Hari ini bertepatan dengan kelahiran wanita suci dan putri tersayang Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah Zahra as. Hari mulia ini ditetapkan oleh Republik Islam Iran sebagai hari Ibu dan Perempuan demi menghormati pengorbanan besar kaum hawa. Sayidah Fatimah adalah teladan paling sempurna bagi umat manusia khususnya perempuan di seluruh alam. Putri nabi Islam ini sebagai seorang perempuan telah memainkan perannya dengan sempurna baik di rumah maupun di tengah masyarakat.
Peran Sayidah Fatimah sebagai seorang ibu, beliau tunaikan dengan baik dan dari didikan ibu seperti ini muncullah tokoh-tokoh besar dalam sejarah seperti Imam Hasan as, Imam Husain as, Sayidah Zainab Kubra dan Umi Kultsum. Setiap anak didik Fatimah Zahra ini mampu menjadi teladan bagi manusia dari sisi ketinggian ilmu, keimanan, keberanian, berani bertanggungjawab, dan dihiasi oleh nilai-nilai moral yang tinggi. Anak-anak Fatimah as pun sangat menonjol di tengah masyarakat dan memainkan peran vital bagi kebahagiaan umat manusia.
Di sisi lain, di dunia modern saat ini salah satu kendala terbesar adalah ketidakpedulian terhadap peran perempuan khususnya peran keibuan untuk mendidik dan membesarkan anak. Dalam kesempatan ini kami akan mengulas peran penting dan agung ibu dalam mendidik anak. Islam dalam hal ini sangat menitikberatkan peran seorang perempuan untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya.
Salah satu peran penting dan fitrah perempuan adalah ibu. Gerakan Feminisme dan masyarakat materialis Barat sejak terbentuk berupaya memperlemah dan bahkan mencabut peran ibu dari diri perempuan. Dengan alasan membela hak-hak kaum perempuan, mereka mempertanyakan peran keibuan dan menilainya sebagai kezaliman nyata serta menghambat kemajuan kaum Hawa. Meski demikian para psikolog berpendapat bahwa menjadi seorang ibu merupakan puncak kepuasan seorang perempuan. William Gardner, penulis asal Kanada dalam bukunya menyebutkan, "Bagi seorang perempuan, tidak ada yang lebih agung dan penting dari melahirkan anak dan mendidiknya."
Di sisi lain, masyarakat materialis Barat dengan upayanya menyebarkan perilaku menyimpang berusaha mempertanyakan dan mengaburkan peran ibu seorang perempuan. Jelas bahwa hubungan sesama jenis adalah dosa besar, bertentangan dengan fitrah manusia dan kesesatan nyata yang menjauhkan manusia dari fitrahnya. Manusia yang lajang atau yang kawin dengan sesama jenisnya tidak akan meraih kesempurnaan. Kesempurnaan baru dapat diraih dengan hubungan pria dan wanita, karena keduanya saling melengkapi.
Sesungguhnya Allah Swt menciptakan manusia tidak akan lengkap jika tidak ada lawan jenisnya dan manusia baru sempurna ketika mendapatkan lawan jenisnya. Dari sisi fisik dan jiwa, kedua jenis manusia yang berbeda ini saling tergantung. Dengan menjalin hubungan di antara keduanya dan hidup bersama, maka masing-masing akan meraih kesempurnaan dan mereka akan mampu memiliki keturunan. Graham David Hughes, petualang dan produsen film asal Inggris mengatakan, "Pria dan wanita berbeda. Peran mereka pun saling melengkapi. Legenda masyarakat satu gender hanya angan-angan kosong."
Selain itu, perkawinan antara pria dan wanita merupakan jaminan bagi keberlangsungan manusia. Dari hubungan suci inilah generasi manusia tetap berlanjut. Hal ini dikarenakan tujuan dari penciptaan dunia adalah manusia, mendidik dan kesempurnaan mereka. Dengan perkawinan seseorang akan mampu meraih independensi berpikir, ketenangan jiwa dan kesempurnaan dirinya serta memenuhi kebutuhannya.
Syahid Murtadha Muthahhari, pemikir dan ulama asal Iran dalam bukunya Hak-Hak Wanita dalam Islam menulis, "Pembentukan keluarga berarti kecenderungan terhadap nasib orang lain...Perkawinan merupakan tahap awal untuk keluar dari individu alami dan menggapai kepribadian manusia seutuhnya...Kematangan seseorang hanya dapat diraih melalui perkawinan dan pembentukan institusi keluarga. Kematangan jiwa ini hanya dapat diraih melalui perkawinan dan tidak ada yang dapat menggantikannya."
Telah kami tandaskan bahwa salah satu peran penting perempuan adalah menjadi ibu. Kecenderungan dan cita-cita menjadi ibu, memiliki anak dan membesarkannya dimiliki oleh seluruh perempuan. Seorang ibu yang menyalurkan kasih sayangnya kepada anak akan mampu memberikan anak yang sehat dan penuh energi kepada masyarakat serta memenuhi kebutuhannya untuk memiliki keturunan. Dr. Toni Grant, penulis asalAmerika Serikat dalam hal ini menulis, " Dari sisi biologis, saya pribadi meyakini peran ibu merupakan bagian tak terpisahkan dari perempuan. Perempuan modern saat ini meski condong terhadap karakter pria, namun mereka masih haus dan mempertahankan sifat keibuan. Mereka kini lebih aktif untuk mengungkapkannya."
