Masjid merupakan salah satu tempat pendidikan yang paling penting dalam Islam, sebuah tempat yang sejak saat pendiriannya oleh Rasulullah Saw telah memegang peran yang asasi dalam pertumbuhan dan perkembangan keagamaan umat muslim. Sejak semula masjid telah menjadi sebuah pusat pendidikan, sekaligus tempat beribadah. Dalam sebuah hadisnya sekaitan dengan masjid, Rasulullah Saw bersabda, “Para pengunjungnya adalah pemegang bendera-bendera surga, dan para penghuninya adalah para pemilik rumah-rumah surga yang haus akan pengetahuan.” Dengan demikian, bisa dikatakan secara tegas bahwa masjid merupakan lingkungan terbaik untuk membentuk karakter agama seseorang.
Dengan memperhatikan metode-metode pendidikan anak, kita bisa menemukan bahwa lingkungan, merupakan salah satu pilar pendidikan, dimana dengan menyambungkannya dengan pilar penting lainnya yaitu orang tua, akan bisa mengantarkan pada kesempurnaan pendidikan, yang akhirnya akan menelurkan anak-anak yang religis. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa tipe pendidikan terbaik adalah yang dilakukan di lingkungan bercahaya dan dengan metode yang bercahaya.
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Orang tua memegang peran yang paling penting dalam pendidikan anak. Bahkan sebelum kelahiran buah hati, ayah dan ibu telah memikirkan pendidikannya. Untuk membentuk kepribadian yang mulia, sebelum kelahirannya, orang tua berulang kali mengucapkan doa yang terinspirasi dari al-Quran, sebagai berikut:
رَبِّ هَبْ لِی مِنْ لَدُنْکَ ذُرِّیَّةً طَیِّبَةً إِنَّکَ سَمِیعُ الدُّعاء
Dan untuk bisa menghasilkan anak yang abid dan pecinta masjid, para orang tua, dengan mengikuti Khalilullah, mengucapkan doa berikut ini di depan Tuhannya:
رَبِ اجْعَلْنِی مُقِیمَ الصَّلاةِ وَ مِنْ ذُرِّیَّتِی رَبَّنا وَ تَقَبَّلْ دُعاء
Mungkin bisa dikatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk karakter keagamaan anak, adalah orang tua. Dimana di tengah-tengah ini, dengan memperhatikan hubungan kasih sayang yang terjadiln begitu kuatnya antara anak dan ibu, peran signifikan dalam pendidikan anak, dipegang oleh ibu.
Perempuan dan Masjid
Kehadiran Khadijah al-Kubra sebagai perempuan muslim pertama di shalat jamaah pertama yang dilaksanakan di Masjidil Haram, menjadi hal yang sangat menarik karena shalat ini hanya dihadiri oleh tiga orang, yaitu imam dan 2 orang makmum.
Dalam sejarah permulaan Islam, para perempuan hadir di masjid dan melaksanakan shalat jamaah bersama Rasulullah sebagaimana para lelaki, bahkan kadangkala para perempuan ini membuat masjid khusus di kalangan mereka sendiri.
Tentunya terdapat hal-hal dan aturan-aturan yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh para perempuan untuk bisa hadir di masjid, seperti tidak menggunakan parfum, tidak bercampur dengan nonmahram, dengan izin suami dan memperhatikan hijab di sepanjang perjalanannya ke masjid. Jika syarat-syarat di atas tak terpenuhi, maka tempat terbaik untuk shalat bagi perempuan, adalah di dalam rumah.
Untuk menegaskan kebolehan bagi perempuan untuk hadir di masjid, Rasulullah Saw berulangkali bersabda, “Jangan halangi para perempuan untuk hadir di masjid.” Bahkan lebih tinggi dari ini, beliau bersabda, “Jangan menghalangi kepergian para perempuan ke masjid di malam hari.” Selain itu juga terdapat kaidah-kaidah apabila mereka hendak ke masjid. Yaitu, mereka harus menyempurnakan hijabnya saat menuju masjid, supaya tidak menjadi penjerat nafsu:
یا أَیُّهَا النَّبِیُّ قُلْ لِأَزْواجِکَ وَ بَناتِکَ وَ نِساءِ الْمُؤْمِنِینَ یُدْنِینَ عَلَیْهِنَّ مِنْ جَلَابِیبِهِنَ ذلِکَ أَدْنى أَنْ یُعْرَفْنَ فَلا یُؤْذَیْنَ وَ کانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِیماً
Sejarah permulaan Islam dan pada masa Rasulullah Saw juga memperlihatkan adanya kegiatan-kegiatan para perempuan di kancah sosial dan berbagai tugas dan tanggung jawab yang mereka emban, terutama di masjid.
