Mengenal Perempuan Dalam Al-Quran (11)
  • Judul: Mengenal Perempuan Dalam Al-Quran (11)
  • sang penulis:
  • Sumber: parstoday.com
  • Tanggal Rilis: 18:31:13 1-9-1403

Nabi Isa as adalah anak Sayidah Maryam dan menjadi utusan Allah Swt. Nabi Isa as dipilih oleh Allah untuk menyampaikan manusia pada keberuntungan dan kebahagiaan. Al-Quran menyebut Nabi Isa as dengan kesucian dan keagungan serta memuji Maryam sebagai ibunya lalu menjelaskan kehidupannya yang luar biasa dalam bentuk kisah indah.

Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bagaimana Sayidah Maryam melewati hari-harinya dengan berdoa, bermunajat dan beribadah kepada Allah Swt. Maryam tidak lagi memperhatikan lahiriah dunia dan hanya memandang Allah, sehingga ini menjadi pengantar munculnya tanda-tanda ilahi agung dari rahmat Allah seperti lahirnya Nabi Isa as.

Kelanjutan kisah indah dan penuh pelajaran ini diambil dari al-Quran surat Maryam dari ayat 16 hingga 21:

"Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitul Maqdis), maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa." Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci." Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril berkata, "Demikianlah." Tuhanmu berfirman, "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan."

Maryam mengetahui bahwa untuk terwujudnya perintah Allah, ia harus mempersiapkan dirinya menghadapi rangkaian tuduhan tidak berdasar. Karenanya, Maryam mempersiapkan dirinya untuk lebih tegar dan sabar, sehingga hatinya menjadi kokoh dan tekad yang tak terkalahkan untuk menanggung segala bentuk tekanan para penuduh dan pembohong. Ketika Maryam melihat dirinya layak untuk menerima wahyu dari Allah Swt, ia pun senang dipilih untuk membesarkan seorang nabi agung. Karena Maryam mengetahui dengan baik pemikiran masyarakat dan cara pandang negatif mereka, ia memilih untuk menyendiri di tempat yang jauh.

Maryam tengah melewati bulan-bulan terakhir dari masa kehamilannya. Ia merasa kesakitan dan membawa dirinya di bawah pohon kurma demi melindungi dirinya dari hawa panas gurun yang menyengat. Dalam kondisi demikian, bibir Maryam melantunkan, "Ya Allah! Rahmati aku. Keluargaku suci dan bertakwa. Bantulah aku agar dapat sabar menghadapi segala tuduhan yang dialamatkan kepadaku."

Dalam kondisi yang demikian dan merasakan sakit yang luar biasa, terdengar suara malaikat yang memberinya semangat, "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini." (QS. Maryam: 23-26)

Pada awalnya, Maryam terkejut, tapi ketika menguruti ingatan sebelumnya, bagaimana Allah memerintahkan kehamilannya dalam bentuk yang tidak seperti manusia lainnya, perlahan-lahan hatinya mulai tenang. Ia kemudian mengambil beberapa kurma dan mulai memakannya dan minum dari air yang ada lalu kemudian istirahat sebentar. Setelah itu, Maryam memeluk anaknya dan pergi menemui masyarakat.

Maryam dengan hati yang tenang melangkah untuk menghadapi kaumnya. Ayat 28 hingga 34 surat Maryam mengisahkan, "Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina", maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?" Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali." Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya."

Setelah Maryam berhasil mencerahkan masyarakat terkait kehendak Allah dan kesucian dirinya, ia bersama Isa, anaknya pergi ke tempat yang jauh untuk mendidik anaknya untuk masa berdakwa dan menyampaikan risalah. Pada ayat kelima puluh surat Mukminun disebutkan, "Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir."

Sayidah Maryam sebagai perempuan suci dan bertakwa sangat mempengaruhi kepribadian Nabi Isa as. Dengan demikian, Nabi Isa as lahir dari seorang perempuan yang seluruh usianya diperuntukkan kepada Allah Swt dengan beribadah. Allah meniupkan rohnya kepada Maryam dan dengan demikian Isa as lahir dari seorang perempuan yang suci. Maryam seorang perempuan yang bertakwa dan tabah. Ia menunjukkan bahwa bagi seorang perempuan harus berani menerima tanggung jawab dengan partisipasi efektif dan konstruktif di tengah masyarakat.

Hanya menyampaikan slogan bahwa perempuan harus bebas dan berpartisipasi di tengah masyarakat tidak dapat menyelesaikan masalah mereka, begitu juga tidak akan memberi ketenangan, keamanan dan penyempurnaan bagi kepribadian mereka, Saat ini, kita banyak menyaksikan banyak perempuan di balik slogan kebebasan dan hak asasi manusia ternyata menjadi mainan pihak lain dan justru semakin menjauh dari jalur kemanusiaan dan kepribadiannya yang hakiki. Teladan al-Quran menjelaskan satu hakikat bahwa setiap manusia, baik itu perempuan atau laki-laki harus tumbuh dan dinamis, serta pada saat yang sama memiliki keimanan, kesucian, kemanusiaan sebagai sarana yang sesuai untuk berada di jalur ini.

Maryam dengan rasa tanggung jawab dan tegar berhasil melaksanakan tugas agama yaang sangat penting dan menyelamatkan masyarakat dari kezaliman dan kesesatan. Mungkin karena hal ini, ayat-ayat al-Quran menggambarkan kepribadiannya tumbuh dalam lingkungan penuh aroma zuhud, kesucian, kesabaran dan keberserahan diri dihadapan kehendak ilahi.

Bila perempuan mampu memunculkan keutamaan yang ada pada diri Maryam, selain mampu mengantar dirinya pada kesempurnaan, ia juga dapat memberikan sumbangsih anaknya yang hebat dan cakap kepada dunia. Karenanya, perempuan harus berusaha menciptakan nilai-nilai spiritual dan menjalin hubungan dengan Sang Pencipta, sehingga dapat meraih dan memanifestasikan sifat-sifat ilahi dalam dirinya, sebagaimana mereka mampu mendidik para nabi dan kemudian mengikuti mereka, melanjutkan pendidikan dengan serius untuk menciptakan manusia hebat dan berpengaruh dalam sejarah.