Setiap manusia, lelaki ataupun wanita, orang tua maupun remaja, orang yang bertakwa ataupun yang berpaling, semuanya pasti memiliki rasa cinta pada dirinya.
Setiap insan pasti ingin menjaga diri serta kehormatannya. Tanpa adanya rasa cinta pada diri sendiri, maka manusia tidak akan maju dan berkembang.
Semua manusia memiliki rasa cinta pada diri mereka, namun setiap dari mereka memiliki perbedaan dalam bentuk kecintaan pada diri masing-masing.
Tipe pertama mencintai dirinya berdasarkan akal sehat dan nalurinya.
Bentuk kecintaan semacam ini akan mewujudkan sikap yang terarah dan memberi hasil yang positif. Ia tidak akan mengganggu hak orang lain, ia akan menerima ketentuan dan pembagian Allah atas dirinya bahkan ia rela untuk berkorban dan mendahulukan orang lain. Karena manusia dengan tipe pertama ini meyakini bahwa pengorbanannya untuk orang lain adalah bentuk mencintai diri sendiri, karena kelak manfaatnya akan kembali kepada dirinya.
Tipe kedua mencintai diri dengan mengalahkan akal dan nalurinya.
Cinta semacam ini akan membawa seseorang menjadi manusia yang bengis dan keji. Hatinya dipenuhi dengan rasa tamak untuk memuaskan hawa nafsunya.
Ia tidak memikirkan siapapun kecuali dirinya sendiri dan tidak ingin memberi manfaat kecuali untuk dirinya sendiri.
Tipe semacam ini hatinya telah tertutup sehingga tidak bisa lagi tertembus oleh nasihat ataupun peringatan.
Inilah yang digambarkan oleh Al-Qur’an dalam firman-Nya :
لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ
“Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi.” (QS.Al-A’raf:179)
Tipe kedua ini selalu ada di setiap zaman. Sebagaimana di zaman Rasulullah saw kita akan menyaksikan bagaimana kecongkakan dan kekejian mereka yang ingin memuaskan diri tanpa memikirkan orang lain.
Mereka mau menerima ajaran Nabi saw asalkan dengan memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan nafsu duniawi mereka.
وَقَالُواْ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ تَفۡجُرَ لَنَا مِنَ ٱلۡأَرۡضِ يَنۢبُوعًا – أَوۡ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٞ مِّن نَّخِيلٖ وَعِنَبٖ فَتُفَجِّرَ ٱلۡأَنۡهَٰرَ خِلَٰلَهَا تَفۡجِيرًا – أَوۡ تُسۡقِطَ ٱلسَّمَآءَ كَمَا زَعَمۡتَ عَلَيۡنَا كِسَفًا أَوۡ تَأۡتِيَ بِٱللَّهِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ قَبِيلًا – أَوۡ يَكُونَ لَكَ بَيۡتٞ مِّن زُخۡرُفٍ أَوۡ تَرۡقَىٰ فِي ٱلسَّمَآءِ
Dan mereka berkata, “Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya, atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana engkau katakan, atau engkau datangkan Allah dan para malaikat berhadapan muka dengan kami,atau engkau mempunyai sebuah rumah (terbuat) dari emas, atau engkau naik ke langit.” (QS.Al-Isra’:90-93)
Mereka ingin Rasulullah saw memiliki dan mengabulkan semua keinginan dan nafsu duniawi mereka. Namun apapun yang mereka minta sebenarnya itu semua karena kecintaan yang salah kepada diri sendiri. Nafsu telah menyelimuti hati mereka sehingga cahaya kebenaran tak bisa lagi menembus hatinya.
Semoga bermanfaat..