Kisah ini datang dari negeri Thailand. Dari tiga puluh tahun lampau. Demi menyembuhkan Ibunya, seorang lelaki kecil mencuri obat-obatan di sebuah toko. Aksinya ketahuan. Si pemilik toko, seorang Ibu yang galak, dengan penuh amarah mengiring lelaki kecil itu ke jalanan.
Di kerumunan orang ramai yang menonton, Ibu ini berkali-kali menghardik, “Apa yang kau curi?” Tak sabar menunggu jabawan, si Ibu merogoh saku lelaki kecil itu. Mengeluarkan botol obat. Lalu dia mendorong-dorong kepala bocah itu. Lelaki kecil itu cuma bisa tertunduk. Malu. Tentu saja ketakutan.
Mendengar keriuhan itu, seorang pemilik rumah makan keluar. Dia terenyuh melihat lelaki kecil itu. Mencuri obat demi kesembuhan Ibunya. Pemilik warung makan bertubuh kurus jangkung ini, lalu membeli obat yang dicuri itu. Uang diserahkan kepada Ibu yang terus mengomel itu.
Setelah menyerahkan uang kepada pemilik apotek itu, dia kemudian memerintahkan anak gadisnya yang masih kecil membungkus semangkuk sup. Obat-obatan dan sekantung sup itu kemudian diserahkan kepada bocah kecil itu. Si pencuri kecil itu menatap lelaki jangkung itu dalam-dalam. Berterima kasih dengan tatapan mata, sembari merasa heran. Cuma sejenak, lalu dia berlari pulang.
Tiga puluh tahun kemudian. Lelaki jangkung itu tiba-tiba jatuh tersungkur, sesaat setelah memberi makanan kepada pengemis yang datang ke warung makannya. Anak wanitanya terpekik histeris. Sembari terus menangis mengantar sang ayah ke rumah sakit. Si ayah kurus itu berbaring lemah dengan sejumlah alat tersambung ke tubuh.
Kesulitan sepertinya datang susul menyusul. Di tengah air matanya yang terus berderai, seorang perawat menyodorkan daftar biaya rumah sakit. Dia terkejut. Jumlahnya banyak. Semua keuntungan dari warung kecil itu tak akan sanggup melunasi. Mengumpulkan segenap keberanian dia kemudian menemui dokter. Sang dokter menatapnya dalam-dalam. Lama sekali.
Terjepit di tengah kesulitan seperti itu, anak wanita itu tak punya jalan keluar. Warung, satu-satunya harta sang ayah, harus dijual. Ketika sang ayah berbaring lemah di rumah sakit, dia memasang pengumuman bahwa rumah itu dijual.
Sendirian menjaga sang ayah, bolak-balik rumah sakit, tubuh wanita muda ini lelah. Dia kemudian tertidur tunduk di dipan samping sang ayah. Begitu bangun pagi harinya, dia mendapatkan kertas tagihan dari rumah sakit di tempat tidur itu. Jumlahnya 0 bath. Dia terkejut.
Di bawahnya ada catatan. “Semua biaya sudah dibayarkan 30 tahun lalu. Dengan 3 bungkus penghilang rasa sakit dan semangkok sup. Salam hangat, Dr Prajak Arunthong”