Di setiap majelis duka imam Husain as, terkadang kita sering melihat orang-orang yang mengikuti acara tersebut menepuk dada mereka. Ketika kisah tragedi Karbala dibacakan atau ketika kidung duka dilantunkan, mereka menangis sambil menepuk dada atau sesekali menepuk wajah mereka. Menepuk dada sendiri merupakan bentuk ekspresi kesedihan dan dianggap sebagai sebuah tradisi di kalangan Arab atau Persia.
Namun, terdapat orang-orang yang menganggap perbuatan tersebut sebagai sebuah amalan Bid’ah yang di ada-adakan oleh kaum Syiah, sehingga mereka yang melakukan itu dianggap sebagai kaum yang sesat.
Perlu diketahui bahwa menepuk dada bukanlah amalan ibadah yang bersifat wajib, bukan pula bentuk melukai diri atau Tathbir dimana banyak dari ulama Syiah melarang dan mengharamkannnya, melainkan itu merupakan bentuk ekspresi dari kesedihan.
Dan dalam sebuah riwayat, kita menemukan ternyata Ummul Mukminin Aisyah pernah melakukan perbuatan tersebut, hal itu terjadi ketika Rasulullah Saw wafat. Riwayat tersebut ada dalam kitab Musnad Abi Ya’la milik Ahmad bin Ali At-Tamimi. Dalam riwayat tersebut disebutkan ketika Rasulullah Saw wafat, Aisyah meletakkan kepala Rasulullah Saw diatas bantal, lalu ia bersama para wanita lainnya meratap dengan menepuk dada dan wajah mereka.[1]
Sanad dari riwayat tersebut hasan, dan riwayat tersebut juga dikeluarkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan sanad lain yang shahih.
Kata (لدم/ألتدم) sendiri dalam kitab Lisanul Arab karya Ibnu Manzur diartikan sebagai pukulan atau tepukan wanita pada dada atau wajahnya dalam sebuah ratapan.[2]
Riwayat diatas menjelaskan bahwa Aisyah dan para wanita lainnya ketika melihat Rasulullah Saw wafat, mereka mengekspresikan kesedihan mereka dengan menepuk dada dan wajah mereka.
Jadi, jika ada orang yang mengatakan menepuk dada dalam kesedihan sebagai suatu bid’ah dan yang melakukannya sesat, maka siapkah ia menerima konsekwensi dengan melabeli Aisyah sebagai pelaku bid’ah dan sesat?
[1] Musnad Abi Ya’la Al-Maushali Juz 8 Hal. 63 Cet. Darul Ma’mun Litturast – Beirut
[2] Lisanul Arab Juz 12 Hal. 265 Cet. Daru Ihya At-Turast Al Arabi – Beirut