Kepeloporan Syiah dalam Ilmu Qur’an
Oleh: Ayatullah Sayyid Hasan Ash-Shadr
Sebelum memulai pembahasan, perlu diingatkan kedudukan Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. sebagai pemulai dan pelopor dalam mengembangkan berbagai ilmu Ulumul Qur’an. Sesungguhnya beliau telah mendiktekan enam puluhan cabang ilmu Ulumul Qur’an, dan menyebutkan contoh yang khas untuk setiap cabang. Semua itu terhimpun dalam sebuah buku yang kami riwayatkan dari beliau melalui bebarapa jalur periwayatan yang tersedia pada kami sampai sekarang ini. Buku itu adalah pedoman pokok bagi setiap orang yang telah menulis mengenai macam-macam cabang ilmu Al-Qur’an.
Mushaf atau kitab pertama yang menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan urutan masa penurunannya setelah wafat Nabi saw. adalah mushaf Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. Terdapat sejumlah riwayat mengenai hal ini dari jalur Ahlulbait secara mutawatir, dan dari jalur Ahlisunah secara mustafidz (satu tingkat di bawah mutawatir). Sebagiannya telah kami singgung di dalam kitab pertama kami, yakni Ta’sisusy-Syiah li Fununil Islam. Di sana kami telah mendiskusikan pandangan Ibnu Hajar Al-Asqolani secara kritis.
Tentang Orang Pertama Yang Mengarang Kitab Mengenai Ilmu Tafsir Al-Qur’an
Orang pertama yang mengarang buku seputar ilmu Tafsir ialah seorang tabi’in bernama Said ibn Jubair r.a. Kala itu, ia adalah orang yang paling ahli di bidang Tafsir di antara para Tabi’in, sebagaimana yang dilaporkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-Itqon dari periwayatan Qotadah seraya menyebutkan tafsirnya. juga Ibn Nadim menyinggung nama Said di dalam Al-Fehrest tatkala menyebutkan karya-karya yang dikarang seputar tafsir Al-Qur’an. sementara itu, sebelum Said belum ada tafsir yang pernah dinisbahkan kepada selainnya.
Said meninggal dunia pada tahun 94 Hijriyah. tak syak lagi, ia adalah salah satu syiah yang tulus. ulama-ulama kami telah memberikan kesaksian ini secara tegas di dalam kitab-kitab ilmu Rijal, seperti Allamah Jamaluddin ibn Al-Muthahhar di dalam Al-Khulashah dan Abi Amr Al-Kasyi di dalam Kitabun fir-Rijal. yang terakhir ini di dalam kitabnya meriwayatkan sejumlah riwayat dari Imam-Imam a.s. mengenai sanjungan mereka kepadanya, kesyiahannya dan ketulusannya pada Syiah. Al-Kasyi mengatakan: “Dan alasan pembunuhan Hajjaj ibn Yusuf atas Said tidak lain adalah karena persoalan ini, yakni kesyiahaannya, pada tahun 94?.
Dan perlu diketahui bahwa sekelompok dari tabi’in Syiah telah memulai mengarang di bidang tafsir Al-Qur’an setelah Said ibn Jubair. Di antara mereka adalah As-Sudi Al-Kabir Islmail ibn Abdurrahman Al-Kufi Abu Muhammad Al-Qurasyi yang wafat pada tahun 127 H. Di dalam Al-Ithqon, As-Suyuthi mengatakan: “Karya tafsir terbaik adalah tafsir tafsir Ismail As-Sudi. Darinyalah para Imam-imam mazhab menukil banyak riwayat”.
Saya katakan bahwa selain As-Suyuthi, An-Najasyi pun telah menyebutkan tafsir As-Sudi. Begitu pula Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi di dalam Asma’ Mushannifis Syi’ah. Adapun Ibnu Qutaibah secara tegas memberikan kesaksiannya atas kesyiahan As-Sudi di dalam Kitabul Ma’arif, juga Ibn Hajar Al-’Asqolani di dalam At-Taqrib dan Tahzibut Tahzib. Ismail As-sudi adalah salah satu sahabat Imam Ali ibn Husein, Imam Muhammad Al-Baqir dan Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.
Di antara mereka adalah Muhammad ibn As-Saib ibn Bsyr Al-Kalbi, pengarang tafsir yang terkenal itu, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibn NAdim tatkala ia mengurut nama kitab-kitab yang dikarang berkenaan dengan tafsir Al-Qur’an. Ibn Uday dalam Al-Kamil-nya mengatakan: “Al-Kalbi mempunyai hadis-hadis yang sahih dan khas (syiah, pent.) yang diriwayatkannya dari Abi Soleh, dan ia terkenal di bidang tafsir. Bahkan, tidak ada seorang pun yang mengarang tafsir setebal dan seindah karya tafsir Al-Kalbi”.
