Hukum-hukum Puasa
Oleh: Imam Khamenei Hf
SOAL 731:
Seorang anak perempuan telah mencapai usia taklif, namun tidak dapat melakukan puasa karena kondisi tubuh-nya lemah. Setelah bulan Ramadhan berlalu, dia tidak mampu meng-qadhâ'-nya sampai tiba Ramadhan berikutnya. Apa hukumnya?
JAWAB:
Ketidakmampuan melakukan puasa dan qadhâ' puasa hanya karena lemah dan tidak mampu, tidak menggugurkan kewajiban meng-qadhâ'. Ia wajib meng-qadhâ' puasa-puasa yang tidak dilakukannya pada bulan Ramadhan.
SOAL 732:
Apa hukum anak-anak putri yang telah baru mencapai usia baligh namun sulit berpuasa sampai batas tertentu? Apakah usia baligh anak-anak putri 9 tahun?
JAWAB:
Usia baligh syar’i anak-anak putri, menurut pendapat yang masyhur, ialah berakhirnya usia 9 tahun Qamariah. Ia pada saat itu wajib berpuasa dan tidak boleh meninggalkannya hanya karena alasan-alasan tertentu. Namun, jika puasa di siang hari membahayakannya atau menimbulkan kesulitan tertentu, maka diperbolehkan ifthâr (tidak berpuasa) saat itu.
FATWA-FATWA IMAM KHAMENEI SEPUTAR HUKUM-HUKUM PUASA
SOAL 731:
Seorang anak perempuan telah mencapai usia taklif, namun tidak dapat melakukan puasa karena kondisi tubuh-nya lemah. Setelah bulan Ramadhan berlalu, dia tidak mampu meng-qadhâ'-nya[1] sampai tiba Ramadhan berikutnya. Apa hukumnya?
JAWAB:
Ketidakmampuan melakukan puasa dan qadhâ' puasa hanya karena lemah dan tidak mampu, tidak menggugurkan kewajiban meng-qadhâ'. Ia wajib meng-qadhâ' puasa-puasa yang tidak dilakukannya pada bulan Ramadhan.
SOAL 732:
Apa hukum anak-anak putri yang telah baru mencapai usia baligh namun sulit berpuasa sampai batas tertentu? Apakah usia baligh anak-anak putri 9 tahun?
JAWAB:
Usia baligh syar’i anak-anak putri, menurut pendapat yang masyhur, ialah berakhirnya usia 9 tahun Qamariah. Ia pada saat itu wajib berpuasa dan tidak boleh meninggalkannya hanya karena alasan-alasan tertentu. Namun, jika puasa di siang hari membahayakannya atau menimbulkan kesulitan tertentu, maka diperbolehkan ifthâr (tidak berpuasa) saat itu.
SOAL 733:
Saya tidak tahu secara persis kapan saya mencapai usia taklif. Karena itulah, saya mohon Anda menerangkan seberapa banyak saya wajib meng-qadhâ' shalat dan puasa?
JAWAB:
Anda hanya wajib meng-qadhâ' yang anda yakini telah anda tinggalkan sejak pasti menginjak usia taklif.
SOAL 734:
Jika seorang anak perempuan berusia 9 tahun yang wajib berpuasa, membatalkannya karena merasa berat, apakah ia wajib meng-qadhâ'nya ataukah tidak?
JAWAB:
Ia wajib meng-qadhâ' puasa Ramadhan yang dibatalkannya.
