Bersama Kafilah Ramadhan (3)
  • Judul: Bersama Kafilah Ramadhan (3)
  • sang penulis:
  • Sumber: irib indonesia
  • Tanggal Rilis: 6:37:40 4-9-1403

Salah satu amalan yang efektif dalam hal ini adalah

ibadah puasa. Allah Swt menjelaskan tentang peran puasa

dalam mewujudkan takwa pada diri seseorang. Surat al-

Baqarah ayat 183 dengan tegas menerangkan bahwa tujuan

dari puasa adalah untuk mencapai ketakwaan dan penggunaan

kata La'alla (supaya/agar) untuk menegaskan bahwa puasa

tidak hanya bermakna takwa, tapi juga sebuah latihan

untuk membentuk dan menumbuhkan ketakwaan itu sendiri.

Dalam ajaran Islam, salah satu jalan utama untuk mencapai

ketakwaan yang sempurna adalah melatih diri dengan puasa.

 

Puasa meski tampak sebagai kegiatan yang meliburkan hal-

hal seperti, makan, minum, hawa nafsu, dan sejenisnya,

namun sebenarnya manusia sedang melatih takwanya dengan

cara melawan hawa nafsu dan godaan-godaan lain. Ramadhan

dan puasa merupakan ajang latihan selama satu bulan, di

mana manusia secara sadar dan dengan niat mendekatkan

diri kepada Allah Swt, meninggalkan tuntutan-tuntutan

hawa nafsunya. Dalam ibadah yang dijalankan dengan

kesadaran dan tekad ini, seseorang memanfaatkan semua

sarana yang bisa mempertebal iman – seperti, shalat

berjamaah, shalat sunnah, tadarus, dan tahajud – demi

mencapai hakikat takwa.

 

Dalam al-Quran, syarat untuk menjadi penghuni surga dan

menikmati semua kesempurnaan lain adalah menyandang

predikat takwa. Dalam banyak ayat, al-Quran menganggap

surga dan nikmat-nikmatnya sebagai milik orang-orang yang

bertakwa; mereka yang meninggalkan semua larangan dan

menempatkan dirinya di jalan kesempurnaan kemanusiaan.

 

Mengenai nikmat-nikmat surga yang diberikan untuk kaum

Mukmin, Allah Swt dalam surat al-Hijr ayat 45-48

berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu

berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata

air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka):

"Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman, Dan

Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati

mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-

hadapan di atas dipan-dipan. Mereka tidak merasa lelah di

dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan

daripadanya.”  

 

Di bulan Ramadhan, ruh takwa dalam diri manusia dapat

dihidupkan dengan cara berpuasa dan mematuhi perintah-

perintah Allah Swt. Tidak ada keraguan bahwa dimensi

internal manusia tersimpan berbagai naluri dan nafsu

seperti, nafsu makan dan minum, cinta kepada diri sendiri

dan harta benda dan sejenisnya, di mana semua itu penting

untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya. Akan tetapi,

naluri dan hawa nafsu itu kadang keluar dari batas

alamiahnya dan mendominasi seluruh wujud manusia. Orang

yang berpuasa – dengan menahan rasa lapar dan haus serta

batasan-batasan lain – secara signifikan mampu memadamkan

bara api hawa nafsu dan naluri hewani tersebut.

 

Oleh sebab itu, berpuasa tidak hanya menahan diri dari

makan dan minum, tapi juga meninggalkan perbuatan-

perbuatan dosa dan maksiat. Rasul Saw dalam sebuah

khutbah di penghujung bulan Sya’ban menjelaskan tentang

keutamaan-keutamaan Ramadhan kepada kaum Muslim dan

ketika itu Imam Ali as bertanya, “Perbuatan apakah yang

paling utama di bulan ini?” Rasul Saw menjawab, “Menjauhi

dan menghindari dosa.”

 

Pada dasarnya, memelihara takwa bukan sebuah perkara yang

rumit dan mustahil dilakukan, tapi setiap kebaikan yang

dikerjakan oleh manusia dan setiap keburukan yang

ditinggalkan oleh mereka, dengan sendirinya perkara ini

sudah termasuk contoh dari memelihara takwa dalam hidup.

Bulan Ramadhan merupakan momentum terbaik untuk menaati

perintah Allah Swt dan memelihara ketakwaan. Mengatasi

masalah orang lain, mengabdi kepada masyarakat, menjauhi

barang haram, serta tidak meremehkan ibadah, semua

perkara ini merupakan bentuk dari ketakwaan itu sendiri.

Dengan melatih dan membiasakan diri dalam perbuatan baik,

maka orang yang berpuasa telah menanamkan tradisi baik

dalam dirinya untuk selalu menjauhi larangan Allah Swt.

Cara ini akan membuat hatinya bersih dan bersinar.

 

Takwa berarti menjaga diri dari perkara yang dibenci oleh

Allah Swt. Individu yang meninggalkan perbuatan buruk dan

menanggung semua kesulitan demi meraih ridha Allah Swt,

maka ia juga akan mendapat perhatian khusus dari-Nya.