As-Sam’ani mengatakan: “Muhammad ibn As-Saib, pengarang tafsir, adalah warga kota Kufah. Ia menganut ajaran Raj’ah. Anaknya bernama Hisyam yang bernasab mulia dan bermazhab Syiah yang kuat. Saya katakan bahwa Ibn Saib adalah seorang syiah dan sahabat dekat Imam Ali Zainal Abidin dan Imam Muhammad Baqir a.s. Ia wafat pada 146 H.
Di antara mereka adalah Jabir ibn Yazid Al-Ja’fi, seorang tokoh di bidang tafsir Al-Qur’an. Ia mempelajari ilmu ini dari Imam Muhammad Baqir a.s. dan ia termasuk orang-orang yang dekat dengan beliau. Jabir telah mengarang sebuah tafsir Al-Qur’an dan selainnya. Tercatat pada tahun 127 H ia meninggal dunia. Tafsir Jabir tidaklah sama dengan tafsir Imam Baqir yang telah disebutkan oleh Ibn Nadim tatkala ia mengurut nama kitab-kitab yang dikarang di bidang tafsir. Ibn Nadim mengatakan: “Kitab Muhammad ibn Ali ibn Husein Al-Baqir telah diriwayatkan oleh Abul Jarud Ziyad ibn Munzir, Imam mazhab Jarudiyah Zaidiyah”. Saya katakan bahwa sekelompok dari perawi-perawi terpercaya Syiah seperti: Abu Bashir Yahya ibn Qosim Al-Asadi dan selainnya, telah menukil menukil kitab Imam Baqir tersebut dari Abul Jarud di masa-masa kemurnian kesyiahannya; yakni sebelum ia menjadi penganut Zaidiyah.
Tentang Orang Pertama Yang Mengarang Di Bidang Qira’ah Dan Merumuskannya Sebagai Ilmu, Dan Orang Pertama Yang Menghimpun Bacaan-bacaan Al-Qur’an
Perlu dicatat bahwa orang pertama yang merumuskan ilmu Qira’ah adalah Aban ibn Taghlab Ar-Ruba’i Abu Said. Ia biasa juga dipanggil Abu Umaimah Al-Kufi. An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifis Syi’ah mengatakan: “Sesungguhnya Aban rahimahullah adalah pelopor di berbagai bidang ilmu Al-Qur’an, Fiqih dan Hadis. Aban juga memiliki bacaan tersendiri yang masyhur di kalangan para Qori’”. An-Najasyi dalam periwayatan kitab tafsir Aban mengurut sanadnya dari Muhammad ibn Musa ibn Abu Maryam, pengarang kitab Al-Lu’lu’, sampai ke Aban. Di sana Aban mengatakan: “Dan pertama-tama hanyalah Hamzah sebagai pelatihan…”.
Ibnu Nadim dalam Al-Fehrest menyebutkan karangan Aban mengenai ilmu Qira’ah. Ia mengatakan: “Di antara karya-karya Aban ialah kitab Ma’anil Qur’an yang indah, Kitabul Qira’ah dan Kitab minal Ushul mengenai ilmu Riwayat menurut mazhab Syiah”.
Setelah Aban adalah Hamzah ibn Habib, salah seorang Pencetus tujuh bacaan, yang mengarang kitab Al-Qira’ah. Ibn Nadim mengatakan di dalam Al-Fehrest: “Al-Qira’ah adalah kitab yang ditulis oleh Hamzah ibn Habib; salah seorang dari tujuh sahabat terdekat Imam Ja’far Ash-Shadiq”. Sementara itu, Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi telah menyinggung ihwal Hamzah ini di dalam Kitabur Rijal seputar sahabat-sahabat Imam Ash-Shadiq a.s. Dan telah ditemukan catatan yang ditulis oleh Syeikh Syahid Muhammad ibn Makki dari Syeikh Jamaluddin Ahmad ibn Muhammad ibn Al-Haddad Al-Hilli, yaitu demikian: “Al-Kisaie telah belajar Al-Qur’an pada Hamzah, dan Hamzah pada Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq, dan Ash-Shadiq pada ayahnya, dan ayahnya pada ayahnya, dan ayahnya pada ayahnya, dan atahnya pada Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib”. Saya katakan bahwa Hamzah juga belajar pada Al-A’masy dan Himran ibn A’yan; yang keduanya adalah tokoh Syiah, sebagaimana yang akan kita kenal.
Hingga kini, belum ada nama yang dikenal selain Aban dan Hamzah dalam pengarangan kitab di bidang Qiroah. Misalnya, Adz-Dzahabi dan selainnya yang menulis mengenai generasi para pembaca Al-Qur’an mencatat bahwa orang pertama yang mengarang di bidang Qira’ah adalah Abu ‘Ubaid Al-Qosim ibn Salam yang wafat pada 224 H. Menurut catatan ini, jelas Aban telah memulai lebih dahulu, sebab Adz-Dzahabi sendiri dalam Al-Mizan dan As-Suyuthi di dalam Ath-Thabaqot menuliskan tahun wafat Aban pada 141 H. Maka itu, Aban 83 tahun lebih dahulu mengarang daripada Abu Ubaid. Begitu pula sekaitan dengan Hamzah ibn Habib. Adz-Dzahabi dan As-Suyuthi menuliskan tahun kelahirannya pada 80 H dan tahun wafatnya pada 156. Ada yang mengatakan wafatnya pada 154 H, ada pula yang mencatatnya pada 158, kendati tahun yang terakhir ini tidak valid.
Ala kulli hal, dapat disimpulkan bahwa Syiah adalah pelopor di bidang penyusunan ilmu Qira’ah dan bacaan Al-Qur’an. Fakta ini tidaklah luput dari kesadaran sang Penghafal Al-Qur’an Adz-Dzahabi dan sang penghafal Al-Qur’an dari Syam As-Suyuthi. Hanya saja, mereka hendak menunjukkan muslim pertama di antara Ahli Sunnah yang mengarang kitab di bidang Qira’ah, bukan di antara umat Islam secara umum.
Di samping itu, dalam perihal pengarangan kitab Qira’ah, terdapat sekelompok syiah selain yang telah saya sebutkan seperti: Ibn Sa’dan Abu Ja’far ibn Sa’dan Adl-Dlurair. Ia aktif sebagai penyusun ilmu Qira’ah sebelum Abu Ubaid. Pada pembahasan ‘Pembaca-pembaca Syiah’, Ibn Nadim dalam Al-Fehrest menuliskan: “Ibn Sa’dan adalah guru masyarakat Ahli Sunnah, salah seorang pembaca berdasarkan bacaan Hamzah, kemudian ia memilih bacaan untuk dirinya sendiri. Ia lahir di Baghdad, bermazhab Kufah (Syiah, pent.), wafat pada 131 di hari Arafah. Di antara karya-karyanya ialah Kitabul Qira’ah, Mukhtasharun Nahw. Dan ia pun memiliki kumpulan definisi, semacam kumpulan definisi Al-Fara’”.
Seperti juga Ibn Sa’dan adalah Muhammad ibn Al-Hasan ibn Abu Sarah Ar-RAwasi Al-Kufi, guru Al-Kisaie dan Al-Fara’. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Imam Muhammad Baqir a.s. Abu Amr Ad-Danie telah menyebutkannya di dalam Thabaqotul Qurra’, dan mengatakan: “Muhammad ibn Al-Hasan telah meriwayatkan ilmu Huruf dari Abu Amr dan belajar pada Al-A’masy; seorang ulama Kufi (Syiah, pent.). Ia mempunyai mazhab yang khas dalam Qira’ah yang juga dianut oleh sebagian orang. Darinyalah Khallad ibn Khalid Al-Manqori dan Ali ibn Muhammad Al-Kindi belajar ilmu Huruf, darinya pula Al-Kisaie dan Al-Farra’ meriwayatkan ilmu tersebut”.
Muhammad ibn Al-Hasan wafat pada belasan tahun setelah seratus hijriyah. Di antara karya-karyanya ialah Kitabul Waqf, Al-Ibtida’ dalam edisi besar dan kecil, dan Kitabul Hamaz sebagaimana yang dicatat oleh An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifis Syi’ah dan oleh selainnya.
Di sini perlu juga dibubuhkan nama Zaid, sang syahid. Ia mempunyai qiroah datuknya, Amiril Mukminin Ali bin Abu Thalib a.s., sebagaimana telah dinukil oleh Umar ibn Musa Ar-Rojhi. Di pembukaan kitab qiroah Zaid, Umar mengatakan: “Aku telah mendengar qira’ah ini dari Zaid ibn Ali ibn Al-Husein ibn Ali ibn Abi Thalib a.s. Sungguh aku tidak pernah menemukan orang yang paling mengerti tentang Al-Qur’an, ayat-ayat nasikh dan mansukhnya, bentuk dan tata bahasanya, selain Zaid ibn Ali”. Zaid wafat pada tahun 122 H dalam keadaan syahid di masa kekuasaan Hisyam ibn Abdul Malik, salah seorang raja dinasti Bani Umayyah. Di saat wafat, ia berusia 42 tahun, lantaran ia lahir pada 82 H.
Semua nama-nama yang telah saya bawakan di atas tadi benar-benar telah memulai lebih dahulu dalam penyusunan dan perumusan ilmu qiraah (pembacaan Al-Qr’an) daripada Abu Ubaid Al-Qosim ibn Salam. Dengan demikian, dapat dibuktikan kepeloporan kaum Syiah di dalam penggagasan dan penyusunan ilmu Qira’ah.
