Ibnu Sina merupakan doktor Islam yang terulung.
Sumbangannya dalam bidang pengobatan bukan saja diakui
oleh dunia Islam, tetapi juga oleh para sarjana Barat.
Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu Ali al-Hussain Ibnu
Abdullah. Tetapi di Barat lebih dikenal sebagai
Avicenna.
Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijriah bersamaan
dengan 980 Masehi. Pendidikan awalnya bermula di
Bukhara dalam bidang bahasa dan sastra. Selain itu,
beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain seperti
geometri, logika, matematik, sains, fiqh, dan
pengobatan. Walaupun Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu
pengetahuan termasuk falsafah, tetapi beliau lebih
menonjol dalam bidang pengobatan seperti seorang doktor
ataupun mahaguru ilmu tersebut.
Ibnu Sina mulai menjadi terkenal setelah berhasil
menyembuhkan penyakit Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang
gagal diobati oleh doktor yang lain. Kehebatan dan
kepakaran dalam bidang pengobatan tidak ada
bandingannya sehingga beliau diberikan gelar al-Syeikh
al-Rais (Mahaguru Pertama).
Kemasyhurannya melampaui wilayah dan negara Islam.
Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan di Rom
pada tahun 1593 sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka
waktu tidak sampai 100 tahun, buku ini telah dicetak ke
dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah
dijadikan sebagai bahan rujukan dasar di universitas-
universitas Italia dan Perancis. Malahan hingga abad
ke-19, bukunya masih dicetak ulang dan digunakan oleh
para pelajar kedokteran.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang
diberi judul Remedis for The Herart yang mengandung
sajak-sajak pengobatan. Dalam buku itu, beliau telah
menceritakan dan menguraiakan 760 jenis penyakit
bersama dengan cara mengobatinya. Hasil tulisan Ibnu
Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu pengobatan
saja. Tetapi turut melingkupi bidang dan ilmu lain
seperti metafisik, musik, astronomi, philogi (ilmu
bahasa), syair, prosa, dan agama.
Penguasaannya dalam berbagai ilmu itu telah
menjadikannya seorang tokoh sarjana yang serba bisa.
Beliau tidak sekedar menguasainya tetapi berhasil
mencapai tahap zenith yaitu puncak kecemerlangan
tertinggi dalam bidang yang digelutinya.
Disamping menjadi zenith dalam bidang pengobatan, Ibnu
Sina juga menduduki rangking yang tinggi dalam bidang
ilmu logika sehingga digelar guru ketiga. Dalam bidang
penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya
termasuk kumpulan risalah yang mengandung hasil sastra
kreatif.
Perkara yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah
beliau juga merupakan seorang ahli falsafah yang
terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul
al-Najah yang membicarakan persoalan falsafah.
Pemikiran falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh
aliran falsafah al-Farabi yang telah menghidupkan
pemikiran Aristoteles. Oleh sebab itu, pandangan
pengobatan Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan
teori pengobatan Yunani khususnya Hippocrates.
Pengobatan Yunani berasaskan teori empat unsur yang
dinamakan humours yaitu darah, lendir (phlegm), empedu
kuning (yellow bile), dan empedu hitam (black bile).
Menurut teori ini, kesehatan seseorang mempunyai
hubungan dengan campuran keempat unsur tersebut.
Keempat-empat unsur tersebut harus berada pada kadar
yang seimbang dan apabila kesinambungan ini diganggu
maka seseorang akan mendapat penyakit.
Setiap individu dikatakan mempunyai keseimbangan yang
berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat
telah meletakkan satu landasan kokoh kepada dunia
pengobatan untuk mengenal pasti sumber penyakit yang
menjangkiti manusia. Ibnu Sina telah menapis teori-
teori kosmogoni Yunani ini dan mengislamkannya.
Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh terdiri daripada
empat unsur yaitu tanah, air, api dan angin. Keempat
unsur ini memberikan sifat lembab, sejuk, panas dan
kering serta senantiasa bergantung pada unsur lain yang
terdapat dalam alam ini. Ibnu Sina percaya bahwa wujud
ketahanan semula jadi dalam tubuh manusia untuk melawan
penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang
dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang
kuat dalam tubuh bagi mengekalkan kesehatan dan proses
penyembuhan.
Pengaruh pemikiran Yunani bukan saja dapat dilihat
dalam pandangan Ibnu Sina mengenai kesehatan dan
pengobatan, tetapi juga bidang falsafah. Ibnu Sina
berpendapat bahwa matematika boleh digunakan untuk
mengenal Tuhan. Pandangan seperti itu pernah
dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani seperti
Pythagoras untuk menguraikan mengenai sesuatu kejadian.
Bagi Pytahagoras, sesuatu apapun mempunyai angka-angka
dan angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan
pandangan itu, maka Imam al-Ghazali telah menyifatkan
pahaman Ibnu Sina sebagai sesat dan lebih merusakkan
daripada kepercayaan Yahudi dan Nasrani.
Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasan
Tuhan. Dalam buku An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan
bahwa pencipta yang dinamakan sebagai “Wajib al-Wujud”
ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh
dibagikan dengan cara apa sekalipun. Menurut Ibnu Sina,
segala yang wujud (mumkin al-wujud) terbit daripada
“wajib al-wujud” yang tidak ada permulaan.
Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang dari
wajib al-wujud sebab Dia berkehendak bukan mengikuti
kehendak. Walau bagaimanapun, tidak menjadi halangan
bagi wajib al-wujud untuk melimpahkan atau menerbitkan
segala yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-
Nya.
Pemikiran falsafah dan konsep ketuhanannya telah
ditulis oleh Ibnu Sina dalam bab “Hikmah Ilahiyyah”
dalam pasal “Tentang adanya susunan akal dan nufus
langit dan jirim atasan.” Pemikiran Ibnu Sina ini telah
menimbulkan kontroversi dan telah disifatkan sebagai
satu percobaan untuk membahas zat Allah. Al Ghazali
telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat al
Falsafah (Tidak ada kesinambungan Dalam Pemikiran Ahli
Falsafah) untuk membahas pemikiran Ibnu Sina dan Al-
Farabi.
Antara pencegahan yang diutarakan oleh al-Ghazali ialah
penyangkalan terhadap kepercayaan dalam keabadian
planet bumi, penyangkalan terhadap penafian Ibnu Sina
dan al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia
dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di surga
dan neraka.
Apapun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina
dalam perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat
dinafikan. Bahkan beliau boleh dianggap sebagai orang
yang bertanggung jawab menyusun ilmu falsafah dan sains
dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak saja unggul
dalam bidang pengobatan tetapi kehebatan dalam bidang
falsafah mengatasi gurunya sendiri yaitu al-Farabi.
Pandangan dunia Ibnu Sina adalah suatu perlindungan
transendensi Tuhan melalui pemisahan, radikal antara
wajib dan ketergantungan, kadang-kadang menekankan
emanasi tingkat-tingkat eksistensi kosmik dan wujud
yang wajib sebagai hasil yang sangat alamiah dari yang
Azali yang menurunkan alam semesta, seperti sangat
alamaiahnya matahari yang memancarkan cahayanya.