SOAL 735:
Jika seseorang tidak berpuasa karena ia memperkirakan lebih dari 50% dan karena alasan halangan yang kuat bahwa ia tidak wajib berpuasa. Namun, setelah itu terbukti bahwa ia wajib berpuasa, apakah hukumnya berkenaan dengan qadhâ' dan kaffârah?[2]
JAWAB:
Jika ia tidak berpuasa (ifthâr) Ramadhan hanya atas dasar perkiraan, bahwa ia tidak wajib berpuasa, maka -dalam kasus ini- ia wajib meng-qadhâ' puasa dan juga dikenakan kewajiban kaffârah. Namun bila ia melakukan ifthâr karena khawatir puasa akan membahayakan berdasarkan pertimbangan rasional (pertimbangan setiap yang berakal sehat), maka ia hanya wajib meng-qadhâ' dan tidak dikenakan kewajiban membayar kaffârah.
SOAL 736:
Jika seseorang yang berpuasa mengalami janabah namun tidak sadar sebelum tiba waktu adzan Dhuhur, lalu mandi secara irtimâsi (menyebur ke dalam kolam), apakah hal itu membatalkan puasanya? Jika menyadarinya setelah usai mandi, apakah wajib meng-qadhâ'-nya?
JAWAB:
Jika melakukan mandi irtimasi karena lupa dan lalai bahwa ia sedang berpuasa, maka mandi wajib dan puasanya sah serta tidak wajib meng-qadhâ'.
SOAL 737:
Jika seseorang bermaksud untuk sampai ke tempat tinggalnya sebelum tergelincirnya matahari (zawâl), dan di tengah jalan mengalami peristiwa yang menghalanginya sampai ke tempat tinggalnya pada waktu yang telah ditentukan, apakah puasanya bermasalah? Apakah ia wajib membayar kaffârah ataukah ia hanya wajib meng-qadhâ' puasa pada hari itu saja?
JAWAB:
Puasanya dalam perjalanan tidak sah. Ia wajib meng-qadhâ' puasa hari itu dan tidak wajib membayar kaffârah.
SOAL 738:
Pramugara/i atau awak pesawat ketika pesawatnya berada di ketinggian yang tinggi sekali dan menuju suatu negara yang jauh dalam jangka waktu dua setengah jam atau tiga jam, memerlukan air minum setiap 20 menit agar dapat menjaga keseimbangan tubuhnya. Apakah ia wajib membayar kaffârah di samping qadhâ’ puasa Ramadhan?
JAWAB:
Jika berpuasa membahayakan dirinya, maka ia boleh membatalkan (ifthâr) puasanya dengan minum air dan ia wajib mengqadhâ’ puasanya tanpa kaffârah.
SOAL 739:
Apakah batal puasa seorang perempuan yang mengalami haidh (datang bulan) dua jam atau kurang sebelum waktu Maghrib?
JAWAB:
Puasanya batal
SOAL 740:
Apa hukum puasa orang yang menyelam di dalam air dengan pakaian khusus sehingga tubuhnya tidak terkena air?
JAWAB:
Jika pakaiannya menempel pada kepalanya maka puasanya bermasalah (mahallu isykâl). Ia wajib, berdasarkan ahwâth, meng-qadhâ-'nya.
SOAL 741:
Apakah boleh melakukan perjalanan dengan sengaja pada bulan Ramadhan agar dapat ifthâr dan meloloskan diri dari beban puasa?
JAWAB:
Boleh. Jika seseorang bepergian demi menghindari puasa sekalipun maka wajib membatalkannya (ifthâr).
SOAL 742:
Ada seseorang yang mempunyai tanggungan puasa wajib. Ia bertekad akan memenuhinya dengan puasa. Hanya saja ada sesuatu yang menghalanginya, seperti bila ia telah bersiap untuk bepergian setelah matahari terbit dan kembali setelah Dhuhur, dan tidak memakan (atau meminum) sesuatau apapun yang membatalkan puasa. Namun waktu untuk niat berpuasa wajib telah lewat, padahal pada hari itu disunnahkan berpuasa. Apakah sah berniat puasa mustahab ataukah tidak?
JAWAB:
Jika tanggungannya berupa qadhâ' puasa Ramadhan, maka tidak sah berniat puasa mustahab (sunnah), meskipun setelah waktu niat puasa wajib telah berlalu.