Tentang Orang Pertama Yang Mengarang di Bidang Ilmu Ahkamul Qur’an
Ketahuilah bahwasanya orang yang pertama kali mengarang di bidang Ahkamul Qur’an (ilmu mengenai ayat-ayat hukum syariat) adalah MUhammad ibn As-Saib Al-Kalbi; seorang sabahat Imam Muhammad Baqir a.s. sebagaimana telah saya singgung namanya sebelum ini. Dalam rangka menghimpun nama kitab-kitab yang ditulis berkenaan ilmu Ahkamul Qur’an, Ibn Nadim di dalam Al-Fehrest mengatakan: “Kitab Ahkamul Qur’an yang ditulis oleh Al-Kalbi telah diriwayatkannya sendiri dari Ibn Abbas”.
Telah Anda ketahui bahwa Ibn As-Saib Al-Kalbi wafat pada tahun 146 H. Atas dasar ini, maka pendapat As-Suyuthi yang menegaskan bahwa Imam Asy-Syafi’ie adalah orang pertama yang menulis di bidang ilmu Ahkamul Qur’an, dapat diragukan kebenarannya. Sebab, Imam Asy-Syafi’ie wafat pada 204 H, pada usia 54 tahun.
Begitu juga pendapat lain As-Suyuthi di dalam Tobaqotun Nuhat; memastikan bahwa orang pertama menulis berkenaan dengan Ahkamul Qur’an ialah Al-Qosim ibn Ishbagh ibn Muhammad ibn Yusuf Al-Bayani Al-Qurthubi; seorang ulama Ahli hadis dan pakar bahasa dari Andalusia. Pendapat ini tampak lemah mengingat tahun wafat Al-Qosim jatuh pada 340 H.
Tentang Orang Pertama yang mengarang di bidang ilmu Gharibul Qur’an
Ketahuilah bahwasanya orang pertama yang mengarang di bidang ilmu Gharibul Qur’an adalah tokoh Syiah tersohor yang bernama Aban ibn Taghlab. Ulama-ulama besar Syiah telah memberikan kesaksian atas hal ini. Kita juga dapat menyimak kesaksian dari Yaqut Al-Humawi di dalam Mu’jamul Udaba’ dan Jajaluddin As-Suyuthi di dalam Bughyatul Wu’at. Mereka semua menyatakan wafat Aban pada tahun 141 H.
As-Suyuthi di dalam kitab Al-Awail mengatakan: “Orang pertama yang mengarang di bidang Gharibul Qur’an ialah Abu Ubaidah Muammar ibn Al-Mutsanna. Dan ia menyatakan secara tegas akan tanggal wafatnya, yaitu pada tahun 209 H, sebagai mengatakan 208 H, sebagian lagi mengatakan 210 H , ada pula yang mencatat 211 H”. Namun, saya tidak menyangka bahwa As-Suyuthi lalai akan apa yang dia sebutkan sendiri berkenaan dengan riwayat hidup Aban bin Taghlab, dan menurut kesaksiannya bahwa Aban mempunyai kitab Gharibul Qur’an. Hanya saja As-Suyuthi hendak menyebutkan orang pertama yang mengarang di bidang ilmu ini dari warga Bashrah.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa Abu Ubaidah bukanlah dari kelompok Ahli Sunnah sehingga dilakukan pembelaan bahwa As-Suyuthi hendak menyebutkan orang pertama yang mengarang di bidang Gharibul Quran dari kaum Ahli Sunnah, karena Abu Ubaidah sendiri dari kelompok Khawarij Shafuriyyah, sebagaimana hal ini dikuatkan oleh kesaksian Al-Jahidz di dalam kitabnya, Al-Hayawan yang baru saja dicetak pada akhir-akhir ini di Mesir.
Selanjutnya perlu diketahui bahwa para pengharang di bidang Gharibul Qur’an setelah Aban bin Tghlab adalah sekelompok kaum Syiah. Di antara mereka ialah Abu ja’far Ar-Rawasi. Ia sendiri sudah lebih dahulu muncul daripada Abu Ubaidah. Selain Abu Ja’far adalah Abu Utsman Al-Mazani yang wafat pada tahun 248 H. Lalu Al-Farra’ yang wafat pada tahun 207 H, dan Ibnu Duraid Al-Kufi; seorang ahli sastra Arab yang wafat pada 321 H, dan Ali ibn Muhammad As-Simsathi. Dan akan dibawakan riwayat-riwayat hidup mereka masing-masing pada pasal Ilmu Nahwu dan pasal Ilmu Bahasa, serta bukti-bukti atas kesyiahan mereka.
Tentang Kepeloporan Syiah Dalam Penyusunan Ilmu Makna Qur’an
Ketahuilah bahwa orang pertama dari kaum Syiah yang mengarang di bidang ma’anil Qur’an (makna-makna Al-Qur’an) ialah Aban bin Taghlab yang wafat pada tahun 141 H. Kitab Aban tentang bidang ini telah dinyatakan oleh Ibnu Nadim dalam kitabnya, Al-Fehrest, dan An-Najasyi di dalam kitabnya, Asma’Mushannifisy Syi’ah, dan selain mereka berdua. Saya sendiri tidak menemukan satu orang pun yang menyusun sebuah kitab berkenaan dewngan imu Ma’anil Qur’anm sebelum Aban. Perlu diakui bahwa terdapat selain Aban dari kelompok Syiah yang menyusun ilmu ma’anil Qur’an, yaitu Ar-Rawasi dan Al-Farra’. Ibnu Nadim mengatakan: “Kitab Ma’anil Qur’an yang dikarang oleh Ar-rawasi dan kitab Ma’anil Qur’an yang disusun oleh Al-Farra’ untuk Umar ibn Bakar. Kedua penulis ini adalah dari kaum Syiah.
