Khabar mustafidh (خبر مستفیض) juga disebut dengan hadis mustafidh adalah hadis yang mana jumlah perawinya lebih dari satu orang tapi jumlahnya tidak mencukupi sampai ke jumlah perawi hadis mutawatir. Jadi khabar mustafidh adalah salah satu dari tiga jenis hadis, hadis mutawatir, hadis mustafidh dan hadis khabar wahid. Pembagian jenis hadis yang berdasarkan jumlah perawi yang merawikan hadis.
Sebagian ulama ahli ilmu dirayah juga para ulama ahli ilmu fikih tidak mengelompokkan khabar mustafidh sebagai hujjah(sehingga layak menjadi teks rujukan terpercaya). Sebagaimana khabar wahid, khabar mustafidh juga harus diteliti lebih dalam dan dilihat apakah perawi yang merawikan memenuhi kriteria atau tidak. Apakah perawi tersebut termasuk perawi tsiqah (terpecaya) atau tidak. Pada dasarnya ketika ada pertentangan antara khabar wahid dan khabar mustafidh, maka pilihan lebih ke khabar mustafidh. Sebagian kelompok bahkan menerima khabar mustafidh tanpa merasa perlu melakukan kajian lebih dalam lagi.
Muhammad Asif Muhsini, fakih dan ahli hadis kontemporer. Menjelaskan bahwa hadis mustafidh adalah hadis dimana perawinya pada setiap tahap harus lebih dari tiga orang perawi. Syaikh Bahai dan Muhammad Ja’far Syariat Madar Astir Abadi juga sepakat dengan definisi ini. Walau benar bahwa ada juga ahli dirayah yang menerima perawi khabar mustafidh dengan jumlah dua perawi saja. Definisi ini juga tertulis dalam kitab miqbas alhidayah ( مقباس الهدایه) milik M maqani dalam kitab ini ditegaskan bahwa perawi khabar mustafidh itu lebih sedikit dari jumlah perawi khabar mutawatir.
Kalbāsi dalam kitab Al Rasail Al Rijaliah tanpa menyebutkan nama mengatakan bahwa sebagian meyakini bahwa ketika jumlah perawi lebih dari satu maka disebut dengan khabar mustafidh. Kalbāsi menjelaskan bawah perawi yang dia maksud adalah mereka yang secara langsung merawikan dari Imam Ma’sum AS. Jika tidak maka jumlah sanad yang berhenti pada satu perawi tidak langsung membuat hadis menjadi hadis khabar mustafidh.
Mustafidh Lafdzi dan Mustafidh Ma’nawi
Sesuai apa yang disampaikan oleh Māmaqāni bahwa sebagian besar ulama menyepakati bahwa dalam khabar mustafidh lafal dari riwayat yang dinukilkan harus serupa satu dengan yang lain. Sebagian ulama tidak mengharuskan hal ini seperti penulis kitab Riyadh(ریاض ) dan penulis Jawahir (جواهر). Menurut beberapa ulama ini, lafal dari riwayat yang dinukil tidak harus serupa. Jika makna riwayat yang dinukilkan serupa maka hal ini sudah cukup sebagai sarat untuk hadis mustafidh. Astir Abadi juga meyakini bahwa keserupaan cukup pada sisi makna saja tidak harus sampai pada tahap lafal.
Perbedaan Khabar Mustafidh dengan Riwayat Masyhur
Kadang hadis mustafidh juga disebut dengan hadis masyhur. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa khabar mustafidh dan masyhur tidaklah sama. Dimana dalam hadis khabar mustafidh jumlah perawi di setiap tahap harus mencukupi sedang dalam khabar masyhur sarat ini tidak menjadi keharusan. Bahkan hadis masyhur ada yang hanya memiliki satu perawi saja. Seperti hadis berikut ini (انما الاعمال بالنیات) Muhaqiq Karaki seorang ahli fikih jaman Safawi, meyakini bahwa khabar mustafidh adalah khabar masyhur dimana perawinya lebih dari tiga orang.
Sebagaimana Māmāqani, Syahid tsani juga menilai khabar mustafidh seperti khabar wahid. Dia menjelaskan bahwa jika ulama syiah menempatkan hadis mustafidh dihadapan hadis mutawatir, ini menunjukkan bahwa khabar mustafidh dapat diterima sebagaimana halnya khabar wahid (dari sisi sarat-sarat untuk bisa diterima). dimana sifat dari perawi harus benar-benar dikaji sehingga menjadi jelas ketsiqahan mereka sebagai perawi hadis. Māmaqāni menisbahkan pendapat ini kepada Mirzāye Qomi.
I’tibar Khabar Mustafidh
Syaikh Mufid menilai bahwa I’tibar (nilai kelayakan untuk diterima dan dipercaya) khabar mustafidh lebih besar dibanding khabar wahid. Karena itu ketika ada dua pilihan antara khabar mustafidh dan khabar wahid maka beliau mengedepankan khabar mustafidh.
Kalbāsi dalam bukunya tanpa menyebutkan nama rujukan menyatakan bahwa sebagian orang menilai bahwa khabar mustafidh itu memiliki nilai I’tibar.
Muhammad Sanad seorang mujtahid dan muhaqiq kontemporer meyakini khabar mustafidh bisa menghantar sampai ke tingkat zhan jadi hampir mendekati level yakin dan lebih kuat dibandingkan dengan khabar wahid yang sahih. Bahkan dia meyakini khabar mustafidh bisa menjadi teks rujukan dalam penelitian seputar nilai-nilai ajaran Islam. Dia juga meyakini bahwa khabar dhaif (lemah) jika disatukan dengan riwayat-riwayat yang lain ada kemungkinan akan menjadi khabar mustafidh. Ayatullah Subhani sendiri tidak mensyaratkan ketsiqahan perawi untuk I’tibar kahabar mustafidh. Bahkan Muhakik Karaki menilai khabar mustafidh sebagai khabar mutawatir.
Tulisan berasal dari wikisyiah berbahasa persia, penjelasan makna khabar mustafidh