Bersama Kafilah Ramadhan (5)
  • Judul: Bersama Kafilah Ramadhan (5)
  • sang penulis:
  • Sumber: irib indonesia
  • Tanggal Rilis: 1:31:38 2-9-1403

Salah satu ciri khas syariat Islam adalah kemudahan dan

keringanan hukum-hukumnya. Allah Swt mempertimbangkan

kapasitas dan kemampuan manusia serta kepastian

terlaksananya hukum syariat yang ditetapkan.Landasan

hukum Islam adalah untuk kebaikan dan maslahat serta

menolak keburukan dan mafsadat. Jelas bahwa hukum yang

selaras dengan fitrah manusia akan diterima dan hati

nurani juga terdorong untuk melaksanakannya.Jika individu

tertentu menentang hukum Islam karena kepentingan pribadi

atau kebodohan dan mencegah penerapannya, maka pihak lain

akan bangkit membela dan mencela orang-orang yang menolak

hukum Allah Swt.

 

Puasa Ramadhan merupakan bagian dari ajaran Islam yang

selaras dengan fitrah. Puasa bagi mereka yang hobi makan

akan sedikit berat dan ini bisa menjadi ajang

latihan.Iya, menahan lapar dan haus tidak sejalan dengan

tuntutan hawa nafsu, tapi kondisi ini sama seperti

ketidakcocokan obat dengan selera pasien, rasa obat yang

pahit bertentangan dengan selera pasien. Namun, fitrah

dan akal sehat menerima obat tersebut dan ia siap dengan

segala kepahitannya. Dalam puasa, Allah Swt juga tidak

menginginkan kesulitan dan kepayahan bagi umatnya. Surat

al-Baqarah ayat 185 berbunyi, “…Barangsiapa sakit atau

dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah

baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya

itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki

kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran

bagimu.”

 

Ternyata puasa sudah dikenal oleh umat-umat terdahulu.

Bangsa Romania, India, dan kemudian Yunani dan Mesir,

merupakan suku bangsa yang sudah mengenal puasa. Beberapa

filosof Yunani seperti, Pythagoras dan Plato juga percaya

bahwa puasa akan menciptakan nuansa religius dalam jiwa

dan ini merupakan tahap awal untuk mendapatkan ilham.

Suku-suku di benua Amerika juga meyakini bahwa puasa

efektif untuk memperoleh petunjuk dari Ruh Besar dan

menyebabkan penyucian jiwa.

 

Puasa juga sudah dipraktekkan di tengah pemeluk agama

Yahudi dan Nasrani. Dalam ajaran Yahudi, salah satu cara

populer untuk mendekatkan diri kepada Tuhan adalah

berpuasa. Puasa merupakan bagian dari ibadah umat Yahudi

dan hal ini disinggung beberapa kali dalam kitab Taurat.

Nabi Musa as sebelum menerima 10 Perintah Tuhan,melakukan

ritual puasa selama 40 hari di Gunung Sinai dan menahan

diri dari makan dan minum. Saat ini, puasa merupakan

sebuah perkara yang sangat umum di tengah umat Yahudi

dunia dan dilakukan dalam bentuk kewajiban atau anjuran.

 

Di agama Nasrani, puasa tercatat dalam kalender Gereja

dan merupakan bagian dari tradisi keagamaan mereka. Dalam

kitab Injil disebutkan bahwa Isa al-Masih memerintahkan

para pengikutnya untuk berpuasa. Puasa sudah menjadi ciri

khas para Hawariyun dan penyebar ajaran Isa al-Masih.

 

Allah Swt telah menanamkan fitrah dalam diri manusia.

Fitrah adalah sifat asal dan sebuah kencenderungan di

mana Tuhan menciptakan manusia atasnya. Pada

dasarnya,Allah Swt telah membekali manusia dengan

kecintaan kepada-Nya pada saat meniupkan ruh ke jasad

mereka. Sebenarnya, jika kita sudah memahami hakikat

insan dengan benar dan juga mengerti kaitannya dengan

alam malakut, maka bulan Ramadhan bukan lagi perkara

sulit dan halangan bagi kita. Kita akan menganggap

Ramadhan sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri dan

mencapai kesempurnaan.

 

Puasa merupakan sejenis latihan agar manusia mampu

mengontrol dirinya dan memerangi hawa nafsu, sehingga

bisa sampai pada tujuan utama dan filosofi penciptaan

manusia yaitu, kesempurnaan dan mendekatkan diri kepada

Allah Swt. Salah satu perintah yang tegas dalam agama

Islam adalah kewajiban berpuasa. Dengan mewajibkan puasa,

Allah Swt ingin memberikan sebuah kesempatan emas kepada

manusia sehingga mereka bisa mengaktualisasikan potensi-

potensinya untuk mencapai kedekatan dengan Sang Pencipta

dan meraih posisi utamanya sebagai khalifah Tuhan di muka

bumi. Kewajiban ini disertai dengan menahan diri dari

segala hal yang bisa membatalkan puasa.

