Berbicara tentang Nabi Muhammad, tentu kita sudah akrab dengan segenap kemuliaan dan keutamaan yang ia miliki. Namun, di sisi lain, terdapat di dalam beberapa literatur Islam yang membicarakannya cenderung ke arah negatif, yang menurut akal sehat kita, rasa-rasanya tak pantas dinisbahkan kepada wujud sucinya.
Hal-hal negatif tentang diri Nabi Saw., yang jamak kita dengar, salah satunya ialah kalau ia pernah buang air kecil dalam keadaan berdiri, menyentuh tubuh wanita yang bukan mahramnya hingga pelupa dan yang lainnya. Kali ini, penulis hendak mengulas kalau nabi disebut di dalam kitab Sunni, Shahih Bukhari sebagai seorang pelupa.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا یُونُسُ، عَنِ الزُّهْرِیِّ، عَنْ أَبِی سَلَمَةَ، عَنْ أَبِی هُرَیْرَةَ، قَالَ: أُقِیمَتِ الصَّلاَةُ وَعُدِّلَتِ الصُّفُوفُ قِیَامًا، فَخَرَجَ إِلَیْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا قَامَ فِی مُصَلَّاهُ، ذَکَرَ أَنَّهُ جُنُبٌ، فَقَالَ لَنَا: «مَکَانَکُمْ» ثُمَّ رَجَعَ فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَیْنَا وَرَأْسُهُ یَقْطُرُ، فَکَبَّرَ فَصَلَّیْنَا مَعَهُ.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Iqamah (adzan) telah berkumandang. Saf-saf salat sudah lurus (rapih). Kemudian, Nabi Saw. datang. Ketika Nabi Saw. berdiri di Mihrab untuk salat, lalu ia ingat kalau ia sedang junub. Nabi berkata kepada kami, ‘ Tetaplah di tempat kalian masing-masing.’ Kemudian nabi bergegas pulang dan mandi (besar). Setelah itu ia kembali lagi ke (masjid) dengan keadaan kepalanya masih ada tetesan air. Lalu, ia bertakbir dan bersamanya kami melaksanakan salat.” [1]
Jika tugas diutusnya seorang nabi adalah untuk menunjukkan dan menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan kesempurnaan, maka apakah relevan dengan riwayat di atas? Apalagi ia hadir di muka bumi ini sebagai rasul yang membawa al-Quran. Mungkinkah Allah mengutus seorang nabi yang pelupa? Atau jangan-jangan ada beberapa oknum yang menciptakan riwayat di atas untuk mencoreng nama baiknya? Entahlah. Wallahu a’lam bi as-shawab.
[1] Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Muslim, hal. 77, penerbit: Dar Ibn Katsir, Beirut. Cetakan pertama, tahun 2020 M/1423 H.