Bersama Kafilah Ramadhan (23)
  • Judul: Bersama Kafilah Ramadhan (23)
  • sang penulis:
  • Sumber: IRIB INDONESIA
  • Tanggal Rilis: 6:34:15 4-9-1403

Tradisi baik ini berkisar tentang nilai-nilai kemanusiaan dan nuansa religius bulan Ramadhan. Ritual yang dikerjakan selama Ramadhan berpengaruh dalam memperkuat tali persahabatan, semangat saling membantu, dan pertalian hati di antara masyarakat. Dalam banyak tradisi tersebut kita bisa menemukan simbol keindahan penghambaan dan simbol keunggulan kemanusiaan. Tradisi baik ini kadang mampu membangkitkan semangat manusia dan membangunkan jiwa mereka.

 

Kesulitan keuangan merupakan bagian dari masalah yang dihadapi manusia di tengah masyarakat. Pemerintah atau lembaga-lembaga amal tentu saja tidak mampu sendirian mengatasi masalah keuangan yang melilit masyarakat lemah. Salah satu tradisi mulia yang mulai populer setelah kemenangan Revolusi Islam di Iran adalah penggalangan bantuan masyarakat untuk mengatasi kesulitan keuangan golongan miskin. Di setiap bulan Ramadhan, pengumpulan dana dilakukan lewat berbagai kegiatan pada malam hari.Kegiatan ini disiarkan secara langsung melalui televisi-televisi milik Lembaga Penyiaran Nasional Republik Islam Iran (IRIB).

 

Masyarakat Iran antusias menyambut kegiatan amal itu dan mereka mengajak seluruh anggota keluarganya untuk datang ke tempat pengumpulan dana. Di acara tersebut, para pejabat pemerintah, bintang film, atletis, dan figur-figur publik menyumbangkan bantuan mereka dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan amal. Masyarakat juga terpanggil untuk berbagi berkah Ramadhan dan mereka mendonasikan bantuan sesuai kemampuan masing-masing. Seluruh sumbangan tersebut kemudian dihitung oleh panitia dan biasanya dana terkumpul dalam jumlah besar.

 

Sumbangan masyarakat ini disalurkan untuk keluarga-keluarga yang kurang mampu, anak yatim, dan fakir-miskin. Salah satu bidang peruntukan dana ini adalah untuk membebaskan para tahanan yang tersangkut kasus kelalaian dan melunasi diyat (denda) mereka. Beginilah cara masyarakat Iran membayar diyat tahanan dan mengembalikan mereka ke pangkuan keluarganya.

 

Salah satu pelajaran Ramadhan adalah masalah rezeki yang halal. Nilai ibadah puasa juga terletak pada kesucian dan kehalalan makanan yang dikonsumsi untuk sahur dan berbuka. Sebuah doa yang disunnahkan untuk dibaca pada malam pertama bulan Ramadhan berbunyi, “Ya Allah! Jadikanlah menu berbuka kami dari rezeki yang halal. Ya Ilahi! Jadikanlah rezeki kami sebagai rezeki yang halal, baik, dan bebas dari kezaliman dan dosa, bersih dari kesalahan dan keburukan. Ya Tuhanku! Sucikanlah makanan kami sehingga tidak ada sedikit pun noda dan perkara haram di dalamnya.” (Kitab Al-Hayat, jilid 4)

 

Menurut Islam, rezeki yang halal sangat membantu manusia untuk mematuhi perintah-perintah agama. Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Jangan pernah meninggalkan usaha untuk mencari rezeki halal, karena itu akan membantumu dalam beragama. Ikat tungganganmu dan bertawakallah.”Rasulullah Saw juga bersabda, “Barang siapa memakan makanan yang halal selama 40 hari, niscaya Allah akan menerangi hatinya dan memancarkan cahaya hikmah dari hatinya melalui lisannya.” Sebaliknya, orang yang memakan makanan haram maka selama 40 malam shalatnya tidak diterima dan doanya tidak dikabulkan. Daging tubuhnya yang tumbuh dari makanan haram lebih layak dibakar di neraka. Satu suap makanan haram pun dapat menumbuhkan daging.

 

Suapan haram tentu saja memiliki makna yang lebih luas dan tidak hanya terbatas pada makanan dan minuman, tapi juga mencakupsemua perkara yang tidak diperoleh melalui jalur syariat dan hukum agama, baik itu didapatkan dengan cara mencuri, hasil suap atau penipuan maupun sikap curang dalam bekerja. Khumus dan zakat harta yang belum ditunaikan juga termasuk dari contoh suapan haram.

 

Usaha untuk memperoleh rezeki yang halal sangat penting untuk diperhatikan. Imam Musa al-Kadhim as berkata, “Barang siapa mencari rizki halal untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, maka ia bagai orang yang berjihad di jalan Allah.”Namun, sungguh celaka orang-orang yang tidak sabar dalam mengumpulkan hartanya. Rasul Saw bersabda,“Barang siapa mencari kekayaan yang tidak halal, maka itu adalah bekalnya menuju neraka.” Berkenaan dengan pentingnya mencari rezeki yang halal, Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Barang siapa yang ingin doanya diterima, maka pendapatan yang ia peroleh harus halal dan menunaikan hak masyarakat. Tidak ada doa seorang hamba pun yang akan naik ke sisi Allah selama harta haram berada di perutnya atau hak masyarakat masih berada di pundaknya.”

