Lailatul Qadar terdapat pada malam-malam yang ganjil di 10 hari
terakhir Ramadhan, tetapi Allah Swt tidak menentukan secara pasti
kapan tepatnya Lailatul Qadar. Suatu ketika Imam Ali as ditanya
tentang kapan datangnya Lailatul Qadar, beliau menjawab, “Aku yakin
bahwa Allah menyembunyikan malam itu dari kalian karena Dia ingin
membantu dan memberi kesempatan kepada kalian, jika malam itu
diberitahu kepada kalian, maka kalian hanya akan beribadah pada malam
itu saja dan meninggalkan ibadah di malam-malam yang lain.”
Untuk itu, mungkin salah satu hikmah disembunyikan malam Lailatul
Qadar adalah untuk mendorong kaum Muslim memanfaatkan malam-malam lain
juga serta memperbanyak ibadah dan perbuatan baik dengan harapan bisa
memahami keutamaan malam agung tersebut. Mereka juga diharapkan
meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat serta bersungguh-sungguh dalam
ibadah.
Istighfar dan taubat merupakan salah satu amalan khusus yang sangat
ditekankan pada malam Lailatul Qadar. Anjuran untuk memohon ampunan
dan bertaubat – terutama di malam mulia ini – karena dosa dan maksiat
telah menodai dan mengotori hati manusia, seperti wadah yang kotor, ia
tidak bisa menjadi tempat yang suci dan penampung pancaran cahaya
Ilahi. Oleh sebab itu, doa dan munajat orang-orang yang berlumur dosa
tidak akan diterima.
Taubat dan istighfar di malam Lailatul Qadar pasti akan diterima.
Dengan bahasa al-Quran, taubat itu harus dilakukan dengan tulus dan
murni. Dalam surat at-Tahrim ayat 8, Allah Swt berfirman, “Hai orang-
orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya).”Suatu hari, Muadh bin Jabal meminta
Rasulullah Swt untuk menjelaskan tentang taubat nasuha, beliau
bersabda, “Maksud dari taubat nasuha adalah manusia bertaubat dan
kemudian sama sekali tidak kembali kepada dosa.” Pada dasarnya, taubat
nasuha akan menciptakan sebuah revolusi besar dalam diri manusia, di
mana jalan untuk kembali ke masa lalu benar-benar sudah tertutup
rapat.
Setelah istighfar dan taubat, kini tiba saatnya untuk berdoa dan
memohon hajat kepada Allah Swt.Salah satu kondisi terbaik doa adalah
berdoa secara berjamaah dan ramai-ramai. Untuk itu, kita harus
berusaha hadir di masjid-masjid pada peringatan malam Lailatul Qadar
dan tidak kehilangan kesempatan untuk berkumpul bersama jamaah.
Berkenaan dengan perkara ini, Rasulullah Saw bersabda, “Tangan Allah
bersama jamaah.” (Ahkam al-Quran, jilid 3). Hari pada malam jatuhnya
Lailatul Qadar juga memiliki keistimewaan dan berbeda dengan hari-hari
lain. Alangkah baiknya detik-detik pada siang dan malam Lailatul Qadar
dimanfaatkan untuk menimba ilmu pengetahuan, membaca al-Quran,
mendirikan shalat, berzikir, dan berdoa.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan
pengampunan. Allah Swt pada bulan ini dengan berbagai pertimbangan
mengampuni dosa-dosa hambanya dan menyediakan surga untuk perbuatan-
perbuatan seperti, menjalani puasa, mendirikan shalat fardhu dan
sunnah, membaca al-Quran, memberi sedekah, menjalin tali silaturahim
dan lain-lain. Oleh karena itu, pintu surga terbuka lebar untuk
orang-orang yang dengan amal ibadahnya memperoleh rahmat Ilahi dan
memenuhi syarat untuk menjadi ahli surga. Namun orang-orang yang lalai
jelas tidak akan mencium aroma surga.
Ketika menyaksikan hilal bulan Ramadhan, Rasulullah Saw akan berdiri
menghadap kiblat dan berdoa kepada Allah Swt, meminta keamanan dan
keselamatan serta memohon agar Dia menemaninya dalam shalat, puasa,
dan membaca al-Quran. Rasul Saw mengangkat kedua tangannya dan berdoa,
“Ya Allah, munculkanlah ia (hilal itu) atas kami dengan (membawa)
keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman, kesehatan yang meliputi
(semua orang), penolakan atas seluruh jenis penyakit, rezekiyang
lapang, dan bantuan demi mengerjakan shalat, puasa, beribadah, dan
membaca al-Quran. Ya Allah, serahkanlah diri kami kepada bulan
Ramadhan, terimalah ia dari kami, dan sehatkanlah kami di dalamnya
sehingga bulan Ramadhan ini berlalu dan Engkau telah memaafkan kami,
mengampuni kami, dan merahmati kami.”
