Wacana Antara Pembagian Gender dan Pekerjaan
  • Judul: Wacana Antara Pembagian Gender dan Pekerjaan
  • sang penulis:
  • Sumber: [tvshia]
  • Tanggal Rilis: 21:55:14 1-9-1403

Dalam memaknai firman Allah:

"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Qs 43:32)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam kemampuan, bakat dan kapasitas yang diberikan ilahi menunjukkan bahwa tidak ada manusia kecuali memiliki sesuatu yang minimal cukup bagi dirinya sendiri.

 

Untuk alasan ini manusia secara alami mengorganisir diri ke dalam masyarakat dalam rangka bertukar jasa mereka untuk bertahan hidup individual dan kehidupan sosial. Dengan demikian diversifikasi dalam "aspirasi dan motivasi" mengarah pada pembagian kerja, masing-masing memenuhi kebutuhan satu dengan yang lain. Sesungguhnya manusia jika ingin mampu hidup sendirian pasti akan sangat sulit.


Pembagian yang paling mendasar dari kerja dalam masyarakat didasarkan pada gender. Pria melakukan tugas-tugas berat seperti berburu, bertani, dll sementara perempuan mengambil tanggung jawab kerja di rumah serta tugas-tugas lain yang tidak memerlukan pengeluaran tenaga besar. Dengan demikian pembagian kerja juga dapat dipahami sebagai pembagian antara kerja di rumah, dan bekerja di luar rumah. Bekerja di luar rumah pada dasarnya adalah penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan atau produk untuk orang lain sebagai timbal balik untuk hasil kerja orang lain atau barang yang dihasilkannya. "Pendapatan" Ini kemudian ditransfer ke rumah dan digunakan sebagai basis dukungan ekonomi bagi keluarga guna menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan, juga untuk menciptakan kenyamanan dan pembangunan sosial.

 

Bekerja di luar rumah merupakan perwakilan dari prinsip metafisik luar atau aspek lahiriah, pekerjaan diluar itu berkisar pada peran kekuasaan, persaingan dan agresivitas dalam mengumpulkan dan mengelola sumber daya sosial dan alam. Pekerjaan dalam kategori ini berurusan dengan aspek yang paling luar dari dunia; ekonomi, sumber daya alam baik yang berasal dari alam atau dari manusia dan kesesuaiannya dengan diri sendiri dan keluarga.


Bekerja di rumah sesuai dengan Asma Ilahi Keindahan, menjadi wakil dari prinsip metafisik kebatinan atau aspek Batini realitas. Hal ini sebagian besar tersembunyi dari pandangan publik dan secara fundamental menjadi karakter pendidik. Hal ini menyangkut erat dengan peningkatan dan pelatihan pendidikan anak-anak, dan mempertahankan keluarga secara umum dalam melakukan manajemen perekonomian domestik dalam keluarga. Lebih spesifik lagi pekerjaan dirumah juga melibatkan pemeliharaan lingkungan spiritual, psikologis dan emosional yang sehat di rumah.


Jadi, sementara bekerja di luar rumah adalah "maskulin" dalam karakter dan sesuai dengan Nama Ilahi Mulia Yang Maha Hebat dan Perkasa, bekerja di dalam rumah adalah "feminin" atau sesuai dengan Nama Ilahi Keindahan. Berikut adalah penting untuk dicatat bahwa istilah "maskulin" dan "feminin" adalah kualitas dan bukan berbasis gender, sehingga akan cukup tepat untuk menggambarkan aktivitas seorang pria, katakanlah dalam olahraga sebagai feminin tanpa menyiratkan bahwa dia banci dalam perilaku. Untuk " feminitas" aktivitas itu bisa merujuk pada keanggunanNya, kehalusan dan kemahiran. Demikian pula orang bisa menjelaskan hubungan wanita kepada anak-anaknya sebagai maskulin dalam hal perannya sebagai pengajar disiplin tanpa mengorbankan feminitas pribadinya.


Masyarakat Islam merupakan sarana untuk menjadikan manusia mengingat Allah dan karena itu merupakan dzikir dan
menjadi dzikir itu harus mencerminkan dua Nama ilahi ini Kecantikan dan Kemuliaan, atau luar dan dalam, dari sisi maskulin juga sisi Feminin. Manusia adalah lokus tertinggi untuk manifestasi dari Nama-Nama Ilahi dalam penciptaan dan pria dan wanita mencerminkan manifestasi paling sempurna dari masing-masing Nama Mulia dan Kecantikan. Justru karena masyarakat Islam adalah pengingat manusia kepada Allah bahwa beberapa fungsi sosial ekslusif laki-laki dan perempuan itu tidak sama, tidak hanya dalam kesesuaian fungsi mereka tetapi juga karena mereka sesuai dengan Jalan manifestasi Ilahi.

 

Jadi sebenarnya pertanyaan apakah seorang wanita memiliki kemampuan menjadi seorang hakim, penguasa atau tentara tidak terlalu perlu diutarakan, karena terutama di masa modern ini dan hidup dalam masyarakat non Muslim itu telah menjadi jelas bagi kita bahwa sebenarnya perempuan kurang cukup mampu melakukan peran tersebut, mereka jauh lebih mahir ketika menjadi pengelola dalam rumah tangga. Hal ini lebih karena peran ini lebih sesuai dengan Nama Ilahi Maha Kuasa bahwa pekerjaan itu lebih pas untuk laki-laki.

 

Sebaliknya juga tidak perlu dipaparkan apakah seorang pria bisa mampu menjadi bapak rumah tangga yang sangat baik, seorang pekerja penitipan anak atau praktisi di kebidanan, tetapi lebih karena Nama tersebut sesuai dengan Nama Ilahi Maha Indah, sebenarnya pekerjaan ini lebih pas dan akan lebih berkualitas jika dilakukan perempuan.

Kasus Hazrat Khadijah (ra), istri Nabi kita (saaw) yang menjadi pengusaha di saat lapangan didominasi oleh laki-laki. Dia adalah seorang pengusaha kaya dan sukses, dan dengan parameter sekarang dia bisa disebut seorang eksekutif bisnis di dunia saat ini, disini sebuah poin yang bisa kita cermati ternyata dia berbisnis dengan menjalankan usahanya tanpa keluar dari rumahnya, jika pernah bepergian untuk melakukan perdagangan sendiri itu sangat jarang.

 

Dia menjadi motor dan otak bisnis sementara dia sendiri berada didalam rumah, sebaliknya dia menyewa orang yang mampu untuk melakukan perjalanan dan melakukan transaksi bisnis atas nama dirinya, salah satu orang yang menjadi wakil dagangnya adalah Nabi (saaw) sendiri.

 

Memang dalam kenyataan beberapa akan bersikeras menolak, namun sebenarnya laki-laki lebih baik dalam beberapa pekerjaan daripada wanita dan sebaliknya karena secara fitrah ada perbedaan intelektual dan sisi emosional yang dimiliki khusus masing-masing dari mereka.


Yang penting di sini adalah bahwa kita tidak mengorbankan urusan domestik untuk urusan eksternal sebagaimana telah dilakukan dalam budaya Barat modern.

 

Dalam masyarakat saat ini kehidupan rumah tangga dan pekerjaan yang terkait dengan itu kini telah terpinggirkan dan dipandang tidak memuaskan. Sebagai gantinya mereka ditawari kehidupan sosial diluar yang glamor dan mengangkat nilai-nilai keberhasilan material.