Qadha Puasa Ramadhan
  • Judul: Qadha Puasa Ramadhan
  • sang penulis:
  • Sumber:
  • Tanggal Rilis: 19:59:42 1-9-1403

Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya IslamMasalah 428: Beberapa orang berikut ini tidak wajib mengqadha puasa yang pernah mereka tinggalkan:

a.Anak kecil untuk puasa yang telah ia tinggalkan ketika masih kecil.

b.Orang gila untuk puasa yang telah ia tinggalkan pada saat gila.

c.Orang pingsan untuk puasa yang telah ia tinggalkan pada saat pingsan.

d.Orang kafir asli untuk puasa yang telah ia tinggalkan pada saat kekafiran.

Selain keempat orang di atas wajib mengqadha puasa yang pernah mereka tinggalkan.

Masalah 429: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kita tidak boleh menunda qadha puasa Ramadhan hingga bulan Ramadhan tahun berikut tiba. Jika kita telah terlanjur menundanya (hingga bulan Ramadhan tahun berikut tiba), maka setelah itu kita bisa mengqadhanya kapan saja.

Dalam mengqadha puasa Ramadhan, kita tidak wajib mengqadhanya secara berurutan. Kecuali apabila kita memiliki qadha puasa untuk dua bulan Ramadhan dan hingga bulan Ramadhan tahun berikut tidak cukup waktu untuk mengqadha kedunya. Dalam kondisi ini, berdasarkan ihtiyâth wajib, kita harus mengqadha puasa Ramadhan untuk tahun yang terakhir.[1]

Masalah 430: Jika kita tidak berpuasa seluruh atau sebagian bulan Ramadhan lantaran sebuah uzur dan uzur ini berlanjut hingga bulan Ramadhan tahun berikut tiba, terdapat dua kemungkinan dalam hal ini:

1. Jika uzur yang kita miliki itu adalah penyakit yang berlanjut hingga bulan Ramadhan tahun berikut, maka qadha puasa gugur dari pundak kita dan sebagai gantinya kita harus membayar kafarah sebesar 1 mud (kg) untuk setiap harinya. Mengqadha puasa dalam kondisi ini tidak mencukupi kafarah.

2. Jika uzur yang kita miliki adalah selain penyakit, seperti pepergian dan lain-lain, maka menurut pendapat yang lebih kuat kita hanya wajib mengqadha puasa saja. Begitu juga halnya apabila sebab kita tidak berpuasa adalah penyakit dan faktor kita menunda qadha puasa adalah uzur lain atau sebaliknya. Akan tetapi, ihtiyâth dengan mengumpulkan antara mengqadha puasa dan membayar 1 mud, khususnya bila uzur lain itu adalah pepergian, jangan kita tinggalkan.

Masalah 431: Jika kita tidak berpuasa bulan Ramadhan dengan sengaja atau lantaran sebuah uzur, tetapi uzur ini tidak berlanjut hingga bulan Ramadhan tahun berikut dan kita juga tidak memiliki uzur lain setelah uzur itu, lalu kita meremehkan qadha puasa hingga bulan Ramadhan tahun berikut tiba, maka kita harus membayar kafarah sebesar 1 mud untuk setiap harinya dan juga mengqadha puasa. Jika kita sengaja membatalkan puasa, maka kita wajib membayar dua kafarah.

Masalah 432: Kita boleh memberikan kafarah penundaan qadha puasa selama beberapa hari untuk satu bulan Ramadhan atau lebih kepada satu orang fakir.

Masalah 433: Jika kita sedang berpuasa untuk qadha puasa Ramadhan, maka kita masih boleh membatalkannya sebelum matahari tergelincir, selama waktu qadha belum sempit. Adapun setelah matahari tergelincir, kita haram membatalkannya. Bahkan, kita juga wajib membayar kafarah bila membatalkannya setelah matahari tergelincir.

Kafarah dalam hal ini adalah memberi makan 10 orang miskin dan untuk setiap orang miskin 1 mud. Jika tidak mungkin, maka kita harus berpuasa selama 3 hari.

Setelah membatalkan puasa itu, kita tidak wajib menghindarkan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa.

Masalah 434: Puasa adalah seperti salat; yaitu, wali seorang mayit wajib mengqadha puasa yang pernah mayit[2] tinggalkan selama hidup, sekalipun—berdasarkan ihtiyâth[3] yang tidak layak kita tinggalkan—puasa yang ia tinggalkan itu lantaran menentang perintah Allah, meskipun ketidakwajiban mengqadha puasa ini adalah pendapat yang tidak jauh dari kebenaran (ghairu ba‘îd).


Catatan Kaki:
[1] Syaikh Behjat: Dalam asumsi ini, kita wajib medahulukan qadha puasa tahun yang terakhir atas qadha puasa Ramadhan yang lain.

[2] Imam Khamenei: Ayah dan juga ibu.

[3] Sayyid Khu’i: Ahwath berdasarkan ihtiyâth.