Salah satu adab keluar dari bulan suci Ramadhan adalah
melakukan evaluasi diri selama bulan suci ini. Apakah
kita merasakan ada revolusi spiritual dan mental dalam
diri kita? Sebagai cermin, kita mengkaji perkataan dan
ajaran yang disampaikan para maksum mengenai pentingnya
memperhatikan masalah ini.
Salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw, Jabir bin
Abdullah Ansari menuturkan suatu hari di bulan suci
Ramadhan ia menemui Rasulullah Saw. Beliau berkata,
"Wahai Jabir! Hari jumat ini adalah hari akhir bulan
suci Ramadhan, katakanlah 'Tuhanku ampunilah dosaku,
dan berkatilah!' Barang siapa yang mengatakan demikian,
maka ia akan mendapatkan satu dari dua kebaikan: Sampai
pada Ramadhan mendatang, atau dosanya diampuni dan
diberkahi,".
Salah satu perbuatan baik di hari akhir bulan suci
Ramadhan adalah mengevaluasi diri, terutama selama
sebulan di bulan suci Ramadhan. Seorang Mukmin harus
mengevaluasi amal ibadah dan perilakunya sejak awal
Ramadhan tiba hingga akhir. Apakah semakin khusuk
ketika beribadah, ataukah sebaliknya. Bagaimana dengan
kualitas dan kuantitas ibadahnya. Apakah terjadi
peningkatan ataukah justru sebaliknya?
Lalu, bagaimana dengan makrifah kepada Allah swt dan
Ahlul Baitnya di bulan suci Ramadhan? Sejauhmana upaya
yang telah dilakukan untuk meraih ridha Allah swt.
Bekal apa yang telah dipersiapkan untuk kehidupan di
akhirat kelak. Apakah di bulan suci Ramadhan ini
mengalami peningkatan atau sebaliknya? Kini, bulan
penuh berkah ini akan berakhir, apakah ada kerinduan
dalam diri kita untuk bertemu lagi dengan bulan suci
ini? Apakah dengan berlalunya Ramadhan kita semakin
rajin untuk beribadah dan mengabdi terhadap sesama
dibandingkan tahun sebaliknya ?
Jika orang yang berpuasa sejak awal hingga akhir
Ramadhan tidak melihat ada perbedaan dengan sebelumnya,
maka ia mengalami kerugian akibat ulahnya sendiri.
Sebab tidak memanfaatkan dengan baik bulan penuh berkah
ini. Padahal Allah swt telah membuka pintu rahmat
selebar-lebarnya untuk manusia. Oleh karena itu, di
akhir bulan suci ini kita memohon ampunan kepada Allah
swt supaya dosa kita diampuni dan diberkahi dalam
kehidupan ini.
Bulan suci Ramadhan merupakan salah satu waktu terbaik
untuk mereformasi akhlak individu dan sosial. Seorang
mukmin yang mampu mereformasi perilakunya di bulan suci
Ramadhan ini, maka dia memiliki kekuatan untuk
melanjutkan perbaikan diri terus-menerus di bulan
selanjutnya selama setahun.
Salah satu masalah akhlak adalah kesabaran menghadapi
bawahan. Agama Islam mengajarkan supaya kita tidak
bersikap keras dan tidak memberikan tugas di luar
kemampuan mereka, serta tidak memperlakukannya secara
zalim. Nabi Muhammad Saw mengajarkan bagaimana
berperilaku kepada orang lain, termasuk kepada orang-
orang yang berada di bawah wewenang kita. Terkait hal
ini Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa memudahkan
urusan orang yang berada di bawah wewenangmu, maka
Allah swt akan memudahkan
penghitungannya."(Amali,Sheikh Saduq)
Imam Shadiq meriwayatkan bahwa Imam Zainal Abidin di
bulan suci Ramadhan memberikan perhatian khusus kepada
orang-orang yang berada di bawah wewenangnya, termasuk
para pembantu dan budak beliau. Ketika mereka melakukan
kesalahan, beliau tidak menghukumnya, tapi mencatat
kesalahannya satu persatu hingga malam akhir bulan suci
Ramadhan tiba.
Lalu, mereka semua dikumpulkan, dan Imam Zainal Abidin
mengeluarkan catatan kesalahan mereka dan tiap orang
dipanggil satu-persatu. Salah seorang dari mereka
berdiri, dan dengan suara keras berkata, "Wahai Ali bin
Husein, sebagaimana Tuhan mencatat semua kesalahan
kita, engkau pun menulis kesalahan kami dalam buku
catatan. Seluruh kesalahan baik kecil maupun besar di
catat oleh Tuhan, dan kami pun demikian kesalahan kami
dicatat olehmu. Oleh karena itu maafkanlah kesalahan
kami sehingga Tuhan mengampuni kami...
