Peringatan Asyura: Dari Irak Hingga Indonesia
  • Judul: Peringatan Asyura: Dari Irak Hingga Indonesia
  • sang penulis:
  • Sumber: buletinmajelispecintarasul.blogspot.com
  • Tanggal Rilis: 19:56:27 1-10-1403

Muharam merupakan bulan duka karena di bulan itu, para pejuang Karbala pada tahun 61 Hijriah gugur syahid dalam rangka menegakkan kebenaran. Pemimpin para pejuang dan pahlawan Karbala adalah Imam Husein as, cucu kesayangan Rasulullah Saww. Di Karbala, Imam Husein berikut keluarganya dan para sahabat setianya dibantai secara keji di Karbala. Puncak duka di bulan ini jatuh pada tanggal 10 Muharam.
Pada hari itu, Imam Husein, cucu kesayangan baginda agung Muhammad Rasulullah Saww dibantai, dipisahkan kepalanya dari tubuhnya dan ditancapkan di ujung tombak untuk dipertontonkan kepada masyarakat saat itu. Simbol kebenaran dan kelembutan pada saat itu dihinakan di tengah masyarakat. Padahal sejarah bersaksi bahwa Rasulullah Saww sangat menyayangi cucunya yang merupakan putra dari hasil pernikahan suci Sayidah Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa Rasulullah Saww selalu memanggil Imam Husein as dengan sebutan anak, bukan cucu. Ini menunjukkan kecintaan mendalam Rasulullah Saww kepada Imam Husein as. Untuk itu, bulan Muharam tak diragukan lagi merupakan bulan duka bagi Rasulullah Saww dan keluarganya. Para pecinta Rasulullah Saww dan keluarga sucinya akan tampak murung di bulan ini. Assalamu Alaika Ya Ibna Rasulillah, Aba Abdillah Al-Husein.

10 Muharam akrab diistilahkan dengan Asyura. Peristiwa Asyura merupakan tragedi yang tidak terbatas pada waktu dan tempat. Para pecinta Ahlul Bait as di bulan ini berupaya menyatu dengan kesedihan para kekasihnya dan manusia-manusia suci di muka bumi ini. Mereka merasakan duka yang mendalam sambil mengingat peristiwa Asyura sekitar 14 Abad lalu. Tragedi Karbala merupakan puncak konfrontasi antara kebenaran dan kebatilan. Para pecinta Imam Husein as tak akan melewatkan momentum Asyura dengan meluapkan rasa kesedihan yang sekaligus mengikat janji untuk terus membela kebenaran di muka bumi ini. Pengaruh besar tragedi Karbala hingga kini terus membekas di hati pecinta Rasulullah Saww dan keluarganya dari masa ke masa. Mereka menyadari bahwa selama ada kebatilan, maka setiap hari adalah Asyura dan setiap tempat adalah Karbala. Setiap orang dapat memetik pelajaran dari peristiwa Asyura. Inilah keistimewaan hari Asyura.

Dari kawasan Asia hingga Afrika, Asyura senantiasa diperingati dengan suasana yang dapat membangkitkan sanubari setiap insan. Semua orang yang mengikuti peringatan pembantaian Imam Husein as di hari Asyura merasa terpukul dengan peristiwa sadis itu. Dengan menghadiri peringatan Imam Husein as, setiap orang saling mengucapkan bela sungkawa kepada lainnya.

Tak diragukan lagi, puncak acara peringatan Asyura diperingati di negara-negara Timur Tengah yang di sana banyak pengikut dan pecinta Ahlul Bait as. Ketika bulan Muharam tiba, setiap sudut di negara-negara itu diliputi rasa duka. Negara-negara yang menonjol dalam memperingati bulan duka di bulan Muharam adalah Iran, Irak, Lebanon dan Suriah. Di negara-negara itu, peringatan Asyura digelar begitu dahsyat dan merata di seluruh penjuru.

Menurut data sejarah, Irak yang juga tempat bersaksi akan peristiwa Asyura, adalah negara yang paling luar biasa dalam memperingati tragedi Karbala. Bahkan masyarakat setempat sudah mempersiapkan bulan duka itu sepuluh hari sebelum masuknya bulan Muharam. Mereka memulai hari-hari bulan Muharam dengan memberi nama satu persatu para pahlawan Karbala pada hari-hari itu sesuai dengan urutan hari. Mereka hampir setiap malam setelah mendengar khutbah para penceramah, menggelar upacara duka dengan menepuk dada sebagai sombol kesedihan yang mendalam. Mereka melakukan itu secara berkelompok. Pada malam 9 Muharam yang juga disebut dengan istilah Tasua, mereka menyalakan obor yang dibuat dari pohon kurma dari malam hingga pagi hari Asyura.