Dan orang pertama yang mengarang kitab di bidang ilmu Nasikh wa Mansukh adal;ah Abdullah ibn Abdurrrahman Al-Ashamm Al-Masma’ie dari warga Bashrah. Ia adalah seorang tokoh Syiah dan sahabat dekat Imam Ja’dfar Ash-Shadiq a.s. Dan setelahnya adalah Darim ibn Qubaishah ibn Nahsal ibn Majma’, Abul hasan At-Tamimi Ad-Darimi, salah seorang tokoh utama Syiah. Ia berumur panjang sehingga dapat menjumpai Imam Ali Ar-Ridha a.s. dan wafat pada akhir-akhir abad kedua. Ia mempunyai kitab Al-Wujuh wan Nadzair, dan kitab An-Nasikh wal Mansukh. Dua kitab itu telah disebutkan oleh An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannisy Syiah.
Pengarang setelah mereka berdua di atas ialah Al-Hasan ibn Ali ibn Al-fidhal; sahabat dejkat Imam Ali ibn Muasa Ar-Ridha. Ia Awafat [pada tahun 224 H. Lalu Syeikh Al-A’dham Ahmad ibn Muhammad ibn Isa Al-Asy’ari al-Qummi; yang juga sabahat dekat Imam Ali Ar-Ridha a.s. Ia berusia cukup panjang hingga menjumpai Imam Hasan Al-Askari.
Dan berdasarkan apa yang disimpulkan dari tulisan Jalaluddin As-Suyuthi, bAwha orang pertama yang mengaranmgh di bidang Ma’anil Quran ial;ah Abu Ubaidah Al-Qosim ibn Salam yang wafat pada tahun 224 H, dan ia semasa dengan Al;-Hasan ibn Ali ibn Fidhal yang juga mengarang kitab di bidang yang sama, dan muncul jauh setelah Al-Masmaie, bahkan setelah Darim ibn Qubaishah.
Ala kulli hal, kaum Syiah adalah pelopor-pelopor di bidang penyusunan ilmu Ma’anil Qur’an. Dan orang pertama yang menyusun berkenaan dengan Nawadirul Qur’an (Kelangkaan Al-Qur’an) ialah Ali ibn Husein bibn Fidhal. Ia adalah seroang tokok Syiah di abad ketiga. Di dalam Al-Fehrest, Ibnu Nadim mengatakan: “dan Syeikh Ali ibn Ibrahim ibn Hasyim yang menyusun kitab tentang Nawadirul Qur’an adalah seorang Syiah. Ali ibn hasan ibn Fidhal yang menulis kitab di bidang yang sama juga dari kaum Syiah. Begitu pula, Abu Nashr Al-‘Ayyasyi yang juga mengarang dibidang tersebut adalah seorang Syiah”.
Saya Katakan, bahwa Ahmad ibn Muhammad Al-Yasari; penulis dari warga Bashrah juga mempunyai kitab Nawadirul Qur’an. Pada waktu itu, Al-Yasari menuliskan kitab itu untuk Raja Thahir di jaman Imam Hasan Al-Askari. Begitu juga Abdul Hasan Muhammad ibn hmad ibn MuhammAd yang terkenal juga dengan nama Al-Haritsi mempunyai kitab Nawadir Ilmil Qur’an. An-Najasyi mengtakan: “Abdul Hasan Muhammad ibn Ahmad ialah salah seoranmg sahabat kami yang masyhur dalam keterpercayaannya”.
Lalu, orang pertama yang mengarang di bidang ilmu Mutasyabihul Qur’an (tentang makna-makna samar di dalam Al-Qur’an) adalah HamzAh ibn habib Az-ziyad Al-Kufi. Ia adalah pengikut sekaligus asalah seorang sahabat setia Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. Ia wafat pada tahun 156 H di Halwan. Ibnu Nadim mengatakan: “Kitab Mutasyabihul Qur’an adalah karya Hamzsh ibn Habib, dan ia dalah salah satu dari tujuh sahabat dekat Imam Ja’far Ash-Shadiq”. Begitu njuga Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi menggolongkannya swebagai salah satu sahabat dekat Imam Ash-Shadiq a.s.
