Syeikh Shaduq belajar ilmu dasar agama dari ayahnya di kota Qom dan kemudian menimba ilmu dari para ulama dan muhaddis besar di kota tersebut. Ia sangat tekun dalam belajar dan terus berusaha meningkatkan ilmu dan makrifatnya. Dalam waktu singkat, ia menjadi figur terkenal di lingkungan akademis Qom karena kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa dalam menuntut ilmu.
Syeikh Shaduq kemudian memulai perjalanan ilmiah untuk memperdalam ilmunya ke madrasah para ulama dan muhadis besar di masa itu. Ia meninggalkan kota kelahirannya demi mengumpulkan hadis dari Rasulullah Saw dan para imam maksum as.
Syeikh Shaduq mendatangi setiap ulama besar hadis dan terpercaya di masa itu dan dapat dikatakan bahwa ia telah berkelana ke timur dan barat untuk mendatangi setiap ulama hadis untuk belajar dan mengumpulkan hadis dari mereka. Dia telah melakukan studi tur ke kota Bukhara, Naisabur, Tus, Isfahan, Sarakhs, Marv, Balkh, Samarkand, Farghaneh, Kufah, Baghdad, Makkah, dan Madinah.
Perjalanan ilmiah dan pertemuannya dengan para ulama besar telah menjadi salah satu faktor di balik kesuksesan Syeikh Shaduq. Gurunya berjumlah sangat banyak, di beberapa kitab disebutkan bahwa Syeikh Shaduq telah belajar dari 252 ulama.
Di sepanjang perjalanannya, Syeikh Shaduq juga membuka kelas-kelas kuliah dan menularkan ilmunya kepada orang lain. Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat seputar agama dan memberikan pencerahan kepada mereka.
Salah satu peristiwa penting dalam kehidupan Syeik Shaduq adalah berkuasanya Dinasti Buwaihi/Buwaih (Buyid Dynasty) dari keturunan Iran dan bermazhab Syiah selama periode 322 – 448 H di sebagian besar wilayah Iran, Irak, Jazirah Arab, dan perbatasan utara Syam.
Pemerintahan Dinasti Buwaihi memainkan peran besar dalam menyebarkan mazhab fiqih dan politik di masa keghaiban Imam Mahdi as. Sebagai pemerintahan pertama Syiah di masa ghaibah, Dinasti Buwaihi sangat menghormati ulama dan melaksanakan pandangan dan fatwa-fatwa mereka.
Syeikh Shaduq atas undangan perdana menteri Dinasti Buwaihi, melakukan hijrah ke kota Rey dan membuka kuliah fiqih dan hadis di kota itu sampai akhir hayatnya.
Penguasa Dinasti Buwaihi, Rukn al-Dawlah selalu membawa Syeikh Shaduq ke setiap acara untuk meminta pendapatnya dalam berbagai masalah. Ilmu pengetahuan dan budaya berkembang pesar di era kekuasaan Dinasti Buwaihi. Perpustakaan dan sekolah-sekolah didirikan di kota Rey dan kota ini mencapai puncak kejayaannya di bidang politik, sosial, budaya, dan intelektual di masa kekuasaan mereka. Puncak kejayaan ini ditandai dengan kehadiran para ulama besar seperti Ibnu Sina, Zakariya Razi, dan Syeikh Shaduq.
Muhammad bin Ali bin Husain dikenal dengan Shaduq karena kejujuran dan amanahnya dalam menukil hadis. Kumpulan karya-karyanya mencapai 300 kitab di berbagai bidang. Jumlah ini menandakan upaya luar biasa dan ketekunannya di bidang ilmiah. Ia menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan termasuk ushul fiqh, fiqih, tafsir, ilmu rijal al-hadis, dan ilmu hadis.
Salah satu kontribusi penting Syeikh Shaduq di bidang hadis adalah menyusun dan mengurutkan hadis berdasarkan tema-temanya. Metode seperti ini belum pernah dilakukan sebelum Syeikh Shaduq dan bahkan mustahil bisa dilakukan oleh satu orang di masa sekarang, tapi ia barhasil melakukan itu berkat kecerdasan dan kecintaannya kepada makrifat Ahlul Bait as.
Syeikh Shaduq meninggalkan mutiara berharga untuk kaum Muslim di era panjang keghaiban Imam Mahdi as. Di antara karya besarnya antara lain: Man La Yahdhuruhu al-Faqih, kitab 'Ilāl al-Syarayi' (tentang filosofi hukum syariat), Kamal al-Din wa Tamam al-Ni'mah, kitab al-Tauhid, Al-Khishal, Al-Amali, 'Uyun Akhbar al-Ridha, kitab Itsbat al-Washiyyah li Imam Ali as, dan buku-buku lain.
Di edisi berikutnya, kita akan mengenal lebih jauh tentang kitab Man La Yahdhuruhu al-Faqih.