Doktor Muhammad Tijani Samawi adalah orang Qafshah, salah satu kota di Tunisia. Sebagaimana masyarakat yang tinggal di sana, beliau dulu bermadzhab Maliki. Dalam rangka mencari kebenaran, beliau menimba ilmu di berbagai tempat baik jauh maupun dekat; hingga akhirnya beliau berguru kepada Ayatullah Khui dan Ayatullah Baqir Shadr, dan mengikuti madzhab Syi’ah.
Beliau menceritakan kisah perjalanan spiritualnya dalam bukunya “Akhirnya kutemukan kebenaran”. Selain itu ada juga buku beliau yang berjudul “Agar aku bersama orang-orang yang jujur”. Dalam buku-buku itu ia menceritakan dialog-dialognya dengan berbagai tokoh tentang kebenaran madzhab Syiah.
Ia banyak belajar tentang Syiah di Najaf Asyraf, Iraq. Dengan gurunya, Ayatullah Baqir Shadr, ia sudah bagaikan teman akrab. Beliau banyak berdiskusi dan membahas kebenaran Syiah dengannya.
Salah satu diskusi dan dialognya dengan Ayatullah Baqir Shadr berkaitan dengan tawasul. Dialog itu cukup menarik. Berikut dialognya:
Doktor Tijani: “Ulama Saudi mengatkan bahwa menyentuh kuburan orang-orang shaleh dan bertawasul atau mencari berkah adlah syirik. Bagaimana menurut anda?”
Ayatullah Baqir Shadr: “Jika mereka melakukan itu (berziarah dan bertawasul) dengan pemahaman bahwa wali-wali Allah dapat merubah nasib mereka dan bisa berbuat “sesuatu” tanpa seizin Tuhan, maka, ya benar itu memang syirik. Namun umat Islam tidak berkeyakinan seperti itu. Mereka faham bahwa para wali Allah adalah perantara yang menyampaikan doa mereka (umat Islam) kepada Tuhan dan Allah pun berkat bantuan para wali besar kemungkinannya bersedia mengabulkan doa mereka. Oleh karena itu niat sedemikian dalam berziarah bukanlah syirik.
Semua umat Islam baik Suni maupun Syiah, dari jaman nabi Muhammad saw hingga kini, semuanya bersepakat tentang hal ini. Kecuali Wahabi, sekte yang muncul baru-baru ini. Wahabi bertentangan dengan ijma’ umat Islam dan Wahabi adalah satu-satunya aliran yang menghalalkan darah umat Islam. Mereka menciptakan fitnah-fitnah yang merusak agama ini. Salah satunya menyebut tawasul sebagai syirik.
Allamah Syarafuddin (salah satu ulama besar yang pernah menulis buku yang berjudul Al Muraja’at atau Dialog Sunah Syiah) hidup di masa pemerintahan Abdul Aziz Sa’udi di Saudi Arabia. Saat itu ia datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ia diundang ke istana raja saat Idul Qurban.
Saat menemui raja, seraya mengucapkan selamat hari raya, ia memberinya sebuah hadiah Al Qur’an yang berjilidkan kulit. Sebagai rasa hormat, sang raja mencium Al Qur’an itu, lalu meletakkan di atas kepalanya.
Lalu Allamah Syarafuddin tiba-tiba berkata: “Wahai raja, mengapa engkau mencium jilid Al Qur’an yang terbuat dari kulit ini? Padahal itu hanyalah sampul yang terbuat dari kulit kambing.”
Raja menjawab: “Aku tidak bermaksud mencium kulit, tapi yang kucium adalah Al Qur’an yang berada di tanganku ini.”
Allamah Syarafuddin berkata: “Bagus kalau begitu wahai raja. Kami orang-orang Syiah ketika mencium dinding dan pagar makam nabi, kita tahu bahwa itu hanyalah tanah dan besi. Namun niat kami adalah mencium nabi yang bersemayam di situ. Sebagaimana anda mencium sampul kulit dengan niat mencium Al Qur’an karena kemuliaannya.”
Para hadirin pun mengucapkan takbir. Akhirnya raja Abdul Aziz memperbolehkan para peziarah untuk mencium dan “bertabaruk” di makam Rasulullah saw. Namun raja yang datang setelahnya sebagai pengganti melarangnya kembali.
Jadi tidak ada kesyirikan sama sekali dalam masalah ini. Orang-orang Wahabi saja yang sengaja menebar fitnah dan mengejar misi-misi busuknya dengan cara asal mengecap “syirik”. Dengan mudahnya mereka menghalalkan darah umat Islam agar pemerintahan mereka tetap terjaga dan sampai selamanya mereka menguasai umat Islam. Sejarah adalah saksi kenyataan ini.”[1]
CATATAN :
[1] Akhirnya kutemukan kebenaran, Doktor Tijani Samawi, halaman 92.