Anak dalam Perspektif Al-Quran
  • Judul: Anak dalam Perspektif Al-Quran
  • sang penulis: Euis Daryati, Lc.MA
  • Sumber:
  • Tanggal Rilis: 15:32:29 1-10-1403

Anak adalah anugrah terindah sekaligus amanah dan titipan yang Allah Swt berikan kepada orang tua. Keberadaan anak sangat dinanti-nantikan oleh orang tua sebagai penyempurna kebahagiaan dalam keluarga. Tidak jarang pasangan yang belum dikarunia anak pun akan melakukan berbagai usaha demi mendapatkan anak. Karena rumah tanpa anak akan terasa sepi dan tak berwarna.

Berkaitan dengan eksistensi anak, Al-Quran menyebutnya dengan beberapa istilah yang sebagian memiliki konotasi positif dan negative, anak berpotensi menyandang status yang berlawanan, membahagiakan dan mencelakakan. Anak sebagaimana anugrah Allah Swt lainnya, tergantung kepada penerima anugrah tersebut, dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat, juga sebaliknya dapat menjerumuskannya dan membuatnya sengsara di dunia juga akhirat.

Anak sebagai Penyejuk Hati dan Penenang Jiwa

Anak merupakan titipan Allah Swt paling berharga yang harus dijaga, dirawat dan dididik. Jika orang tua dapat menjaga, merawat dan mendidiknya dengan benar maka anak tersebut akan menjadi penenang jiwa dan penyejuk hatinya. Dalam Al-Quran Allah Swt menjelaskan tentang ciri-ciri pola hidup di antara hamba pilihan-Nya, di mana salah satu pola hidup mereka adalah senantiasa berdoa agar memiliki anak keturunan yang akan menjadi penyejuk hati dan penenang jiwa.

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ

“Dan orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugrahkan kepada kami pasangan kami dan anak keturunan kami sebagai penenang hati.” (QS. al-Furqon : 74)

Dengan sendirinya keberadaan anak itu sendiri akan menjadi penyejuk dan penenang jiwa orang tua, terkhusus pada masa-masa lucu usia dini. Keberadaannya, semua tingkahnya, kelucuannya, akan menjadi penghibur bagi orang tua dan penghilang rasa penat. Tidak jarang orang tua yang jika sibuk dengan pekerjaannya, untuk sekedar refreshing ia akan bermain dan bercanda bersama anaknya.

Namun, dengan berjalannya waktu, usia kelucuan anak akan berkurang, ia akan berkembang tumbuh besar. Sifat dan karakternya akan terbentuk, apakah menjadi anak yang soleh-solehah sehingga akan menjadi penyejuk hati dan penenang jiwa bagi orang tuanya, ataukah sebaliknya, anak akan menjadi pencoreng orang tua dan menjerumuskannya? Ini semua tergantung pada pengarahan dan pendidikan orang tua.

Anak sebagai Dzuriyah (Penerus Keturunan)

Anak adalah anugrah Allah Swt yang akan meneruskan garis keturunan dan cita-cita orang tua. Mari kita lihat kisah Nabi Zakaria as yang saat melihat Allah Swt memberikan karunia kepada Siti Maryam as berupa buah-buahan musim panas pada musim dingin, beliau mengharap sekali agar memiliki anak sebagai penerus garis keturunannya. Padahal beliau telah berusia tua, tulang-tulangnya rapuh, rambutnya memutih dan istrinya pun seorang yang mandul.

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗ ۚ قَالَ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ

“Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Ya Tuhan kami, anugrahkan kepada kami dari sisi Engkau dzuriyah yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” [QS. Ali Imran :38]

Anak Sebagai Perhiasan Dunia

Allah swt telah menjadikan semua yang ada di muka bumi ini sebagai perhiasan dalam kehidupan, termasuk harta dan anak-anak.

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” [QS al-Kahfi : 46]

Anak menjadi perhiasan maksudnya adalah bahwa gelar, prestasi, kesuksesan dan kebaikan anak-anak akan menjadi kebanggaan orang tua dan menjadikannya baik di mata masyarakat.

Dalam beberapa ayat lainnya eksistensi anak dalam Al-Quran memiliki konotasi negatif.

Anak sebagai Fitnah

Berkaitan dengan hal ini dalam al-Quran Allah Swt berfirman,

اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

“Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah, dan sesungguhnya di sisi Allah swt adalah pahala yang sangat besar.” [QS. Ath-Thaghabun : 15]

Dalam tafsir Amtsal disebutkan bahwa secara bahasa fitnah artinya memasukan sesuatu ke dalam api, misalnya memasukan emas ke dalam api, sehingga terpisah antara emas kualitas baik dan emas kualitas buruk.  Atau memasukan logam ke dalam api untuk mengetahui kualitasnya. Dengan fitnah atau ujian akan tampak sifat-sifat batin manusia yang baik maupun yang buruk.

Anak sebagai ujian bagi orang tua untuk dapat dididik dengan benar dan tidak cinta berlebihan terhadap anak. Anak sebagai fitnah atau cobaan dan musibah pun dapat kita fahami bahwa posisi anak dapat membuat senang orang tuanya pada saat mereka berbakti kepada orang tuanya dan taat beribadah. Namun, anak akan menjadi musibah bagi orang tuanya mana kala tidak berbakti kepada orang tuanya serta tidak taat beribadah. Apalagi jika anak melakukan perbuatan kriminal yang dapat mencoreng nama baik keluarga.

Apabila orang tua sukses dari ujian tersebut maka ia akan mendapatkan pahala yang sangat agung di dunia dan akhirat sebagaimana Allah Swt telah menjelaskan dalam lanjutan surat ath-Thaghabun ayat 15 tersebut.

Juga, apabila orang tua tersebut lolos dari ujian tersebut , dengan mendidiknya menjadi anak yang soleh, maka anak tersebut akan menjadi penolong dan tulang punggung orang tuanya. Dalam hal ini Imam Ali Zainal Abidin as berkata, “Merupakan kebahagiaan seseorang adalah mana kala anaknya menolongnya.” [Al-Kafi, jil 6, hal 11]

Anak Sebagai Musuh dan Melalaikan dari Mengingat Allah Swt

Dalam al-Quran Allah swt berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri kalian dan anak-anak kalian adalah musuh bagi kalian, maka berhati-hatilah terhadap mereka.” [QS ath-Thagabun : 14]

Sementara dalam ayat lainnya Allah Swt mengingatkan agar anak-anak tidak melalaikan kita dari mengingat-Nya.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah.” [QS Munafiqun : 9]

Berdasarkan ayat tersebut bahwa anak terkadang menjerumuskan orang tua untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama, pada saat itu maka anak menjadi musuh bagi orang tuanya. Berikut ini beberapa contoh bahwa anak menjadi musuh bagi orang tuanya, misalnya anak melarangnya untuk berbuat baik, membiarkannya melakukan kemaksiatan dan dosa, memutuskan hubungan kekerabatan, menjerumuskannya kepada perbuatan dosa demi memenuhi keinginannya dan lainnya.