Hal yang tak luput menjadi perhatian di hari Asyura adalah “Maqtal”. Maqtal merupakan buku yang mengungkap peristiwa Asyura berlandaskan pada pernyataan para sejarawan. Pada hari Asyura itu maqtal dibaca dengan nada sedih. Shahid Ayatollah Mohammad Bagir Hakim adalah diantara pembaca maqtal yang tersohor di Irak. Bahkan banyak pecinta Ahlul Bait as dari berbagai negara datang ke Irak untuk mendengarkan maqtal yang dibacakan oleh Shahid Mohammad Bagir Hakim.

Pada hari Asyura, masyarakat Irak memadati masjid-masjid dan huseiniah untuk mendengar maqtal yang dibacakan para tokoh dan ulama setempat. Ini adalah di antara fenomena pada hari Asyura di Irak. Ketika waktu Dzuhur tiba, mereka bergerak menuju Karbala dan menggelar upacara di haram suci Imam Husein as. Di tempat itu, para pecinta Imam Husein as meluapkan rasa duka mereka di hadapan makam suci Imam Husein as. Waktu dzuhur adalah puncak kesedihan bagi para pecinta Ahlul Bait as karena saat itu diyakini bahwa Imam Husein, keluarganya dan para sahabat setianya tengah menghadapi masa genting di tengah kepungan para musuh di Karbala.

Asyura di Lebanon juga mempunyai ciri khas tersendiri. Jika ingin mengikuti upacara duka kepada Imam Husein dengan sambutan hangat penduduk setempat, anda dapat mendatangi Lebanon. Cukup mendekati salah satu pengikut Ahlul Bait as di Lebanon, anda pasti akan merasakan kerinduan mereka kepada Imam Husein as yang tercermin dalam upacara-upacara peringatan Asyura.

Sepanjang bulan Muharam, khususnya dari tanggal 1 hingga 10 Muharam, berbagai kawasan yang penuh dengan para pecinta Ahlul Bait as, seperti Zaheya dan Beqa, berubah menjadi permukiman yang dipenuhi dengan warna hitam. Pada hari-hari itu, huseiniyah yang merupakan tempat pertemuan kalangan pecinta Ahlul Bait, menjadi ajang upacara duka kepada Imam Husein as. Di huseiniyah-huseiniyah itu, mereka memulai acara duka dengan membaca ziyarah Asyura dan mengenang peristiwa-peristiwa yang terjadi di Karbala. Di penghujung acara, para pecinta mendapat jamuan makanan nazar.

Dalam pawai akbar di sore hari 9 Muharam dan 10 Muharam, seluruh masyarakat pecinta Ahlul Bait as memadati jalan-jalan. Pada tanggal 10 Muharam, mereka mempersembahkan acara pementasan peristiwa Asyura. Masyarakat memadati tempat penyelenggaraan pementasan yang digelar secara terbuka, dan mengenang peristiwa menyayat hati itu. Dalam pementasan itu digambarkan sekelompok pasukan Bani Umayah yang dilengkapi dengan kuda, pedang dan pakaian lengkap perang. Wajah mereka tampak sadis. Sementara di sudut lain ada kelompok lain yang menggambarkan ketertindasan para pengikut dan keluarga Imam Husein as. Dalam pementasan itu juga tampak kemah-kemah keluarga Rasulullah Saww yang dikepung oleh para musuh.

Peringatan Asyura lainnya juga digelar di India dan Pakistan. Di Pakistan, peringatan Asyura sudah dilakukan semenjak 12 abad lalu. Bahkan dalam sejarah negara ini tercantum bahwa kolonial Inggris sempat melarang peringatan Asyura yang merupakan sumber inspirasi perlawanan bagi umat tertindas. Inggris yang saat itu menjajah Pakistan, merasa khawatir akan pelaksanaan acara peringatan Imam Husein as yang dapat menggerakkan semangat perjuangan masyarakat setempat. Meski dilarang, para pecinta Ahlul Bait as saat itu tetap menggelar upacara duka kepada Imam Husein as. Dengan berlalunya masa, upacara duka kepada Imam Husein as menjadi bagian dari budaya setempat. Bahkan banyak para penulis dan penyair yang berbicara tentang Imam Husein as dan Asyura.

Peringatan Asyura dan 40 Hari Syahadah Imam Husein yang dikenal dengan istilah Arbain, digelar di berbagai kota di Pakistan seperti Karachi, Hyderabad, Kotri dan Thatha. Dalam acara Asyura, masyarakat menghindari makan dan minum hingga berakhirnya upacara peringatan. Hal itu sengaja dilakukan untuk menghormati Imam Husein, keluarganya dan para sahabatnya yang dibiarkan kehausan di Karbala. Setelah usainya peringatan Asyura, masyarakat dijamu makanan dan minuman nazar.

