Para Imam maksum dan Ahlul Bait Nabi adalah
manifestasi sempurna nilai-nilai tinggi kemanusiaan.
Sirah mereka yang penuh dengan ibadah terindah dan
ideologi paling kuat serta pengambilan keputusan
paling bijaksana di bidang politik dan sosial,
merupakan gambaran sempurna dari sosok Ilahi.
Manusia sempurna ini di bidang ibadah, jihad dan
ketika menerima tanggung jawab sosial dan politik tak
pernah goyah dan memilih menempuh jalan kebenaran.
Kesemuanya ini hanya dengan niat mendekatkan diri
kepada Tuhan dan berlepas tangan dari musuh-musuh-Nya.
Imam Hasan Askari adalah bintang terang dari tata
cahaya. Imam Hasan Askari menghabiskan usianya yang
pendek bersama ayahnya, Imam Hadi as di kamp militer
Askar, di kota Samarra. Setelah Imam Hadi as gugur,
Imam Hasan mengambil tampuk imamah dan selama enam
tahun beliau aktif menyebarkan ajaran Islam dan
memerangi ideologi sesat. Perjuangan ini beliau
lakukan di tengah-tengah pembatasan super ketat yang
diberlakukan pemerintah zalim saat itu kepadanya.
Imam Hasan Askari mulai menata ulang pemahaman umat
Muslim saat itu untuk mengarahkan mereka kepada ajaran
luhur Islam dan kebaikan. Di antaranya adalah ucapan
beliau mengenai nilai akal dan nasehat. Beliau
bersabda, “ Hati adalah memori dari hawa nafsu, namun
akal adalah pengendali dan melalui beragam pengalaman
manusia mampu meraih pelajaran baru. Nasehat dan
mengambil pelajaran adalah sumber hidayah.”
Terkait takut dan optimisme sebagai sarana untuk
mencegah seseorang berbuat dosa, Imam Hasan
mengatakan, “Apa untungnya rasa takut dan harapan yang
dimiliki seseorang jika keduanya tidak mampu mencegah
tuannya menghindari perbuatan buruk dan bersabar
ketika tertimpa musibah.” Mengenai perilaku meremehkan
dosa, Imam Hasan bersabda, “Di antara dosa yang tidak
terampuni adalah ketika pendosa berkata, aku tidak
akan diazab hanya karena dosa ini?”
Di samping hal ini, pada dasarnya Imam Hasan Askari
menilai seluruh lapisan masyarakat sebagai pengikutnya
dan menjelaskan bahwa bagaimana ia meluangkan waktu
untuk memberi petunjuk bagi kelompok tertentu.
Sejatinya Imam Hasan Askari telah mengingatkan
pengikutnya soal pengenalan terhadap audiens dalam
proses pemberian petunjuk dan hidayah.
Salah satu pengikut Imam Hasan bernama Qasim Harawi
mengatakan, “Sebuah surat Imam sampai kepada salah
satu sahabat beliau. Sejumlah sahabat beliau terlibat
perdebatan mengenai surat tersebut. Kemudian Aku
menulis surat kepada Imam dan menjelaskan pertengkaran
sahabat beliau. Dan Aku mengharap petunjuk beliau
untuk menyelesaikan masalah ini. Imam menjawab,
“Seperti Allah Swt berfirman kepada mereka yang
berakal dan tidak ada yang mengungguli Nabi Muhammad
dalam mengungkapkan argumentasinya atas kebenaran
kenabiannya, namun demikian orang Musyrik masih
mengatakan bahwa Nabi pembohong, dukun dan tukang
sihir...”
Lebih lajut Imam berkata, “...Allah Swt akan menuntun
mereka yang memiliki kelayakan untuk menerima hidayah,
karena mayoritas manusia menerima argumentasi. Dengan
demikian, ketika Allah menghendaki kebenaran tidak
terungkap, maka selamanya kebenaran tidak akan muncul.
Ia mengutus nabi untuk memberi manusia harapan dan
rasa takut dan di kondisi lemah dan kuat, para nabi
secara terang-terangan menyeru manusia kepada
kebenaran dan senantiasa berbicara kepada mereka
sehingga perintah Tuhan dan ajarannya dapat
ditegakkan.”
Manusia memiliki berbagai tingkatan, ada yang mendapat
pencerahan, mengenal jalan keselamatan, berpegang
teguh pada kebenaran dan ada pula yang memilih jalan
lain serta tidak ada keraguan di mata mereka dan tidak
akan berlindung kepada selain-Nya. Adapun kelompok
lain adalah mereka yang mengambil kebenaran tidak dari
ahlinya, orang seperti ini ibaratnya orang yang tengah
mengarungi laut dan menderita dengan kemarahan laut
serta tenang ketika laut tenang.
Kelompok lain adalah mereka yang terbelenggu dengan
setan dan menolak ajakan kebenaran serta menumpas
kebenaran dengan kebatilan. Orang seperti ini pada
akhirnya akan terlempar ke sana kemari dan pada
akhirnya menyerah.
