Islam memperingatkan setiap pasangan suami istri
tentang dampak negatif perceraian dan putusnya tali
ikatan perkawinan. Dampak negatif tersebut akan
menimpa kondisi psikis mereka berdua, anak-anak,
dan juga masyarakat.
Perceraian adalah sumber kegelisahan dan kelabilan
psikis, perasaan, dan tingkah laku anak karena ia
sangat membutuhkan cinta dan kasih sayang yang
seimbang dari ayah dan ibunya. Bahkan, seorang anak
hanya dengan memikirkan dan mengkhayalkan
perceraian kedua orang tua, akan merasa gelisah.
Jika hal itu berkelanjutan akan berdampak negatif
pada kestabilan perasaan dan kejiwaannya.
Sehubungan dengan hal ini, Islam telah menawarkan
sebuah konsep dalam menjaga hubungan baik antara
suami isteri untuk menghindarkan perceraian dan
kehancuran rumah tangga. Dalam banyak nash, Islam
bahkan melarang perceraian. Rasulullah SAWW
bersabda,
أوصاني جبرئيل عليه السلام بالمرأة حتى ظننت انه لا ينبغي
طلاقها إلاّ من فاحشة مبيّنة
Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang
talak (perceraian), sampai-sampai aku mengira bahwa
wanita tidak boleh dicerai kecuali jika telah melakukan
perbuatan zina dengan terang-terangan.[1]
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,
ما من شيء ممّا أحلّه الله عزّ وجل أبغض إليه من الطلاق وأن الله
يبغض المطلاق الذوّاق
Artinya: Tidak ada sesuatu yang halal yang lebih
Allah benci daripada perceraian. Allah sangat
membenci orang lelaki yang gemar menceraikan isteri
dan sering kawin hanya untuk menikmati wanita sesaat
saja. [2]
Beliau juga berkata,
إن الله عزّ وجل يحب البيت الذي فيه العرس , ويبغض البيت الذي
فيه الطلاق وما من شيء أبغض إلى الله عزّ وجل من الطلاق
Artinya: Sesungguhnya Allah SWT menyenangi rumah
yang di dalamnya terdapat orang yang baru menikah,
dan membenci rumah yang di dalamnya terdapat
perceraian. Tidak ada sesuatupun yang lebih Allah
benci daripada perceraian. [3]
Selain itu Islam, juga menganjurkan semua pasangan
untuk menyusun strategi demi menghindari perceraian.
Islam mengajak para suami istri untuk mempererat
tali cinta kasih di antara mereka dan menghimbau
agar secepatnya menyelesaikan semua masalah dan
pertikaian di antara keduanya yang dapat
mengakibatkan perceraian. Karena itulah, kita
temukan dalam banyak nash agama adanya perintah
untuk bergaul dengan baik dengan pasangan kita.
Allah SWT berfirman,
.. وعاشروهنّ بالمعروف فإن كرهتموهنّ فعسى أن تكرهوا شيئا و
يجعل الله فيه خيرا كثيرا
Artinya: …Bergaullah dengan isteri-isteri kalian
dengan cara yang baik. Jika kalian tidak menyukai
mereka, (bersabarlah) karena mungkin saja kalian
membenci sesuatu padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang berlimpah. [4]
Islam juga telah mengajarkan untuk mengadakan
perbaikan hubungan demi mengembalikan suasana
harmonis dalam keluarga. Allah SWT berfirman,
وإن امرأة خافت من بعلها نشوزا أو إعراضا فلا جناح عليهما أن
يصلحا بينهما صلحا والصلح خير ….
Artinya: Jika seorang wanita merasa khawatir
terhadap sikap tak acuh suami terhadapnya, ia dapat
mengusahakan perdamaian di antara mereka berdua.
Perdamaian itu adalah sesuatu yang baik…. [5]
Mengadakan perdamaian antara suami dan isteri lebih
baik daripada meninggalkannya. Melihat kenyataan
bahwa hati manusia dapat berubah-ubah dan kehendak
sewaktu-waktu dapat berbalik, Islam menekankan
kepada suami dan isteri untuk melakukan upaya
perdamaian sebelum mengambil keputusan untuk saling
berpisah. Allah SWT berfirman,
وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله و حكما من أهلها إن
يريدا إصلاحا يوفّق الله بينهما إنّ الله كان عليما خبيرا
Artinya: Jika kalian mengkhawatirkan adanya
pertikaian antara keduanya, utuslah seorang juru
damai dari masing-masing pihak, suami dan isteri.
Jika mereka berdua bermaksud mengadakan
perbaikan, Allah pasti akan memberikan taufik-Nya
kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
dan Maha mengenal. [6]
Jika semua usaha perbaikan hubungan dan upaya untuk
mengembalikan keadaan seperti sediakala tidak
membuahkan hasil, dan jika semua pertikaian dan
perselisihan yang ada tidak bisa diselesaikan kecuali
dengan perceraian, saat itulah mungkin perceraian
merupakan jalan terbaik bagi mereka berdua.
Walaupun demikian, anak tetap akan mendapatan
pukulan yang hebat dari perpisahan kedua orang
tuanya tersebut dan ini akan terlihat pada perubahan
tingkah lakunya. Karena itu, Islam masih memberikan
peluang kepada mereka berdua untuk kembali
membangun rumah tangga mereka. Islam memberikan
kesempatan kepada suami untuk merujuk isterinya
saat ia masih berada dalam masa iddah atau
menikahinya dengan ijab qabul baru jika wanita itu
telah keluar dari masa iddah. Selain itu, ia masih
dapat merujuk setelah menceraikan isterinya sebanyak
dua kali.
Jika semua usaha perbaikan hubungan ini tidak
membuahkan hasil dan perpisahan benar-benar
terjadi, mereka berdua berkewajiban untuk menjaga
perasaan anak-anak dengan mencurahkan perhatian
dan kasih sayang kepada mereka. Selain itu, mereka
berdua harus memberikan pengertian kepada anak-
anak, bahwa baik ayah maupun ibu mereka adalah
orang-orang yang baik. Islam melarang kita untuk
berdusta, bergunjing, serta membongkar aib dan cela
orang lain. Dengan demikian, anak akan dapat
mengatasi masalah dan benturan psikis yang
ditimbulkan oleh perceraian orang tuanya.
CATATAN :
[1]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3: 278
[2]Al-Kafi 6:54 hadis ke-2
[3]Ibid. Hadis ke-3
[4]Q.S. Al-Nisa’ :19
[5]Q.S. Al-Nisa’ :128
[6]Q.S. Al-Nisa’ :35