will Durant dalam kaitannya dengan sifat perempuan yang senang memperlihatkan keindahan dirinya, dan karakteristik laki-laki yang suka memandang keindahan. Dan demikianlah, sehingga tidak ada di antara perbuatan manusia yanglebih mengherankan dari perbuatan para lelaki berambut putih yang mengikuti para perempuan kemanapun pergi, sedangkan perempuan, bahkan hingga di tepian jurang pun senantiasa mempersiapkan diri untuk menjadi obyek cinta.