Jauh sebelum kesaksian Ibnu Nadim dan Syiekh Ath-Thusi adalah Ibnu ‘Uqdah yang telah menganggap Hamzah sebagai salah seorang sahabat dekat Imam a.s. di dalam kitab Ar-Rijal. Dan terdapat sekelompok kaum Syiah terdahulu kami yang mengarang di bidang Mutasyabihul Qur’an, seperti Muhammad ibn Ahmad Al-Wazir yang hidup semasa dengan Syeikh Ath-Thusi. Ia memiliki kitab Mutasyabihul Qur’an. Selain Al-Wazir ialah Syeikh Rasyiduddin Muhammad ibn Ali ibn Syar-Asyub Al-Mazandarani yang wafat pada tahun 288. Ia mempunyai kitab Mutasyabihul Qur’an.
Lalu, orang pertama yang menyusun kitab mengenai ilmu Maqthu’ul Qur’an wa Maushuluhu (sambungan dan putusan ayat-ayat Al-Qur’an) ialah Syeikh Hamzah ibn Habib. Muhammad ibn Ishaq yang dikenal juga dengan nama Ibnu NAdim telah menyebutkan di dalam kitab Al-Fehrest bahwa sebuah kitab Maqthu’ul Qur’an wa Maushuluhu adalah karya Hamzah ibn Habib; salah seorang tujuh sahabat dekat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.”.
Lalu, orang pertama yang meletakkan titik-titik huruf dan tanda-tanda baca (i’rab) serta menjaganya dari tahrif (distorsi) di berbagai banyak buku adalah Abul Aswad, dan di sebagian buku adalah Yahya ibn Ya’mur Al-‘Idwani; yaitu murid Abul Aswad sendiri. Namun yang pertama lebih tepat. Walhasil, siapapun mereka itu, bisa dikatakan bahwa keutamaan dan kepeloporan berada pada kaum Syiah, sebab Abul Aswad maupun Yahya adalah dua orang Syiah, sebagaimana kesaksian mufakat para ulama. Dan telah kita bawakan berbagai macam teks serta bukti atas kesyiahan mereka di dalam kitab asli saya, yaitu Ta’sisusy Syi’ah li fuinunil Islam.
Lalu, orang pertama yang menyusun kitab di bidang Majazul Qur’an (Metaforika Al-Qur’an) sejauh yang saya ketahui, ialah Al-Farra’; nama lengkapnya adalah yahya Ibn Ziyad yang wafat pada tahun 207 H, sebagaimana yang akan dibawakan riwayat hidupnya pada pembahasan mengenai tokoh-tokoh ilmu Nahwu. Dan Al-Maula Abdullah Afandi di dalam Riyadul ‘Ulama menyatakan secara tegas bahwa Yahya ibn Ziyad Al-Farra’ ialah seorang Syiah. Ia mengatakan: “Dan apa yang dikatakan oleh As-Suyuthi mengenai kecenderunagn Al-Farra’ kepada Mu’tazilah mungkin berpangkal dari kerancuan sebagian besar ulama Ahli Sunnah berkenaan dengan prinsip-prinsip Syiah dan prinsip-prinsip Mu’tazilah. Padahal, Al-Farra’ itu sendiri ialah seorang Syiah Imamiyah”.
Selain itu, ada sekelompok orang Syiah yang menulis kitab berkenaan dengan majaz Al-Qur’an. Di antara karangan yang terbaik sekaitan dengan ilmu ini adalah kitab Majazatul Qur’an; karya Sayyid Syarif Radhi Al-Musawi, saudara Sayyid Al-Murtadha.
Lalu, orang pertama yang mengarang kitab di bidang ilmu Amtsalul Qur’an (pribahasa Al-Qur’an) ialah Syeikh Muhammad ibn Muhammad ibn Al-Junaid. Ibnu Nadim di dalam kitab Al-Fehrest, yaitu tatkala sampai di akhir bagian ulasannya tentang kitab-kitab yang dikarang mengenai berbagai makna Al-Qur’an, menyebutkan: “Kitab Amtsalul Qur’an adalah karya Ibnu Junaid”. Di sini, saya sendiri tidak menemukan seorang pun yang mengarang kitab mengenai ilmu ini sebelum Ibnu Junaid.
Lalu, orang pertama yang mengarang kitab tentang Fadhailul Qur’an (Keutamaan-keutamaan Al-Qur’an) ialah Ubay ibn Ka’ab Al-Anshari, seorang sahabat Nabi saw. masih di dalam Al-Fehrest, Ibnu Nadim menyatakan hal ini. Dan sepertinya Jalaluddin As-Suyuthi tidak mengetahui keutamaan Ubay ini sebagai pelopor penyusunan ilmu ini. Maka itu, dapat dimaklumi bila ia mengatakan bahwa orang pertama yang menulis kitab di bidang Fadhailul Qur’an ialah Imam Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’ie yang wafat pada tahun 204 H. Kemudian Sayyid Ali ibn Sadruddin Al-Madani, pengarang As-Salafah, telah menyatakan kesyiahan Ubay ibn Ka’ab di dalam kitab Ath-Thabaqot; nama lengkapnya ialah Ad-Darajatur Rafi’at fi Thabaqot Syi’ah. Di sana, Al-Madani membawakan berbagai bukti atas kesyiahan Ubay. Dan di dalam kitab Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, saya telah menambahkan bukti-bukti lain atas hal itu.