Rasul Saw bersabda, “Wahai Abu Dzar, perhatikanlah selalu

Allah Swt dan keridhaan-Nya sehingga engkau juga

memperoleh perhatian-Nya.” (Bihar al-Anwar, jilid 77)

 

Dalam buku Tadzkiratul Awliya karya Syeikh Attar

Naishaburi dikisahkan, “Seorang arif berjanji kepada

dirinya untuk tidak mengambil keuntungan lebih dari 5

persen dari niaganya. Suatu hari ia membeli beberapa

karung kacang almond seharga 60 dinar. Harga almond di

pasar tiba-tiba melambung naik. Seorang agen datang ke

toko orang arif itu untuk membeli almond dan ia pun

menanyakan harganya. Arif tersebut menjawab, ’63 dinar

tuan.’ Agen itu berkata, ‘harga almond ini pantasnya 90

dinar!’ Arif itu menjawab, ‘iya benar demikian, tapi aku

sudah berjanji untuk tidak meraup untung lebih dari 5

persen. Aku sudah merusak harga pasar, tapi aku tidak

mengingkari janjiku.’ Beberapa hari kemudian pasar di

kota itu terbakar dan semua toko berserta aset milik

mereka hangus dilalap api, namun toko orang arif itu

tidak terbakar dan selamat dari kobaran api. Inilah

balasan Allah Swt, ia sudah memilih jalan takwa dan Allah

Swt juga melindunginya.’”

 

Ramadhan dengan segala keindahannya kembali menyapa

rumah-rumah kaum Muslim. Mereka dengan penuh suka cita

berusaha menunaikan kewajiban agamanya dengan sempurna

sehingga bisa menghadirkan senyum merekah di penghujung

Ramadhan. Perasaan gembira ini selalu mengundang tanda

tanya bagi kebanyakan warga non-Muslim. Mereka menganggap

puasa hanya terbatas pada menahan lapar dan haus dan

mereka merasa kesulitan jika harus memikul beban

tersebut. Rasa penasaran ini kadang mendorong mereka

untuk mencoba berpuasa sehingga mengetahui alasan

kecintaan umat Islam terhadap bulan Ramadhan dan ibadah

puasa.

 

Sebut saja Rahul, ia adalah seorang pemuda dari India.

Dia termasuk salah satu dari mereka yang penasaran dengan

aktivitas kaum Muslim di bulan puasa. Bulan Ramadhan

akhirnya membawa Rahul mengenal ajaran-ajaran luhur Islam

dan ia pun memilih masuk Islam. Berkenaan dengan

keputusannya untuk memeluk Islam, Rahul berkata, “Aku

sudah menjadi seorang Muslim selama beberapa bulan. Aku

dibesarkan di sebuah keluarga seperti semua keluarga di

India mengikuti ajaran Hindu. Sebagian dari mereka

menyembah berhala, sebagian yang lain mendewakan binatang

seperti sapi, dan sisanya menganggap matahari sebagai

tuhannya. Aku juga dibesarkan di lingkungan seperti itu

dan keyakinan tersebut membuatku hidup dalam kesesatan.”

 

Rahul lebih lanjut mengisahkan perjalanan hidupnya dan

berujar, “Dengan izin Tuhan, aku kemudian merantau ke

Oman, sebuah negara Muslim. Untuk pertama kalinya di sana

aku mengenal kaum Muslim dan selama tiga tahun tinggal di

Oman, aku memperoleh banyak pengetahuan tentang Islam dan

menemukan kebenaran. Waktu tiga tahun itu berperan sangat

besar dalam mengantarkanku ke gerbang kebenaran serta

mengubah pemikiran dan akidahku.”

 

Ibadah puasa memunculkan pertanyaan pada diri Rahul dan

membangkitkan rasa ingin tahunya. Ia kemudian melakukan

penelitian untuk mengetahui filosofi puasa dan bulan

Ramadhan. Jawaban yang diberikan oleh teman-temannya dan

hasil yang diperoleh dari kajiannya memberi pengaruh

besar bagi Rahul. Ia memutuskan ikut berpuasa bersama

teman-temannya dan merasakan apa yang dirasakan oleh

mereka. Rahul berkisah, “Aku sengaja berpuasa sebelum

masuk Islam untuk mengobati rasa penasaranku dan itu

hanya sebatas tidak makan dan minum, tapi kini aku

berpuasa dengan niat ibadah dan mendekatkan diri kepada

Allah Swt. Ramadhan bagiku sekarang bukan hanya menahan

lapar dan haus, tapi aku juga mengisinya dengan shalat,

doa, sedekah, dan tadarus.”

 

Atas dasar ketertarikannya yang sangat besar terhadap

Ramadhan dan ibadah puasa juga telah membuatnya

memperoleh hidayah, Rahul akhirnya mengganti namanya

dengan Rayyan, karena Allah Swt akan memasukkan orang-

orang yang berpuasa ke dalam surga melalui Babul Rayyan.