Para ibu memiliki perasaan lembut terhadap anak-anaknya. Perasaan ini merupakan anugerah Allah Swt di dalam diri perempuan. Dalam Islam peran ibu mendapat nilai tinggi dan sangat dihormati. Ini merupakan peran paling membanggakan bagi perempuan. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyatakan peran terpenting seorang perempuan adalah peran ibu dan istri. Ayatullah Khamenei menilai peran ibu dan istri bagi perempuan sebagai peran terpenting mereka di mana tidak ada yang dapat menggantikannya.
Ayatullah Khamenei memandang bahwa manusia sehat jiwanya dan bersemangat muncul dari didikan ibu yang penuh kasih sayang. Ibu lebih agung dan mulia dari setiap pendidik dan lebih bernilai. Sementara itu, fase paling sensitif dan indah dalam kehidupan adalah ketika mengandung dan menyusui anak. Ketika masa hamil, sejatinya seorang ibu tengah bertanggung jawab untuk mendidik seorang manusia di dalam dirinya. Selama hamil, ibu terus menjalin interaksi dengan sang bayi dan menyalurkan kasih sayang kepadanya.
Berdasarkan riset, sikap hati-hati dan penjagaan seorang ibu ketika masa hamil akan sangat menentukan bagi masa depan sang anak. Setelah masa kelahiran, interaksi kasih sayang ibu disalurkan saat menyusui. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan paling ideal bagi bayi dan hak alami anak. Mengingat pentingnya masa kehamilan dan menyusui ibu dalam struktur fisik, kejiwaan dan perasaan anak, Islam memberi pahala yang besar kepada ibu.
Dalam riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda, "...Ketika seorang ibu mengandung, kedudukannya sama dengan orang yang tengah berpuasa, shalat malam dan berjihad dengan harta serta jiwanya di jalan Allah Swt. Setiap rasa sakit yang dirasakan seorang ibu ketika melahirkan, pahalanya sama dengan memerdekakan seorang budak mukmin. Di saat melahirkan, seorang ibu mendapat pahala yang tidak mampu ia ketahui karena kebesaran pahala tersebut. Ketika ia menyusui anaknya dan setiap teguk air susu yang diminum anak, maka ia seperti membebaskan budakdari anak-anak Ismail dan di hari Kiamat kelak wajahnya bersinar terang sehingga manusia saat ini heran. Ketika telah selesai masa menyusui, para malaikat meletakkan tangan mereka ke pangukan sang ibu dan berkata, mulailah kehidupan barumu dan Allah Swt telah mengampuni dosa-dosamu di masa lampau."
Bayi yang mendapat makanan dari air susu ibu dari sisi fisik dan mental lebih sehat dan ketika dewasa ia akan menjadi orang yang memiliki kepribadian stabil. Dalam Islam juga sangat ditekankan untuk menunjukkan kasih sayang ibu kepada anak. Disebutkan bahwa salah satu pendidikan yang diterapkan Sayidah Fatimah kepada anak-anaknya ketika mereka baru lahir adalah cara beliau me-nina bobo-kan sang bayi. Ninabobo yang biasanya disertai dengan memeluk anak dan menggendongnya adalah obat paling mujarab bagi ketenangan jiwa anak. Ketika me-nina bobo-kan anaknya, Sayidah Fatimah menggendong anaknya sambil berkata, "Wahai Hasan anakku! Jadilah seperti ayahmu Ali bin Abi Thalib dan ikutilah kebenaran. SembahlahTuhan yang memberi nikmat besar dan jangan bersahabat dengan orang-orang berdosa."
Sorang ibu dapat mengenalkan anak-anaknya dengan akhlak dan moral terpuji melalui sikap serta metode pendidikan modern. Sayidah Fatimah senantiasa dengan belaian kasih sayangnya memberi saluran kasih sayang kepada anak-anaknya dan tidak membiarkan mereka jauh dari kasih sayang ibu. Sayidah Fatimah rela kehausan dan kelaparan, namun beliau tetap memberi makan dan mengenyangkan anak-anaknya. Sayidah Fatimah sangat piawai dalam mendidik anak-anaknya, sehingga mereka tumbuh sempurna dan menyayangi orang lain.
Keluarga Sayidah Fatimah adalah keluarga ideal, hasil didikan dari wanita suci, putri Rasulullah Saw. Tak heran jika Imam Husain as sangat menghormati kakaknya, Imam Hasan as dan menyayangi adiknya, Sayidah Zainab. Imam Husain as rela bangun dari duduknya ketika Sayidah Zainab masuk ke ruangan, padahal Sayidah Zainab adalah adiknya dan dari sisi usia lebih kecil darinya. Dengan demikian peran ibu sangat penting bagi perkembangan fisik dan jiwa anak. Sementara masyarakat Barat yang melecehkan peran ibu, sejatinya telah menzalimi generasi mendatang mereka sendiri.()