“Awal menikah saya berharap bisa hidup bahagia karena sejak kecil hidup saya sangat sulit. Kondisi ekonomi keluarga saya bukan saja pas-pasan tapi sangat kekurangan. Tapi setelah menikah saya tak pernah berhenti mendapat ujian. Berbagai masalah dan musibah datang silih berganti. Entah dari sikap suami sendiri atau masalah ekonomi. Kadang saya bertanya dalam hati, ‘Kenapa saya selalu diuji? Apa dosa saya?’” keluh seorang ibu pada temannya sembari menghela nafas panjang.
Sebagaimana yang kita ketahui, tak seorang pun di dunia ini yang tak punya masalah. Yang kaya atau miskin, rakyat jelata atau pejabat, tua atau muda, semuanya pasti pernah punya masalah. Jangan dikira mereka yang secara lahir terlihat senang dan bahagia karena kaya raya atau terpandang tak punya masalah. Semua orang punya masalah dan kesulitan masing-masing.
Bagi kaum mukmimin, kehidupan di dunia ini bak penjara dan tempat ujian, seperti dalam hadis Rasulullah saw, “Ad-dunya sijnul mukmin wa jannatun lil kaafir.” Dunia adalah penjara bagi orang-orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir. “ Karena itu, bila kita ingin tetap berada dalam barisan orang-orang mukmin kita harus siap menghadapi semua kesulitan dan ujian, termasuk menghadapi ujian dalam rumah tangga.
Banyak sekali hal dalam tatanan rumah tangga yang bisa memicu kesulitan dan ujian. Sebut saja kesulitan dalam menghadapi sikap dan karakter pasangan yang berbeda dengan yang kita miliki. Ayatullah Madzahiri pernah mengatakan, mustahil kita bisa mendapatkan pasangan yang 100 % ideal dan sepadan dengan kita. Di sisi lain, krisis ekonomi yang melanda rumah tangga bisa menimbulkan masalah. Kondisi ekonomi selalu berubah, kadang pendapatan keluarga begitu melimpah ruah dan kadang sangat sedikit meski suami sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab menyediakan anggaran belanja keluarga sudah mencoba beragam usaha. Kondisi ini akan semakin sulit ketika ujian lain datang, misalnya salah satu anggota keluarga jatuh sakit.
Ya, ujian dan kesulitan akan datang silih berganti menghampiri keluarga dan menguji kekokohan rumah tangga. Di sini, kesabaran dan ketegaran pasangan suami istri sangat diperlukan. Suami istri harus bahu membahu dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan. Di sini pula kesalehan suami istri diuji. Istri yang shalehah tak akan meninggalkan suaminya sendirian dalam kondisi terpuruk seperti pepatah sindiran yang mengatakan, ‘Ada uang abang disayang tak ada uang abang ditendang’. Istri yang shalehah akan terus mendukung suaminya dan membantu meringankan bebannya. Begitu pula suami yang shaleh.
Di samping itu, kita juga sudah mengetahui bahwa Allah swt memberi ujian dan kesulitan kepada hambanya dengan berbagai tujuan, seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw dan Aimmah as Tujuan itu antara lain;
Peringatan agar tidak lalai
Imam Shadiq as bersabda, “Seorang mukmin tak akan melewati 40 hari melainkan Allah akan memberi kesulitan yang membuatnya sedih agar dia tidak lalai.” (Mizanul Hikmah, hal. 84).
Menebus dan menghapus dosa-dosa
Imam Ali as pernah mengingatkan, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kesulitan dan musibah sebagai penghapus dosa.”(Mizanul Hikmah, hal. 84).
Sementara Imam Shadiq as berkata, “Saat Allah memuliakan hamba-Nya, ketika hamba tersebut melakukan dosa maka dia akan ditimpa penyakit. Jika tidak, maka dia akan ditimpa kefakiran dan jika tidak, dia akan ditimpa kesulitan dalam meregang nyawa.” (Mizanul Hikmah, hal. 84)
Indikator derajat keimanan
Imam Baqir as berkata, “Semakin tinggi iman [seorang mukmin] maka kehidupannya akan semakin sulit. (Mizanul Hikmah, hal. 84).
Indikator kecintaan Allah s.w.t kepada hamba-Nya
Imam Shadiq as bersabda, “Ketika Allah mencintai suatu kaum atau hamba-Nya maka Allah akan memberi banyak ujian dan kesulitan; belum selesai satu kesedihan kesedihan lain datang menimpa.” (Mizanul Hikmah, hal. 84).
Tinggal kita yang harus mengintropeksi diri, kesulitan dan ujian kita masuk dalam tujuan mana? Apakah karena dosa dan kelalaian kita? Atau karena Allah menyayangi kita? Atau untuk menaikan derajat keimanan kita? Lalu bagaimanakah reaksi kita dalam menghadapinya? Semakin dekatkah kita kepada-Nya atau semakin menjauhi-Nya?
Tak ada salahnya kita kembali membuka halaman sejarah dan melihat sosok-sosok tegar yang menghadapi masalah besar tapi suskes melampauinya. Ketika seorang istri diuji dengan mendapat suami yang kasar maka dia harus berusaha mencontoh kesabaran Asyiah istri Firaun. Begitu pula sebaliknya, bila seorang suami diuji dengan sikap buruk istrinya maka harus berusaha mencontoh kesabaran Nabi Ayyub as Ketika suami atau istri sabar menghadapi prilaku buruk pasngannya maka Allah s.w.t. akan menganugrahi pahala seperti nabi Ayyub as dan Asyiah.
Kita juga tak boleh lupa bahwa masih banyak orang-orang di sekitar kita yang mempunyai masalah lebih berat dan sulit dari masalah kita. Terakhir, Allah swt tak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Karena itu, jangan sampai kita berkecil hati. Kita harus terus bersabar dan tidak putus asa. Dengan pertolongan Allah swt, pada akhirnya kita akan mampu menyelesaikan semua masalah. Insya Allah!