Imam Hasan Askari demi menyebarkan Amar Makruf Nahi
Munkar dan memperbaiku umat Islam telah menggunakan
beragam metode. Ketika Imam di penjara, beliau mampu
mengubah perilaku para tahanan hanya dengan akhlak
mulia beliau. Ketika tahanan ini keluar dari penjara,
mereka mendapat pencerahan mengenai keagingan dan
kautamaan beliau.
Di era kegelapan pemikiran dan penyimpangan akidah,
Imam Askari as bangkit menyampaikan hakikat agama
secara jernih kepada masyarakat. Beliau mengobati
dahaga para pencari ilmu dan makrifat dengan pancaran
mata air kebenaran. Argumentasi-argumentasi Imam
Askari as dalam kajian ilmiah, sangat berpengaruh, di
mana filosof Arab Ya'qub bin Ishak al-Kindi mulai
memahami kebenaran setelah berdebat dengan beliau dan
kemudian membakar buku-bukunya yang ditulis untuk
mengkritik beberapa pengetahuan agama.
Meskipun Dinasti Abbasiyah bermusuhan dengan Imam
Askari as, namun salah satu menteri rezim penguasa
dengan nama Ahmad bin Khaqan, mengakui keutamaan dan
karamah keturunan Nabi Saw itu. Dia berkata, "Di
Samarra, aku tidak melihat sosok seperti Hasan bin
Ali. Dalam hal martabat, kesucian, dan kebesaran jiwa,
aku tidak menemukan tandingannya. Meski ia seorang
pemuda, Bani Hasyim lebih mengutamakannya dari
kelompok tua di tengah mereka. Ia memiliki kedudukan
yang sangat tinggi, di mana dipuji oleh sahabat dan
musuhnya."
Semua kehormatan dan kemuliaan itu dikarenakan
ketaatan Imam Askari as kepada Allah Swt dan
kebersamaan beliau dengan kebenaran. Beliau berkata,
"Tidak ada orang mulia yang menjauhi kebenaran kecuali
dia akan terhina dan tidak ada orang hina yang
merangkul kebenaran kecuali dia akan mulia dan
terhormat."
Kedekatan dengan Tuhan dan sifat tawakkal telah
membantu Ahlul Bait Nabi as dalam memikul beban
penderitaan dan membuat mereka berkomitmen dalam
memperjuangkan kebenaran. Ibadah dan kecintaan kepada
Sang Kekasih, ada dalam fitrah manusia dan daya tarik
internal ini mampu membantu mereka dalam peristiwa-
peristiwa sulit. Manusia-manusia yang bertakwa dan
taat, telah terbebas dari ikatan dan belenggu-belenggu
hawa nafsu dan godaan duniawi. Mereka telah mencapai
puncak kemuliaan akhlak.
Rasul Saw dan Ahlul Baitnya adalah pribadi-pribadi
sempurna yang menduduki puncak kemuliaan akhlak.
Mereka dengan ketaatan penuh di hadapan kekuasaan
Tuhan, mencapai derajat spiritual yang tinggi dan sama
sekali tidak merasa kalah dalam melawan kemusyrikan
dan kekufuran di tengah masyarakat. Dalam sirah Imam
Askari as disebutkan bahwa beliau saat berada di
penjara, menghabiskan seluruh waktunya dengan ibadah
dan munajat kepada Tuhan. Pemandangan ini bahkan telah
menyihir para sipir yang ditugaskan untuk mengawasi
dan menyiksa beliau.
Beberapa pejabat Dinasti Abbasiyah memerintahkan Saleh
bin Wasif, kepala penjara untuk bersikap keras
terhadap Imam Askari as. Mereka berkata kepada Wasif,
"Tekan Abu Muhammad semampumu dan jangan biarkan ia
menikmati kelonggaran!" Saleh bin Wasif menjawab, "Apa
yang harus aku lakukan? Aku sudah menempatkan dua
orang terkejam dari bawahanku untuk mengawasinya,
keduanya sekarang tidak hanya menganggap Abu Muhammad
sebagai seorang tahanan, tapi mereka juga mencapai
kedudukan yang tinggi dalam ibadah, shalat, dan
puasa."
Pengaruh pemikiran dan spiritualitas Imam Askari as
membuat para penguasa Abbasiyah ketakutan. Oleh karena
itu, mereka memutuskan untuk menghapus keberadaan
beliau. Muktamid Abbasi, penguasa tiran Dinasti
Abbasiyah, akhirnya menyusun sebuah skenario untuk
membunuh Imam Askari as. Beliau syahid setelah
beberapa hari menahan rasa sakit akibat diracun oleh
Muktamid. Seorang pembantu Imam Askari as berkata,
"Ketika beliau terbaring sakit dan sedang melewati
detik-detik terakhir dari kehidupannya, beliau
teringat bahwa waktu shalat subuh telah tiba. Beliau
berkata, ‘Aku ingin shalat.' Mendengar itu, aku
langsung menggelar sajadah di tempat tidurnya. Abu
Muhammad kemudian mengambil wudhu dan shalat subuh
terakhir dilakukan dalam keadaan sakit dan selang
beberapa saat, ruh beliau menyambut panggilan Tuhan."