Pepatah mengatakan bahwa pujian, sanjungan,
penghargaan dan sejenisnya adalah ibarat racun yang
manis rasanya. Ya, meskipun manis, ia adalah racun
yang harus ditawarkan.
Agar pujian itu tidak berubah menjadi racun, maka
penerimanya tidak boleh terlena yang menyebabkan
munculnya perasaan sombong. Imam Al-Ghazali (w. 505 H)
telah mewanti-wanti bahwa orang yang menerima pujian
harus ekstra hati-hati terhadap munculnya beragam
penyakit hati yang berbahaya seperti sombong dan
takabbur.
Selanjutnya, dengan tetap menjaga etika dan berterima
kasih sewajarnya kepada pemberi pujian, penerimanya
harus segera sadar diri bahwa orang yang memujinya itu
tidak lebih tahu kenyataan yang sebenarnya dari pada
penerima pujian. Bahkan, si penerima pujian pun tidak
lebih tahu yang sebenarnya dari pada Allah Swt.
Diceritakan oleh Al-Ashmu’i bahwa ketika Sayyidina Abu
Bakar Ash-Shiddiq Ra menerima pujian, ia mengucapkan
doa berikut:
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ بِي مِنْ نَفْسِي، وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِي مِنْهُمْ، اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي خَيْرًا مِمَّا يَحْسَبُونَ وَاغْفِرْ لِي مَا لَا يَعْلَمُونَ، وَلَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُولُونَ
Artinya: Ya Allah, Engkau lebih mengetahui diriku dari
pada aku sendiri. Aku lebih mengetahui diriku dari
pada mereka. Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari
pada apa yang mereka sangkakan kepadaku. Ampunilah aku
atas apa yang tidak mereka ketahui dan janganlah
Engkau siksa aku atas apa yang mereka ucapkan. [Abul
Hasan Al-Mawardi (w. 450 H), Adabud Dunya wad Din]
Sama dengan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina ‘Ali bin
Abi Thalib Ra pun beristighfar saat menerima pujian:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا لَا يَعْلَمُونَ وَلَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُولُونَ وَاجْعَلْنِي خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّونَ
Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang tidak
mereka (para pemuji) ketahui. Janganlah engkau siksa
aku sebab apa yang mereka katakan. Jadikanlah aku
lebih baik dari apa yang mereka sangka.” [Al-Ghazali
(w. 505 H), Ihya` ‘Ulumiddin]
***
Dengan sadar diri, seseorang akan tahu seberapa benar
pujian dan penghargaan itu sesuai dengan kenyataan
dirinya. Dengan tetap ingat akan adanya anugerah
Allah, seseorang akan tahu siapa yang lebih pantas
mendapatkan pujian.
Dengan kontrol ini, seseorang akan selamat dari racun
pujian sebagaimana dikemukakan Sufyan bin ‘Uyainah:
لا يضر المدح من عرف نفسه
Artinya: “Pujian itu tidak berbahaya bagi orang yang
sadar diri.”