Tindakan mustahab memiliki beberapa jenis, diantara yang terpenting adalah:
Mustahab Nafsi atau mustahab dzati: Adalah amalan mustahab yang kemustahabannya karena amalan itu sendiri bukan karena perbuatan lain, seperti salat-salat dan puasa-puasa mustahab seperti puasa pada idul Ghadir
Mustahab Ghairi: Adalah amalan mustahab yang kemustahabannya bukan karena dirinya sendiri namun karena amalan lain ia menjadi mustahab, misalnya mandi untuk pergi ziarah.
Mustahab Aini: Amalan-amalan yang kemustahabannya tetap bagi setiap orang dan meskipun orang lain telah mengamalkan amalan tersebut, namun seseorang tetap dianjurkan untuk melakukan amalan mustahab tersebut seperti salat-salat nafilah atau puasa-puasa mustahab
Mustabab Kifayah: Amalan yang jika orang lain telah mengerjakannya, maka orang lain tidak lagi mustahab untuk melakukan amalan tersebut, seperti adzan
Mustahab Muakkad: Amalan yang ditekankan oleh syara’ untuk mengerjakannya seperti mandi hari Jumat
Hukum-hukum Fikih berkaitan dengan Mustahab
Tidak mengerjakan hal-hal yang dianjurkan dan meninggalkannya menurut sebagian fukaha adalah makruh meskipun menurut pendapat masyhur tidak melakukan hal-hal mustahab tidaklah makruh.
Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sebagai mukadimah mustahab, berdasarkan pendapat sebagian fukaha adalah mustahab seperti menyediakan air untuk berwudhu dimana wudhunya itu adalah wudhu yang mustahab atau menyediakan air untuk mandi Jum’at
Memutus amalan ibadah mustahab setelah memulainya adalah makruh, khususnya salat mustahab dan membatalkan puasa mustahab setelah waktu dhuhur.
Menurut pendapat masyhur fukaha tidak menyelesaikan sebagian amalan mustahab hukumnya haram. contohnya, jika seseorang memulai haji dan umrah, maka ia wajib menyelesaikannya. Begitu juga dalam i’tikaf,jika pelaku i’tikaf (mu’takif) berpuasa pada dua hari pertama, maka ia wajib berpuasa pada hari ketiga dan wajib menyelesaikan i’tikafnya serta haram memutusnya.