Pendidikan Agama Anak Melalui Ibu
Seorang ibu yang memberikan perhatian terhadap pendidikan agama buah hatinya, senantiasa akan mencari ruang dan suasana yang mendukung bagi tumbuh kembang agama dan keimanan anaknya, bahkan sebelum kelahiran si buah hati, ia telah mencari metode yang ideal untuk pendidikannya dan senantiasa berpikir untuk mendapatkan lingkungan terbaik untuk mendidiknya.
Kita bisa menyaksikan dalam al-Quran, ibu seperti Maryam bahkan bernazar untuk menempatkan anaknya sebagai pelayan masjid, dengan mengatakan, “Ya Tuhanku, jika engkau mengaruniai seorang putra kepadaku, maka aku akan mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik dan menempatkannya di tempat spiritual yang terbaik.” Kehadiran seorang anak di masjid yang berada di bawah didikan agama, akan menyebabkan orang lain ikut menikmati hasil dari bentuk didikan seperti ini dan akan mendorong mereka untuk cenderung memiliki anak seperti ini, kemudian meminta kepada Allah supaya dianugerahi yang sepertinya; sebagaimana halnya Nabi Zakariya saat berhadapan dengan Maryam yang telah menjadi gadis pecinta masjid dan berada di bawah didikan agama, ia juga menginginkan anak sepertinya, yang kelak menjadi teladan bagi para ibu lainnya.
Kehadiran seorang ibu dengan anaknya yang masih menyusu untuk menghabiskan waktunya di masjid, tak hanya tak dihalangi, bahkan ditegaskan oleh Rasulullah Saw dengan cara mempercepat shalatnya supaya ibu tersebut segera bisa menyusui anaknya yang tengah menangis.
Betapa indahnya jika seorang ibu membuka jalan bagi anaknya untuk ke masjid dan meminta kepadanya untuk menceritakan apa yang telah dipelajarinya saat berada di masjid. Imam Hasan as, pada usia tujuh tahun senantiasa hadir di masjid saat Rasulullah tengah berceramah, dan ia akan menghafal ceramah tersebut, kemudian mengucapkannya kembali di hadapan ibunya saat kembali dari masjid.
Dalam peristiwa khutbah Fadak yang disampaikan di masjid Rasulullah setelah beliau meninggal, oleh Bunda Fatimah az Zahra untuk membela hak-hak Ahli Bait, yang menjadi perawi dan penukil khutbah tersebut adalah Zainab Kubra yang saat itu masih seorang anak berusia 5 tahun. Ia mengingat seluruh khutbah ini dan menukilkannya kepada yang lain. Inilah hasil didikan di bawah bimbingan seorang ibu yang piawai. Seorang perempuan yang kelak menjadi Zainab Kubra yang mengucapkan khutbah di hadapan anak-anak Bani Hasyim dan mempermalukan Yazid dan para pengikutnya. Bentuk didikan seperti ini pulalah yang berhasil menelurkan anak seperti Imam Baqir As yang tabah dan istiqamah menanggung sekian musibah di hadapan Yazid. Setelah Yazid bermusyawarah dengan para penasehatnya dan menghasilkan putuskan untuk membunuh para tawanan, Imam Baqir As dengan tegas mengeluarkan perkataan untuk mempermalukan Yazid, “Mereka ini memberikan suaranya bertolak belakang dengan para penasehat fir’aun, karena saat Firaun bermusyawarah dengan para penasehatnya mengenai Musa dan Harun, mereka mengatakan, “Berikan kesempatan kepadanya dan saudaranya”, akan tetapi mereka ini memutuskan untuk membunuh kita. Dan ini ada sebabnya.” Yazid bertanya, “Apa penyebabnya?” beliau bersabda, “Karena mereka adalah para keturunan halal dan terlahir dari para perempuan yang mulia, sedangkan mereka ini adalah para keturunan haram dan berasal dari para perempuan yag tercela; karena para nabi dan putra-putranya tidak akan dibunuh kecuali oleh para keturunan pezina.” Pada saat itulah Yazid menundukkan kepalanya dan membatalkan rencananya. Inilah hasil didikan yang dengan perkataannya bisa mempermalukan, bisa mencerahkan dan juga bisa menyelamatkan.