Sudah disebutkan pada beberapa tulisan sebelumnya bahwa meyakini dan memperkenalkan sosok Nabi SAWW mesti selalu berada dalam koridor dan ruang lingkup ishmah atau kemaksuman. Jika tidak, maka keyakinan maupun penyebutan karakter yang berkaitan dengan Nabi malah akan merendahkan Rasulullah SAWW karena telah meyakini dan memperkenalkannya tidak sesuai dengan semestinya.
Berangkat dari konsep di atas pada tulisan kali ini kita akan mengemukakan satu hadis yang memuat pernyataan yang bertentangan dengan kemaksuman. Tepatnya hadis yang berkaitan dengan tersihirnya Nabi SAWW.
Hadis ini sebenarnya dapat ditemukan dalam banyak kitab dengan berbagai redaksi yang berbeda. Namun pada tulisan ini hanya akan menyajikan hadis yang termaktub di dalam kitab Shahih Muslim saja:
“Dari Aisyah, ia berkata: Seorang Yahudi bernama Labid bin al-A’dzam dari bani Zuraiq telah menyihir Nabi SAWW. Ia (Aisyah) berkata; sehingga Rasulullah SAWW merasa bahwa ia telah melakukan sesuatu padahal ia tidak melakukannya….[1]”
Pada hadis ini digambarkan bahwa Rasulullah sedemikian terpengaruh oleh sihir tersebut sehingga beliau merasa melakukan sesuatu pekerjaan padahal ia tidak melakukannya. Yang artinya bahwa sihir tersebut telah mempengaruhi jiwa dan pikiran beliau.
Pengaruh sihir yang seperti ini tentu saja bertentangan dengan konsep ishmah yang telah disebutkan sebelumnya, sebab dengan adanya pengaruh tersebut maka keberadaan beliau sebagai panutan yang wajib diikuti secara total akan dipertanyakan.
Karena dengan adanya dampak sihir tersebut maka tindakan dan perbuatan beliau bisa saja salah dan tidak sesuai dengan aturan Allah SWT. Bahkan bisa saja beliau merasa telah kedatangan wahyu padahal tidak.
Atas dasar itu meyakini muatan hadis di atas tentu saja menyebabkan adanya keraguan pada ajaran yang disampaikan oleh beliau baik dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun pengakuan.
Disamping itu, hadis di atas juga bertentangan dengan firman Allah SWT yang membantah perkataan orang musyrikin yang mengatakan bahwa Nabi SAWW adalah orang yang terkena sihir:
“Dan orang-orang yang zalim itu berkata, “Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir. Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan tentang kamu, lalu mereka sesat sehingga mereka tidak mampu (lagi mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu.” (Al-Furqan: 8-9)
Ayat ini dengan gamblang menolak bahwa Nabi adalah sosok yang terkena sihir. Oleh karena itu meyakini riwayat Muslim di atas sama dengan menolak ayat tersebut serta menerima keyakinan orang-orang zalim yang disebutkan.
Sekali lagi mengenal, meyakini serta memperkenalkan sosok agung yang mulia ini mesti memperhatikan konsep ishmah sehingga beliau dikenal, diimani serta diyakini sebagaimana mestinya.
[1] Muslim Naisaburi, Abul Husain, Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, hal: 971, cet: Dar al-Salam li al-Nasyr wa al-Tauzi’, Riyadh, 1421 H/ 2000 M, ke dua.