Dan ada sekelompok dari kaum Syiah juga mengarang di bidang yang sama. Di antara mereka ialah Al-Hasan ibn Ali ibn Abu Hamzah Al-Bathayini dan Muhammad ibn Khalid Al-Barqi. Kedua-duanya hidup di masa Imam Ali Ar-Ridha. Dan Ahmad ibn Muhammad Al-Yasari, Abu Abdillah seorang penulis dari Basrah yang hidup di jaman Khalifah Dzahir dan Imam Hasan Al-Askari a.s. Ada pula nama-nama selain mereka, yaitu Muhammad ibn Mas’ud Al-‘Ayyasyi, Ali ibn Ibrahim ibn Hasyim, Syeikh Al-Kulaini dan Ahmad ibn Muhammad ibn Ammar Abu Ali Al-Kufi yang wafat pada tahun 346 H, serta mana-nama lain dari ulama terdahulu kami.
Lalu, orang pertama yang mengarang kitab di bidang Asba’ul Qur’an (Tujuh Bacaan Al-Qur’an) ialah Hamzah ibn Habib Al-Kufi Az-Ziyab; salah seorang dari tujuh tokoh pembaca Syiah. Sebagaimana telah saya bawakan kesaksian atas kesyiahannya dari tokoh-tokoh terkemuka Islam. Di dalam Al-Fehrest, Ibnu Nadim telah menyebutkan kitab Asba’ul Qur’an dan kitab Hudud Ayil Qur’an, dan mengatakan bahwa kitab tersebut adalah karya Hamzah. Dan sejauh ini, saya tidak mengetahui seorang pun yang mendahului Hamzah dalam mengarang kitab tentang ilmu ini.
Tentang Tokoh-tokoh Ilmu Al-Qur’an Dari Kaum Syiah
Di antara mereka adalah Abdullah ibn Abbas. Ialah orang pertama dari kaum Syiah yang mengdiktekan tafsir Al-Qur’an. Seluruh ulama kami telah memberikan kesaksian mereka atas kesyiahan Ibn Abbas. Mereka juga memberikan keterangan riwayat hidupnya secara baik, seperti Sayyid Ali ibn Sadruddin Al-Madani, di dalam kitab Ad-Darajatur Rafi’at fi Thabaqot Syi’ah. Dan saya sendiri telah mengulas perihal pribadinya ini di dalam Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam secara memadai. Ibn Abbas wafat pada tahun 67 H di kota Thaif, dan menjelang wafatnya, ia berikrar di dalam doanya; “Ya Allah, Sungguh aku memohon kedekatan diriku kepadamu dengan kesetiaanku pada kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib alahis-salam”.
Di antara mereka adalah Jabir ibn Abdullah Al-Anshari; seorang sahabat mulia Nabi saw. Sebagaimana yang dicatat oleh Abul Khair di dalam Tabaqotul Mufassirin, Jabir tergolong sebagai bagian dari jajaran pertama para mufassir. Fadhl ibn Syadzan An-Naysyaburi; seorang sabahat Imam ali Ar-Ridha a.s. mengatakan bahwa Jabir ibn Abdullah Al-Anshari ra. Adalah dari kelompok terdahulu/pertama yang merujuk kepada Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. masih berkaitan dengan ihwal pribadi Jabir, Ibnu ‘Uqdah mengatakan:”Ia begitu tulus kepada Ahlulbait”. Dan saya sendiri stelah menyebyutklan di Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam beberapa keterangan tambahan mengenai dirinya. Jabir ibn Abdullah meninggal di Madinah pada tahun 70 H, yakni pada usia 94.
Di antara mereka adalah Ubay ibn KA’ab; pemuka para qorie (pembaca bacaan khas Al-Qur’an). Para ulama dan ahli sejarah mencatatnya berada di jajaran pertama dari silsilah kedudukan para mufassir. Ia adalah seorang sahabat Nabi saw. Dan ia sebagaimana yang sudah diketahui, adalah seorang Syiah. Riwayat hidup Ubay dicatat secara memadai oleh Sayyid Ali ibn Sadruddin Al-Madani di dalam Ad-Darajatur Rafi’at fi Thabaqot Syi’ah. Dan secara rinci lagi, saya telah membawakan riwayatnya di dalam Tasisusy Syi’ah li Fununil Islam.
Termasuk dari tokoh-tokoh ilmu Al-Qur’an yang datang setelah nama-nama sahabat di atas ialah para tabi’in. Di antara mereka ialah Sa’id ibn Jubair; seoranmg tabi’in yang paling ulung di bidang tafsir, sebagaimana kekasksian Qotadah atas hal ini. Sebagaimana pengarang Al-Itqon, yaitu As-Suyuthi. Dan telah saya bawakan bukti-bukti atas kesyiahan Sa’id.