 

Manfaat puasa yang disebut dalam sejumlah riwayat sangat

mengagumkan. Dikatakan bahwa untuk mencapai kesempurnaan

hakiki, tidak ada jalan lain kecuali mengurangi porsi

makan dan berpuasa. Rasul Saw bersabda, “Barang siapa

yang menahan rasa lapar, daya pikirnya akan meningkat dan

meraih pencapaian makrifat.” (Mizan al-Hikmah, jilid

5).Dalam sebuah riwayat dari Nabi Daud as dikisahkan

bahwa Tuhan berfirman kepadanya, “Wahai Daud! Aku

menetapkan lima perkara dalam lima perkara. Akan tetapi,

umat sibuk mencari lima perkara yang lain dan mereka

tidak menemukannya. Salah satu dari lima hal itu adalah

ilmu, Aku menempatkannya dalam rasa lapar dan usaha,

sementara umat mencarinya dalam keadaan kenyang dan

santai dan mereka tidak mendapatinya.” (Bihar al-Anwar,

jilid 75)

 

Berpuasa dan membiarkan perut kosong memiliki banyak

manfaat dan berkah. Salah satunya adalah manusia bisa

meraih ilmu pengetahuan dan hikmah. Ketika perutpenuh

terisi makanan, organ-organ tubuh harus bekerja ekstra

untuk mencerna makanan dan pada akhirnya pikiran dan daya

pikir manusia tidak beraktivitas dengan baik. Namun

ketika perut kosong dari makanan, mereka akan memiliki

kekuatan prima. Alkisah, seseorang mendatangi rumah

ulamauntuk belajar tata cara ibadah. Ulama itu kemudian

bertanya, “Bagaimana cara engkau menyantap makanan?”

Orang itu menjawab, “Aku makan sebanyak mungkin sampai

aku kenyang.” Sang ulama heran dan berkata, “Ini adalah

kebiasaan hewan. Engkau harus terlebih dahulu belajar

cara makan dan kemudian belajar tata cara ibadah.”

(Dikutip dari buku Bahr al-Maarif, karya Abdul Samad

Hamedani)

 

Bulan Ramadhan merupakan sebuah momentum untuk

membersihkan dan menyucikan jiwa sehingga manusia

terbebas dari cengkraman hawa nafsu. Mereka harus

memanfaatkan bulan ini untuk menggantikan kegelapan

syahwat dengan cahaya dan kenikmatan mengikuti perintah

Allah Swt. Di bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat terbuka

lebar dan taubat para hamba diterima. Pada dasarnya

dengan segala berkah yang ditawarkan Ramadhan, manusia

bisa meningkatkan derajatnya dan melangkah meraih

kesempurnaan.

 

Bapak Pencetus Revolusi Islam, Imam Khomeini ra adalah

sosok ulama revolusioner, ahli fikih, filsafat, teologi,

dan irfan. Beliau juga dikenal sebagai seorang arif dan

teladan ketakwaan. Berkenaan dengan bulan Ramadhan, Imam

Khomeini ra berkata, “Ini adalah sebuah undangan dari

sisi Allah. Ini adalah sebuah nikmat dan rahmat dari

Allah kepada hambanya yang lemah dan hina sehingga ia

bisa meningkatkan derajatnya.” Beliau meneruskan,

“Bersungguh-sungguhlah meraih berkah Ramadhan dan jangan

biarkan berlalu begitu saja. Nuansa religius yang

dirasakan selama Ramadahan harus tetap dijaga untuk

menjalani bulan-bulan selanjutnya.”

 

Imam Khomeini ra di berbagai ceramahnya selalu menyeru

masyarakat pada ketaatan dan ibadah kepada Allah Swt.

Selama bulan Ramadhan, beliau menghabiskan banyak

waktunya untuk berdoa dan bermunajat dengan Sang Khalik

dan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan emas ini

dengan maksimal. Imam Khomeini ra kadang harus berpuasa

selama 18 jam di tengah teriknya suhu udara di kota Najaf

yang mencapai 50 derajat Celcius. Beliau tidak menyantap

hidangan berbuka sebelum menunaikan shalat magrib dan

isya serta ibadah sunnah.

 

Imam Khomeini ra juga senantiasa menunaikan shalat dzuhur

dan asar berjamaah di Madrasah Ayatullah Burujerdi di

Najaf. Sebelum shalat dimulai, beliau menyempatkan diri

untuk melaksanakan ibadah sunnah. Pembacaan ayat-ayat

yang panjang dalam shalat dan kegiatan berzikir

setelahnya terbilang sebagai rutinitas yang memberatkan

para santri muda. Namun, keteladanan yang ditunjukkan

Imam Khomeini ra memberi pengaruh besar pada diri santri

dan menumbuhkan semangat baru pada diri mereka.

 

Mengenai kegiatan Imam Khomeini ra di bulan puasa,

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali

Khamenei mengatakan, “Beliau biasanya tidak punya agenda

pertemuan selama Ramadhan kecuali keperluan mendesak.

Namun setelah bulan puasa, orang-orang yang bertemu Imam

Khomeini ra menemukan beliau lebih bercahaya. Orang-orang

di sekitar merasakan hal itu. Dengan usia 90 tahun, Imam

Khomeini raaktif selama satu bulan penuh dan beliau

bergerak maju. Beliau selalu bergerak maju, tapi di bulan

Ramadhan gerakan itu meningkat dan lebih giat, karena

momentum ini adalah sebuah kesempatan yang sangat tepat.”