Di India, upacara duka kepada Imam Husein as tidak hanya diperingati ummat Islam, tapi para pemeluk agama Hindu pun menghormati peringatan Asyura itu. Mereka menggelar upacara-upacara Imam Husein as di tempat-tempat yang diwakafkan untuk mengenang Imam Husein as. Upacara duka kepada Imam Husein as mendapat tempat tersendiri bagi masyarakat India baik ummat Islam maupun Hindu. Bahkan pemimpin pergerakan terkemuka India, Mahatma Ghandi mengakui bahwa pergerakan anti kolonial di India terinspirasi dari perjuangan Imam Husein as. Ini menunjukkan bahwa tragedi Asyura mempunyai pengaruh yang luar biasa.

Upacara duka kepada Imam Husein as dapat disaksikan di beberapa kota India seperti Lakhnau, Bengal dan Benares. Di kota-kota itu, ummat Islam dan para pengikut Ahlul Bait menghormati hari Asyura dengan menghindari makan dan minum, bahkan menjauhi canda dan tawa.

Sedangkan di Asia Barat, peringatan Asyura juga akan disaksikan di Turki. Tradisi mengenang Imam Husein as sangat kental di negara ini. Hal itu bisa dilihat dari sastra-sastra Turki yang sarat dengan gerakan Imam Husein as. Hal yang menonjol di negeri ini dalam memperingati tragedi Asyura tercermin dalam sastra dan tradisi pementasan di tempat terbuka. Masyarakat dalam jumlah besar pada tanggal 10 Muharam sangat antusias mendengar puisi-puisi dan pementasan tragedi Asyura yang digelar di berbagai kota termasuk Istanbul.

Peringatan Asyura juga dikenang di Afrika, khususnya Afrika utara. Di negara-negara Afrika utara, upacara dan pawai duka diperingati seperti di negara-negara Islam lainnya. Bersamaan dengan menyebarnya peringatan Asyura di masa pemerintah El Baweh di Iran, Irak dan pemerintahan Fathimi di Mesir, peringatan tragedi Asyura juga meluas di negara-negara Afrika.

Di Tunisia, masyarakat setempat juga memperingati tragedi Asyura. Bahkan di negeri ini ada tradisi menghidupkan api di tempat-tempat tertentu dengan keyakinan bahwa hal itu akan membahagiakan anak-anak Imam Husein as di Karbala.

Tragedi Asyura juga diperingati di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Di Indonesia, peringatan Asyura semakin semarak pasca Revolusi Islam Iran. Pada tanggal 10 Muharam, berbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Makasar, Medan, Samarinda bahkan Jayapura menjadi saksi peringatan Asyura. Di kota-kota itu, semua pecinta keluarga Rasulullah Saww dalam jumlah ribuan berbondong-bondong menghadiri peringatan Asyura di kota masing-masing.

Peringatan tragedi Karbala ternyata sudah menjadi bagian dari tradisi lama di nusantara. Tradisi kuno nusantara dalam mengenang peristiwa asyura dikenal dengan istilah Tabot.

Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu, yang diadakan bertujuan untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kesyahidan cucu Rasulullah Saww, Imam Husein di padang Karbala tanggal 10 Muharam 61 Hijrah bersamaan 681 Masihi. Menurut sejarah, peringatan Asyura di Bengkulu itu untuk pertama kali dilakukan oleh Syeikh Burhanuddin yang dikenal Imam Senggolo, pada tahun 1685. Syeikh Burhanuddin menikahi dengan warga setempat kemudian keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 10 Muharram pada setiap tahun.

Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang keluarga dan para pecinta Ahlul Bait as dalam mengumpulkan potongan tubuh Husein dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harfiah berarti “kotak kayu” atau “peti”.

Tradisi itu diduga bermuara dari upacara berkabung yang dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para pekerja yang merasa serupa dan secocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenali dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Para pekerja yang memilih tinggal di Bengkulu itu dipimpin oleh Syeikh Burhanuddin. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli. Keturunan mereka dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.

Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan yang kemudian dikenali dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, upacara Tabot tidak bertahan lama di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yakni di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Kedua upacara itu mempunyai substansi sama, namun cara pelaksanaannya sedikit berbeda.

Pada intinya, peringatan Asyura mempunyai pengaruh luar biasa di seluruh pelosok dunia. Itu menunjukkan bahwa perjuangan Imam Husein as di Karbala dapat diterima oleh seluruh kalangan dan berbagai suku. Misi perjuangan Imam Husein bukan milik kaum tertentu, tapi untuk semua kaum di muka bumi ini.