Setelah membaca doa tersebut, Rasul Saw kemudian menghadap ke arah
masyarakat dan bersabda, “Wahai kaum Muslim! Ketika hilal bulan
Ramadhan telah muncul, syaitan-syaitan mulai terusir dan mereka
dibelenggu rantai, pintu-pintu langit, surga, dan rahmat telah dibuka,
dan pintu-pintu neraka telah ditutup.”
Pada bulan Ramadhan, Allah Swt membatasi kekuatan syaitan dan
membelenggu mereka sehingga tidak bisa memperdaya manusia. Oleh sebab
itu, jiwa dan raga manusia punya kesiapan lebih besar untuk beribadah
dan mengamalkan perintah-perintah Ilahi. Akan tetapi, itu bukan
berarti Allah Swt telah mencabut kekuatan ikhtiyar dan memilih dari
manusia serta menghilangkan segala bentuk ujian dan musibah dari
mereka.
Pada dasarnya, bulan Ramadhan merupakan sebuah momentumuntuk mengenal
syaitan dan jalur penyusupan mereka ke dalam diri manusia. Seorang
guru besar akhlak, Ayatullah Abdul Hussain Dastghaib memaparkan sebuah
tamsil yang indah tentang syaitan dan cara untuk memerangi mereka.
Beliau berkata, “Jika engkau membawa bersama makanan yang disukai oleh
anjing, meski engkau menyembunyikan makanan itu dan menutupnya dengan
kain, seekor anjing yang lapar dan dengan penciuman yang baik, ia akan
mengikutimu. Sebab, ia lapar dan menemukan makanan kesukaannya
bersamamu. Dalam kondisi seperti itu, kalau pun engkau mengusirnya
berkali-kali dan menghardiknya, ia tetap akan mengikutimu. Hati
manusia juga menjadi incaran syaitan dari segi itu.”
Ayatullah Dastghaib lebih lanjut menerangkan, “Orang yang menanam
sifat-sifat kotor dalam hatinya seperti, cinta kedudukan,cinta
jabatan, gila popularitas, cinta dunia, gila kekuasaan, dengki, pelit,
dan lain-lain, maka ia telah menjadikan hatinya sebagai ladang gembala
syaitan dan selama sifat-sifat tercela itu masih bersarang di hatinya,
meskipun ia mengucapkan kalimat Auzubillahi Minashaitan Nirajiimsampai
ribuan kali, maka tidak akan mujarab, karena ia mengusir syaitan hanya
dengan lisan, tapi dalam prakteknya ia mengundang syaitan sebagai tamu
di hatinya dan menyediakan jamuan untuknya. Untuk membebaskan diri
dari keburukan-keburukan syaitan – sebagai musuh nyata –maka manusia
harus menghilangkan sifat-sifat kotor tersebut dari hatinya.”
Memanfaatkan nikmat Allah Swt dan mensyukurinya ibarat modal, yang
diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya untuk berbisnis. Jika ia
sukses di dunia bisnis dan menggunakan modal tersebut dengan benar,
maka seorang ayah akan kembali menyediakan modal yang lebih besar
untuknya. Akan tetapi, jika si anak menyia-nyiakan pemberian itu atau
menggunakannya untuk hal-hal negatif, maka ayahnya akan bertanya-
tanya, “Mengapa aku memberikan uang untuknya, sementara ia telah
merusak dirinya dengan uang tersebut? Memangnya aku musuh bagi anakku
sehingga merusaknya?”Akhirnya si ayah memutuskan tidak lagi memberi
modal untuk anaknya. Demikian juga dengan nikmat Allah Swt. Jika
manusia tidak mengetahui nilai sebuah nikmat dan tidak mensyukurinya,
Dia akan mencabut kembali nikmat tersebut. Kaum Mukmin menyatakan
kerelaan dan rasa syukur atas segala anugerah Tuhan dan senantiasa
melihat diri mereka larut dalam lautan nikmat-Nya meskipun sedang
ditimpa musibah.
Suatu hari, Imam Jakfar Shadiq as sedang duduk bersama para sahabatnya
di Mina sambil mencicipi buah anggur, ketika itu datanglah seorang
fakir dan meminta sedekah.Imam Shadiq as memberikan setandan anggur
kepadanya. Orang fakir itu mengambil anggur yang diberikan kepadanya
dan bersyukur kepada Allah.Imam as kemudian memberikan beberapa keping
uang. Kembali, orang tersebut bersyukur kepada Allah. Imam lalu
menyerahkan jubahnya kepada orang itu. Si fakir kemudian memakai jubah
tersebut dan lagi-lagi bersyukur dan berlalu sembari mendoakan Imam
Shadiq as.Perawi mengatakan, “Jika orang fakir itu terus menyatakan
rasa syukur kepada Allah atas apa yang diberikan oleh Imam kepadanya,
maka Imam akan tetap memberikan semua yang dimilikinya hingga tidak
tersisa lagi baginya sesuatu untuk diberikan.”