Salam atasmu, aduhai yang tangisnya selalu didengar bulan dan bintang
Salam atasmu, aduhai yang teriaknya membuat jantung musuh berdetak kencang
Dalam dirimu, anak-anak yatim melihat harapan
Dalam matamu, penyembah berhala melihat kematian
Pada rumahmu, para peminta menyulam asa
Karena rumahmu, tak bisa tidur munafik nista
Ini adalah masnawi tanpa akhir, mestinya
Sungguh terlalu lemah kata-kata pantulkan cahaya
Karenamu Allah turunkan rintik hujan
Lantas perlu apa kau dengan pujian?
Karenamu diterima taubat Adam
Perlukah kubersyair hingga malam?
Ali, kalau bukan karena cinta
Majnun tak bersyair mendamba Laila
Hanya demi wilayah, benteng pemersatu
Di’bil pergi tinggalkan istana-istana hantu
Kami yang perlu pada cintamu
Lalu syair ini tercipta hanya untukmu
Demi masa-masa indah nan sulit ketika dulu
Dan harapan yang akan terbit bersama putramu
Ali, hati ini penuh dengan rindu, kautahu
Tak sering mewujud, terkadang palsu, akutahu
Ingin kami mengerti rahasia-rahasia Maisam Tammar
Agar tak sendiri pemimpin kami, Rahbar
Ingin kami menua laksana Bilal
Hanya Ali di hati, indah, lan kekal
Sungguh cintamu adalah mahkota
Siapa saja menjadi mulia, aduhai pintu kota
Kau adalah kutub, pusaran cahaya
Kau adalah lilin, izinkan kami terbakar hingga tiada
Kaulah sang petir, kaulah sang rintik
Kaulah tanda, bukti, kaulah hujjah sang Khalik
Jikalau waktu bisa berhenti sebentar
Ingin rasanya berdiam diri sebentar
Ali, ali, ali, tak ingin lelah berdzikir
Bersatu bersama semesta, mengitarimu tanpa akhir