Di antara para Tabi’in adalah Yahya ibn Ya’mur; seorang tabi’in danm tokoh Syiah di bidang ilmu Al-Qur’an. Ibnu Khalqan mengatakan: “Yahya adalah salah satu qorie; imam bacaan Al-Qur’an dari Bashrah, dan kepadanya Abullah ibn Ishaq belajar qiroah (bacaan Al-Qur’an). Ia amat menguasai Al-Qur’an, ilmu Nahwu dan berbagai cabang ilmu bahasa Arab. Yahya mempelajari Nahwu pada Abul Aswwad aD-Duali. Dan ia dikenal sebagai seorang tokoh dari jajaran pertama kaum Syiah yang mengakui kedudukan tinggi Ahlulbait, tanpa merendahkan orang mulia selain mereka. Dan saya telah menyebutkan sebaigian riwayat hidupnyua di dalam Tasisusy Syi’ah li Fununil Islam, yaitu ketika membahas tokoh-tokoh ilmu Nahwu.
Di antara para tabi’in ialah Abu Soleh. Ia dikenal pula dengan panggilan kuniyahnya. Abu Soleh merupakan murid Ibnu Abbas di bidangh Tafsir Al-Qur’an. Nama asli Abu soleh sendiri adalah Mizan Bashri; seorang tabi’in Syiah. Syeikh Mufid Muhammad ibn Nu’man di dalam Al-Kafiah fi Ibtholi taubatil Khotiah, telah memberikan kesaksian atas kesyiahan dan keterpercayaan Abu Soleh, yaitu tatkala Syeikh Mufid menyinggungnya setelah mengulas ihwal Ibnu Abbas. Abu Soleh wafat pada tahun 100 H.
Di antara para Tabi’in ialah Thawus ibn Kisan Abu Abdillah Al-Yamani. Ia mempelajari tafsir pada Ibnu Abbas. Syeikh Ahmad ibn Taimiyah menganggapnya sebagai oang yang paling mengusai tafsir, sebagaimana yang dicatat pula di dlam Al-Itqon oleh Jalaluddin As-Suyuthi. Dan Ibnu Qutaibah di dalam kitab Al-Ma’arif memberikan kesaksian atas kesyiahan Thawus. Di cetakan Mesir, halaman 206, Ibnu Qutaibah mengatakan: “Di antara kaum Syiah adalah Al-Harts Al-A’war, Sha’sha’ah ibn Shuhan, Ashbagh ibn Nabatah, Athiyah Al-‘Aufi, Thawus dan Al-A’masy”. Thawus meninggal di Makkah pada tahun 106 H. Dan ia dikenal senbagai oang yang amat setia pada Imam Ali ibn Husein As-Sajjad a.s.
Di antara para Tabi’in Adalah Al-A’masy Al-Kufi Sualiaman ibn Mehran Abu Muhammad Al-Asadi. Dan sebagiaman yang telah lalu, Ibnu Qutaibah telah memebrikan kekaskisan atas kesyiahannya. Begitu pula Syahristanmi di dalam kitab Al-Milal Wan Nihal serta selain mereka berdua. Dan di antara ulama kami yang memberikan kesaksian yang sma ialah Syeikh Syahid tsani Zainuddin di dalam Hasyiyatul Khulashah dan Muhaqqiq Bahbahani di dalam At-Ta’liqoh dan Mirza Muhammad Baqir Ad-Damad di dalam Ar-Rawasyih. Dan saya telah membawakan teks-teks yang menyuatakan kesaksian mereka atas kesyaiahan Al-A’masy di dalam kitab Tasisusy Syi’ah li Fununil Islam. Di sana yang menambahkan beberapa kesaksian lain. Al-A’masy Al-Kufi meningal pada tahun 148 H pada usia 88.
Di antara pata tabi’in uialah Sa’id ibn Al-Musayyab. Ia belajar fatsir pada Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. dan Ibnu Abbas. Ia tyumbuh cerdas di bawah pendidikan guru pertamanya dan ia menyertainya dan tidak pernah berpisah dengannya. Ia telah mengikuti perbabagai peperanagn secara langsung di dalamnya. Dan Imam Ja’far Ash-Shadiq dan Imam Ali Ar-Ridha A.s. telah memberikan eksaksian atas kesyiahan Sa’id, sebagimana yang tercatat di dalam juz ketiga dari kitab Qurbul Isnad, karya Al-Humairi. Sa’id ibn Al-Musayyab adalah seorang imam qiroah di madinah dan telah dinukil dari Ibnu Al-Madaini bahwa “Aku tidak mengenal dari kaum tabi’in yang lebih luas ilmu dan wasasannya daripada Sa’id ibn Al-Musayyab”. Sa’id wafat pada tahun 70, yaitu ketika ia berusia lebih dari 80.