SOAL 743:
Saya adalah pecandu rokok. Pada bulan suci Ramadhan setiap kali berusaha untuk tidak menjadi orang yang berwatak keras, saya tidak berdaya. Hal inilah yang membuat keluarga saya sangat terganggu. Saya juga menderita karena kondisi emosional ini. Apakah taklif saya?
JAWAB:
Anda wajib melakukan puasa bulan Ramadhan dan Anda tidak boleh merokok ketika berpuasa. Tidak boleh memperlakukan orang lain dengan kasar (keras) tanpa alasan dan meninggalkan rokok tidak ada hubungannya dengan amarah.
WANITA HAMIL DAN YANG SEDANG MENYUSUI
SOAL 744:
Ada seorang wanita hamil yang tidak tahu bahwa berpuasa akan membahayakan kandungannya atau tidak. Apakah ia wajib berpuasa?
JAWAB:
Jika ia khawatir puasanya akan membahayakan janinnya, dan kekhawatirannya masuk akal (diterima oleh orang-orang yang berakal sehat), maka ia wajib ifthâr. Jika tidak maka ia wajib berpuasa.
SOAL 745:
Seorang wanita menyusui anak bayinya padahal ia sedang hamil dan melakukan puasa Ramadhan. Ketika melahirkan, bayinya meninggal. Jika sebelumnya ia telah memperkirakan bahwa puasanya akan menimbulkan bahaya, namun ia tetap berpuasa, maka:
Pertama, apakah puasanya sah ataukah tidak?
Kedua, apakah ia menanggung denda (diyah) atau tidak?
Ketiga, jika tidak menduga akan berbahaya, namun setelah itu terjadi, apa hukumnya?
JAWAB:
Jika ia berpuasa padahal ia khawatir akan berbahaya bagi janinnya, berdasarkan alasan yang diterima oleh orang-orang yang berakal sehat, atau setelah itu terbukti bahwa puasanya membahayakan keadaan janinnya, maka puasanya tidaklah sah, dan ia wajib melakukan qadha’. Untuk menetapkan denda (diyah) karena kematian janin yang dikandung perlu bukti bahwa kematiannya tersebut adalah akibat puasa (ibu) nya.
SOAL 740:
Setelah hamil, saya dikaruniai Allah dengan seorang putra, Ia minum ASI. Bulan suci Ramadhan akan segera tiba. Kini saya dapat berpuasa, namun dengan berpuasa ASI akan mengering, karena fisik saya yang lemah, sedangkan, ia selalu minta minum ASI setiap 10 menit. Apa yang harus saya lakukan?
JAWAB:
Jika berpuasa menyebabkan kekurangan atau kekeringan ASI sehingga dikhawatirkan akan membahayakan anak Anda, maka Anda boleh ifthâr (tidak berpuasa) namun Anda wajib membayar fidyah setiap hari dengan satu mud makanan untuk orang fakir, dan melakukan qadha’ puasa setelah itu.[bersambung]
Catatan Kaki:
[1] . Istilah qadha merupakan istilah teknis dalam Fiqih yang berarti mengerjakan/mengganti sesuatu (seperti shalat, puasa) di luar dari waktu yang telah ditentukan sebagai kebalikan dari 'ada yang bermakna mengerjakan sesuatu pada waktu yang telah ditetapkan, ,(-AK).
[2] . Kaffarah sekiranya harus dibayar adalah senilai 750 gram gandum dan beras, dan kaffarah tersebut harus diserahkan kepada seorang mukmin yang faqir, AK.
Dikutip dari Fatwa-Fatwa Imam Khamenei, cetakan Al-Huda Jakarta, dengan beberapa perubahan, penambahan dan pengurangan berdasarkan mandat yang kami terima untuk menyesuaikannya dengan naskah yang telah diedit oleh pihak Daftar Rahbar Qum, A. Kamil.