Imam Ali Zainal Abidin mengucurkan air mata dan
mengulang kata-kata itu. Beliau kembali berkata,
"Tuhanku engkau memerintahku untuk memaafkan orang yang
menzalimi kami, maka ampunilah kami, karena Engkau
lebih agung. Engkau berfirman, jangan sampai menolak
permintaan orang yang membutuhkan pertolongan ketika
mendatangi rumah kami, kami menengadahkan tangan
memohon pertolongan-Mu. Aku memohon kepada-Mu, dan
anugerahilah kami karunia-Mu..."
Lalu Imam Sajjad kembali berkata, "Aku memaafkan
kesalahan kalian. Apakah kalian juga memaafkankanku ?".
Mereka menjawab, Meski engkau tidak bersalah, tapi kami
memaafkanmu.Lalu Imam Sajjad menukas, "Silahkan kalian
pergi. Kalian telah aku maafkan dan aku bebaskan semoga
Allah mengampuniku dan menyelamatkanku dari api
neraka!".
Mereka menjawab, "Tuan, kami memaafkanmu, padahal
engkau tidak pernah bersikap buruk kepada kami". Lalu
Imam Sajjad berkata,"Tuhanku, ampunilah Ali bin Husein,
sebagaimana engkau mengampuni kami, dan selamatkan dia
dari api neraka seperti Engkau menyelamatkannya dari
penghambaan [selain-Mu]." Mereka mengamini doa Imam
Sajjad. Beliau kembali berkata, "Silahkan kalian pergi
semua aku bebaskan."
Imam Baqir menceritakan kisah seorang sahabat
Rasulullah Saw bernama Saad yang hidup miskin. Dia
termasuk "Ashab Suffah". Kebutuhannya senantiasa
dipenuhi oleh Rasulullah Saw. Kemiskinan yang mendera
Saad membuat Rasulullah iba dan berjanji akan membantu
Saad supaya bisa memenuhi kebutuhannya sendiri."
Waktu cepat berlalu. Jibril menemui Rasulullah Saw dan
memberikan dua dirham kepada beliau. Allah swt
berfirman, "Aku mengetahui kerisauanmu [Muhammad]
karena kemiskinan yang mendera Saad. Jika ingin keluar
dari keadaan yang menimpa Saad kini berikanlah dua
dirham ini kepadanya dan pergunakan untuk jual beli".
Siang hari Rasulullah bertemu dengan Saad yang tengah
menanti di kamarnya. Beliau bersabda, "Bisakah engkau
berdagang?" ia menjawab, "Demi Tuhan! Aku tidak punya
modal." Lalu Rasulullah memberikan dua dirham kepada
Saad. "Pergunakan modal ini untuk jual beli", ujar
Rasulullah, seraya memberikan dua dirham kepada Saad.
Sahabat Nabi ini pun mengambilnya. Kemudian menunaikan
shalat dhuhur dan asar di masjid. Setelah shalat Asar,
Rasulullah Saw bersabda, "Bergeraklah carilah rezeki
!".
Kemudian, Saad menjalankan nasehat Rasulullah dan
menggunakan dua dirham sebagai modal jual beli. Berkah
Rasulullah, setiap kali Saad melakukan transaksi
senantiasa untung dan tidak berapa lama bisnisnya
berkembang pesat. Saad pun sibuk dengan urusan dunianya
hingga akhirnya jarang sekali ke masjid. Di samping
masjid, ia memiliki toko yang cukup laris. Saking
sibuknya, ketika bilal mengumandangkan adzan,
Rasulullah melihat Saad masih sibuk menjalankan
usahanya, dan dia tidak siap untuk shalat berjamaah di
masjid. Padahal sebelumnya, ia selalu rajin shalat
berjamaah di masjid.
Rasulullah Saw bersabda,"Saad! Dunia membuatmu sibuk
dan engkau melalaikan shalat. Orang itu menjawab, "Aku
harus bagaimana? Jika hartaku aku biarkan, aku
terhina...". Melihat kondisi Saad yang sibuk
mengumpulkan harta dan melupakan ibadah jauh melebihi
ketika ia masih miskin dan kekurangan.
Suatu hari Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah Saw,
seraya berkata, "Allah berfirman, "Aku mengetahui
kerisauanmu [Muhammad]. Kini apa keadaan yang lebih
baik bagi Saad yang engkau bisa terima? Kondisi
sebelumnya atau saat ini ketika dia berlimpah harta ?"
Rasulullah Saw menjawab, "Kedaaan ketika dia miskin
lebih baik, sebab dia tidak disibukkan oleh urusan
dunia dan tekun beribadah. Jibril berkata, "Ya,
kecintaan terhadap dunia dan harta membuat manusia
melalaikan akhiratnya".
Jika engkau ingin mengembalikan kondisinya, ambilah dua
dirham yang telah engkau berikan. Kemudian, Rasulullah
Saw mengambil kembali dua dirham yang telah diberikan
kepada Saad. Beliau berkata, "Kembalikan dua dirham
yang telah aku berikan kepadamu. Saad menjawab, "Jika
ingin 200 dirham bisa saya berikan". Rasulullah
menukas,"Tidak, aku ingin dua dirham yang telah
kuberikan kepadamu. Lalu Saad memberikannya dan tidak
berapa lama keadaan Saad kembali seperti semula.