 

Rezeki halal memiliki pengaruh besar dalam realitas keberadaan manusia serta dalam membentuk raga dan jiwanya. Ia juga memainkan peran vital dalam mengembangkan potensi baik dan menumbuhkan niat baik dalam diri manusia. Seorang arif besar Iran, Allamah Hasan Zadeh Amuli ketika menjelaskan masalah rezeki halal dalam bukunya Maqalat menulis, “… suapan makanan yang masuk ke mulut manusia, jika tanpa perhitungan maka akan membuat ia banyak makan, dan orang yang banyak makan, ia akan banyak berbicara.Oleh karena itu, salah satu bentuk penjagaan terbaik adalahmanusia harus mengawasi sesuatu yang masuk dan keluar dari mulutnya.”

 

Salah satu doa yang banyak diserukan selama bulan Ramadhan adalah meminta rezeki yang halal. Seperti disebut dalam doa sahar ini, “Ya Tuhanku! Aku memohon kepada-Mu berilah untukku rezeki yang halal dan suci.”  Hanya makanan yang suci dan sehat yang dianggap halal oleh Islam dan melarang umatnya untuk mengkonsumsi makanan yang tidak suci dan haram. Rezeki yang halal juga akan membawa manusia pada jalan kemuliaan. Manusia mulia dan berwibawa dibesarkan dengan rezeki yang halal. Imam Husein as berkata, "Rezeki halal akan menjauhkan seseorang dari banyak kerusakan dan kehinaan dan mengubahnya menjadi pribadi yang berani dan mulia."

 

Suatu hari, Rasulullah Saw sedang berkumpul bersama para sahabatnya di masjid, tiba-tiba seorang kakek muncul dan berkata, "Wahai Rasulullah. Saya sangat lapar, tolonglah saya dan saya tidak punya pakaian kecuali yang menempel di badanku ini."Sebenarnya, Rasul Saw sangat iba menyaksikan keadaan orang tua itu.Wajahnya pucat,  bibirnya membiru, dan tangannya agak gemetar memegangi tongkatnya. Cuma kebetulan beliau sedang tidak punya apa-apa. Sudah habis diberikannya kepada yang lain.

 

Rasul Saw kemudian memerintahkan orang tua itu untuk datang ke rumah Fatimah as, mungkin ada sesuatu yang bisa diberikan untuknya. Maka pergilah kakek itu ke rumah Fatimah. Di sana ia berseru, "Wahai putri Rasulullah. Saya lapar sekali dan tidak punya pakaian. Saya datang kepada ayahmu, tetapi beliau tidak punya apa-apa. Saya disuruhnya datang menemuimu. Mungkin engkau punya sedekah untukku?"Namun, Fatimah juga sedang tidak memiliki sesuatu di rumahnya.Sesudah merenung sejenak, barulah ia teringat akan sebuah barang pemberian putri Hamzah bin Abdul Muthalib, bibinya. Buru-buru ia mengambil kalung itu dan menyerahkannya kepada si kakek.

 

Dengan suka cita orang tua itu pergi menemui kembali Rasul Saw di masjid. Ia memperlihatkan kepada beliau kalung emas pemberian Fatimah dan ingin menjualnya untuk bekal hidup.Setelah melihat itu, Rasul Saw bersabda, “Barang siapa yang membeli kalung ini,maka Allah tidak akan mengazabnya.”Ammar Yasir yang berada di sana bertanya, “Waha Rasulullah! Izinkan aku membeli kalung emas ini.” Beliau memberinya izin dan Ammar pun bertanya kepada kakek itu, “Berapa harga kalung itu?”Orang tua itu lantas menjawab, "Berikan kepadaku beberapa potong roti dan daging untuk mengganjal perutku, dan sekadar biaya kepulanganku ke kampung."

 

Ammar kemudian mengeluarkan dua puluh dinar dan seratus dirham, beberapa potong roti dan daging, pakaian, serta seekor unta untuk tunggangannya ke kampung.Setelah memenuhi semua kebutuhan si kakek itu, Ammar lalu menyuruh budaknya bernama, Saham untuk menyerahkan kalung tersebut kepada Rasulullah Saw dan juga dirinya sebagai budak pemberian Ammar. Rasul Saw tersenyum dan bersabda, "Kuterima pemberian itu. Sekarang lanjutkanlah perjalananmu ke rumah Fatimah. Serahkan kalung ini kepadanya, juga engkau kuberikan untuk Fatimah."

 

Saham lalu mendatangi Fatimah di rumahnya dan menceritakan pesan Rasulullah Saw. Fatimah dengan lega menyimpan kalung itu di tempat semula, lantas berkata kepada Saham, "Engkau sekarang telah menjadi hakku, karena itu engkau kubebaskan. Sejak hari ini engkau kembali menjadi orang merdeka."Saham tertawa nyaring sampai Fatimah keheranan, "Mengapa engkau tertawa?"Bekas budak itu menjawab, "Saya gembira menyaksikan riwayat sedekah dari satu tangan ke tangan berikutnya. Kalung ini tetap kembali kepadamu, karena dilandasi keikhlasan, kalung ini telah membuat kaya orang miskin, menutupi orang yang tidak punya pakaian, dan kini membebaskan aku menjadi manusia merdeka."