Shalat Bagi Musafir (2): Jama’ Antara Dua Shalat
Jama’ Antara Dua Shalat
Boleh men-jama’ antara shalat Dzuhur dan Ashar, dan antara shalat Maghrib dan Isya’, taqdiman (didahulukan) dan ta’khira (diakhirkan), disebabkan oleh halangan safar. Demikian menurut pendapat Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan Hanafi berkata: Tidak boleh sama sekali men-jama’ antara dua shalat karena halangan safar. Maksud taqdiman (didahulukan) itu ialah men-jama’ shalat Dzuhur dan Ashar, dikerjakan di waktu Dzuhur. Dan maksud ta’khiran (diakhirkan) itu ialah men-jama’ Dzuhur dan Ashar dan dikerjakan di waktu Ashar.
Hukum Orang Yang Tidak Tahu dan Orang Lupa
Imamiyah berkata: Orang yang mengerjakan shalat tamam (sempurna) di dalam perjalanannya dengan sengaja, maka shalatnya menjadi batal. Dan ia wajib mengulang pada waktunya sudah habis, kalau seseorang mengerjakan shalat tamam karena tidak tahu wajibnya shalat qashar itu, maka secara mutlak ia tidak wajib mengulang shalatnya, baik masih ada waktu maupun sudah habis waktunya. Kalau seseorang mengerjakan shalat tamam karena lupa, kemudian ia ingat, sedangkan ia masih dalam waktu maka ia harus mengulang shalatnya, dan kalau ia mengingatnya di luar waktu shalat maka ia tidak perlu mengulang.
Dan selanjutnya Imamiyah mengatakan: barangsiapa memasuki waktu shalat, sedangkan ia bukan dalam keadaan safar dan memungkinkan untuk dia melakukan shalat, kemudian dia safar sebelum mengerjakan shalat, maka ia wajib shalat qashar. Jika telah masuk waktu shalat, sedangkan ia dalam keadaan musafir dan belum melakukan shalat sehingga ia sampai ke negerinya atau tempat ia mukim selama sepuluh hari, maka ia wajib mengerjakan shalat secara tamam (sempurna). Hukum yang berlaku baginya adalah ketika ia menunaikannya, bukan ketika diwajibkannya.
Sumber: Fiqih Lima Mazhab karya Muhammad Jawad Mughniyah diterjemahkan oleh Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff.