Kita telah ketahui bahwa Bulan Muharram adalah bulan duka. Dimana pada bulan itu telah terjadi tragedi dan musibah agung yang menimpa keluarga Rasulullah Saw. Tepat di hari Asyura pada tahun 61 H di bulan itu, Imam Husain as beserta keluarga dan para sahabatnya telah meneguk cawan Syahadah, setelah itu mereka yang tersisa dari keluarga kenabian digelandang menjadi tawanan.
Peristiwa Asyura di Karbala telah membuat hati kaum muslimin berduka begitu dalamnya, terutama mereka yang mengikuti dan mencintai keluarga Rasulullah Saw. Setiap bulan Muharram tiba mereka senantiasa mengadakan acara majelis duka untuk mengenang tragedi dan musibah agung tersebut.
Sekarang-sekarang ini, ada anggapan bahwa majelis duka imam Husain as identik diselenggarakan dan di ikuti oleh kaum muslimin yang bermazhab Syiah. Ya, namun tidak dipungkiri bahwa majelis duka imam Husain as juga diselenggarakan dan di ikuti oleh mereka yang bukan bermazhab Syiah. Mungkin sedikit yang tahu bahwa ulama besar Ahlussunnah seperti Sibth Ibnul Jauzi pernah ikut berpartisipasi dalam acara majelis duka Asyura. Hal itu tercatat dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah milik Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi.
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa pada hari Asyura Sibth Ibnul Jauzi diminta untuk membawakan maqtal Al-Husain untuk orang-orang. Kemudian ia naik mimbar dan duduk dalam waktu yang lama tanpa berbicara. Lalu ia mengusap wajahnya dengan sapu tangan dan menangis keras. Sambil menangis ia mengucapkan:
“Celakalah bagi siapa yang menjadikan pemberi Syafaatnya sebagai musuhnya, dan sangsakala ditiup untuk membangkitkan semua makhluk.
Di hari Kiamat, Fathimah masuk ke padang Mahsyar dengan gamisnya yang berlumuran darah Husain.”
Sibth Ibnul Jauzi menjadi salah satu contoh ulama Ahlussunnah yang ikut dalam acara majelis duka Asyura. Hal itu menunjukkan bahwa majelis duka Asyura melingkupi cakupan yang sangat luas dan tak terbatas dalam lingkup Mazhab Syiah saja.
Peristiwa Asyura memang telah terjadi ribuan tahun lalu, namun semangat perjuangan dalam menghadapi kezaliman yang lahir dari musibah agung tersebut masih tetap hidup hingga saat ini. Dan salah satu buktinya ialah masih hidupnya majelis-majelis duka Asyura yang diselenggarakan dan tersebar di berbagai penjuru dunia.