Kedua, bersedih dan menangis karena Allah SWT menimbulkan pengaruh mendalam berupa rasa akan kedekatan dengan-Nya dan terkoyaknya sekat-sekat hijab jiwa sehingga seseorang menjadi lebih optimal dalam mengomunikasikan jiwanya dengan Allah SWT.
Karena itu, dia hendaknya memanfaatkan dengan baik momentum yang terjadi dalam proses tazkiyah ini, sebab merupakan kesempatan yang tidak muncul setiap saat atau dapat dipaksa-paksakan semaunya.
Penjelasan tentang poin ini telah diisyaratkan dalam berbagai riwayat mengenai keutamaan menangis dan takut karena Allah atau kepekaan terhadap kemahabesaran dan kemahaagunganNya, antara lain sebagai berikut;
Imam Ja’far Shadiq as berkata;
ما من شيء إلاّ وله كيل ووزن، إلاّ الدموع; فإنّ القطرة تُطفئ بحاراً من نار، فإذا اغرورقت العين بمائها لم يرهق وجهه قتر ولا ذلّة، فإذا فاضت حرّمها الله على النار، ولو أنّ باكياً بكى في أُمّة لرحموا.
ما من شيء إلاّ وله كيل ووزن، إلاّ الدموع; فإنّ القطرة تُطفئ بحاراً من نار، فإذا اغرورقت العين بمائها لم يرهق وجهه قتر ولا ذلّة، فإذا فاضت حرّمها الله على النار، ولو أنّ باكياً بكى في أُمّة لرحموا.
“Tak ada suatu apapun kecuali memiliki neraca dan timbangannya, kecuali air mata, karena setetesnya akan memadamkan lautan api neraka. Karena itu, jika mata yang meneteskan air maka wajahnya kelak tak akan mengalami kesulitan maupun kehinaan, jika mengucurkan air maka Allah mengharamkan wajahnya dari api neraka, dan jika dia menangis karena (kepedulian kepada) umat maka Allah akan mengasihi mereka.”[1]
Imam Ali Ridha as berkata;
كان فيما ناجى الله به موسى أ نّه ما تقرّب إليّ المتقربون بمثل البكاء من خشيتي، وما تعبّد لي المتعبّدون بمثل الورع عن محارمي، ولا تزيّن لي المتزيّنون بمثل الزهد في الدنيا عمّا يهمّ الغنى عنه. فقال موسى: يا أكرم الأكرمين: فما أثبتَهم على ذلك؟ فقال: يا موسى أمّا المتقرّبون لي بالبكاء من خشيتي فهم في الرفيق الأعلى لا يشاركهم فيه أحد، وأمّا المتعبّدون لي بالورع عن محارمي فإنّي أُفتّش الناس عن أعمالهم، ولا أُفتّشهم حياءً منهم، وأمّا المتزيّنون لي بالزهد في الدنيا فإنّي أبيحهم الجنّة بحذافيرها يتبوّؤون منها حيث يشاؤون.
كان فيما ناجى الله به موسى أ نّه ما تقرّب إليّ المتقربون بمثل البكاء من خشيتي، وما تعبّد لي المتعبّدون بمثل الورع عن محارمي، ولا تزيّن لي المتزيّنون بمثل الزهد في الدنيا عمّا يهمّ الغنى عنه. فقال موسى: يا أكرم الأكرمين: فما أثبتَهم على ذلك؟ فقال: يا موسى أمّا المتقرّبون لي بالبكاء من خشيتي فهم في الرفيق الأعلى لا يشاركهم فيه أحد، وأمّا المتعبّدون لي بالورع عن محارمي فإنّي أُفتّش الناس عن أعمالهم، ولا أُفتّشهم حياءً منهم، وأمّا المتزيّنون لي بالزهد في الدنيا فإنّي أبيحهم الجنّة بحذافيرها يتبوّؤون منها حيث يشاؤون.
“Di tengah munajat Musa as kepada Allah terdapat firmanNya; ‘Tak ada amalan bagi orang-orang yang mendekatiKu melebihi tangisan, tak ada ibadah bagi orang-orang yang beribadah melebihi keterjauhan dari semua yang Aku haramkan, tak ada hiasan karena Aku bagi orang-orang yang berhias diri melebihi kezuhudan di dunia.’ Lalu Musa berkata, ‘Wahai Zat Yang Maha Mulia, apa yang membuat mereka teguh di jalan ini?
“Allah berfirman; ‘Wahai Musa, adapun orang-orang yang mendekat kepadaKu dengan menangis karena takut kepadaKu adalah orang-orang yang dijenjang al-Rafiq al-A’la (paling dikasihi) tak disekutui oleh siapapun. Adapun orang-orang yang beribadah kepadaku dengan keterjauhan dari semua yang Aku haramkan maka sesungguhNya aku akan memeriksa amal perbuatan manusia namun aku tidak akan memeriksa mereka karena malu kepada mereka. Adapun orang-orang yang berhias diri karena Aku dengan kezuhudan di dunia maka sesungguhnya aku memberi mereka surga dengan semua sisinya untuk mereka tinggal di mana saja mereka menghendakinya.”[2]
Menangis Lantaran Khusyu’
Menangis Lantaran Khusyu’
Menangis karena Allah SWT terjadi bukan hanya lantaran sedih atau takut, melainkan juga bisa terdorong oleh berbagai faktor dan keadaan lain, semisal khusyuk, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT;
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّداً * وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولاً * وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعاً.
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّداً * وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولاً * وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعاً.
“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).’ Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.’ Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.”[3]
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوح وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً.
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوح وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً.
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”[4]
(Bersambung)
CATATAN :
[1]Al-Wasa’il, jilid 15, hal. 227, Bab 15 Jihad al-Nafs, Hadis 11.
[2] Ibid, hal. 226 ,Hadis 9.
[3] QS. Al-Isra’ [17]: 107 – 109.
[4] QS. Maryam [19]: 58.